Chap 4. Kehilangan Dia
"Aku istrimu, Ben!"
"Aku Eleanor, istrimu," ucap Elea sekali lagi.
Ben terdiam. Ia menghela napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Detak jantungnya mendadak berpacu. Ucapan Elea itu terasa seperti petir yang menyambar di siang bolong. Membuatnya terkejut juga tak percaya.
Bagaimana bisa ada seorang wanita asing yang mengaku-ngaku sebagai istrinya. Padahal ia telah memiliki kekasih. Bahkan tidak lama lagi pesta pertunangannya akan diselenggarakan.
"Bagaimana bisa kau tidak mengenali istrimu sendiri, Ben," ucap Elea dengan air mata berlinang. Sesekali ia menyusut hidung, lalu menyeka air matanya. Ia merasa terpukul, pria yang menikahinya dua tahun lalu malah tidak mengenalinya.
Apakah Ben sedang mempermainkannya? Ataukah Ben sudah memiliki wanita lain? Lalu berpura-pura tidak mengenali istrinya sendiri?
Ben pun memutar tubuhnya berhadapan dengan Elea. Pandangannya menjelajah dari ujung kaki hingga ke ujung kepala Elea.
Ben masih tidak percaya, bagaimana bisa seorang wanita tak berkelas mengaku-ngaku sebagai istrinya. Apakah wanita itu sedang mencoba bermain-main dengannya? Ataukah wanita itu ingin menipunya? Lalu pada akhirnya malah memanfaatkannya?
"Lihatlah baik-baik dirimu itu, Nona. Bagaimana bisa kau mengaku sebagai istriku. Kau mungkin salah orang."
"Salah orang?" Elea mengangkat kedua alis, melebarkan matanya. Dipandanginya tampilan Ben dari ujung kaki hingga ke ujung kepalanya. Lalu pandangannya bergulir pada mobil mewah di samping Ben.
"Mana mungkin aku salah orang." Elea lantas mengambil ponsel dari tas kecilnya. Membuka ponsel itu dan mulai mencari sebuah bukti bahwa ia tidak salah mengenali orang.
Sejujurnya Elea sendiri sebetulnya ragu, apakah Ben yang dikenalnya selama ini adalah Ben yang berdiri di hadapannya saat ini. Pasalnya, Ben yang ia akui sebagai suaminya itu adalah seorang pria sederhana dengan tampilan apa adanya. Bukan Ben yang tampil maskulin dan berkelas seperti ini.
"Kau salah orang, Nona. Aku ini belum menikah. Dan aku sudah punya kekasih. Bahkan sebentar lagi aku akan bertunangan. Sebaiknya kau berhenti menggangguku dan berhenti mengaku-ngaku sebagai istriku. Apa kau tidak sadar seperti apa penampilanmu itu? Sedikitpun kau tak pantas menjadi pendampingku. Kau itu hanya wa_"
"Lihat ini." Cepat Elea menyela ucapan Ben sambil menyodorkan ponselnya, memperlihatkan sebuah foto digital di depan mata Ben.
"Lihat baik-baik. Ini adalah fotomu. Foto kita berdua setelah mengucap janji suci pernikahan. Masihkah kau mengelak?" sambung Elea berusaha meyakinkan Ben dengan memperlihatkan foto pernikahan mereka dua tahun lalu di sebuah gereja.
Ben tidak memperlihatkan ekspresi lebih begitu melihat foto tersebut. Ben malah terlihat biasa-biasa saja. Bahkan ia tidak memberi respon terhadap tindakan Elea. Meskipun pria yang ada dalam foto itu sangat mirip dengannya.
"Sudahlah. Sepertinya kau ini wanita gila. Atau kau berniat menipuku? Dengar Nona, kau sudah membuang waktuku. Aku bisa ketularan gila jika terus meladenimu." Bergegas Ben masuk ke mobilnya, menghidupkan mesin, kemudian memacu mobilnya meninggalkan tempat itu tanpa mempedulikan Elea.
Elea mematung di tempatnya sambil memandangi mobil Ben yang semakin menjauh. Dadanya bergemuruh mendengar ucapan Ben yang menyakiti hatinya.
Elea masih ingat betul bagaimana Ben berjanji kepadanya, bahwa Ben tidak akan pergi meninggalkannya apapun yang terjadi. Namun kenyataannya Ben malah pergi meninggalkannya hingga dua tahun lamanya.
Begitu bertemu kembali, Ben malah tidak mengenalinya. Bahkan Ben mengaku telah memiliki kekasih dan tidak lama lagi akan bertunangan.
Elea sungguh terpukul mendengarnya. Elea tak menyangka ia bisa kehilangan sosok Ben yang dicintainya.
Dua tahun lalu, Elea pergi bertamasya bersama rekan-rekan kerjanya ke pantai yang tak jauh dari pusat kota London. Tak ada yang menyangka di pantai itu Elea menemukan sesosok pria yang terdampar di pesisir pantai.
Saat itu Elea mengira bahwa sosok pria itu adalah mayat. Elea memberanikan diri menghampiri lalu memeriksa sosok tersebut. Dan ternyata sosok pria tanpa identitas yang ia temukan terdampar di pesisir pantai tersebut masih hidup. Elea pun memutuskan membawa pria tersebut ke rumah sakit terdekat bersama rekan-rekannya.
Sebab tak tahu identitas pria tersebut, Elea pun membawanya pulang ke rumah begitu keluar dari rumah sakit.
Elea adalah wanita sebatang kara. Ia dibesarkan di sebuah panti asuhan. Begitu dewasa, ia memutuskan keluar dari panti asuhan untuk hidup mandiri.
Di rumah itu Elea merawat Ben dengan baik dan tulus. Seiring waktu berjalan, diantara keduanya malah timbul saling ketertarikan dan akhirnya malah saling jatuh cinta.
"Elea, kau tidak apa-apa?" Pertanyaan Jane membuat Elea tersentak.
"Ada apa denganmu, Elea? Kau menangis?" tanya Jane melihat Elea menghapus air matanya.
"Apa yang terjadi denganmu? Kau tak ingin mengatakannya padaku, El?"
"Aku tidak apa-apa, Jane. Terimakasih sudah mencemaskanku."
"Ya sudah. Kalau begitu, ayo kita pulang."
Mereka pun berjalan bersama-sama menuju tempat kost yang tidak jauh dari minimarket tersebut.
...
Mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan sebuah restoran berbintang, pandangan Ben pun terhenti pada sosok jelita yang tengah duduk sendirian di sebuah meja VIP sambil menikmati segelas wine.
Sosok anggun dan jelita itu menoleh begitu Ben mengambil duduk di depannya.
"Kau telat lima menit," ucap wanita cantik itu sembari menaruh kembali gelas wine nya.
Ben membuang napasnya pelan. Ini bukan yang pertamakalinya Ben terlambat untuk pertemuan mereka. Ben sering kali membuat wanita itu menunggu. Bahkan terkadang Ben membatalkan pertemuan mereka. Sehingga membuat wanita itu kecewa juga kesal.
"Jalanan macet." Dengan santainya Ben memberi alasan.
"Kau sering menjadikan alasan itu untuk menghindar. Mengapa akhir-akhir ini kau terkesan menjauhiku? Apakah kau sudah memiliki wanita lain?"
"Camila, aku tidak ingin membahas hal itu di sini sekarang. Aku lelah."
Wanita cantik itu, Camila, menghela napas panjang. Menghembuskannya perlahan sembari menoleh sejenak. Dari raut wajahnya yang terlihat, Camila seperti tengah menahan kesal saat ini.
"Kau pergi menemui Julian hari ini?" tanya Camila kemudian. Tak ada satu hal pun yang tidak diketahui Camila tentang Ben. Bahkan masa lalu Ben pun ia tahu persis seperti apa.
Memang hubungannya dengan Ben baru berjalan satu tahun. Namun perasaannya kepada Ben sudah bertahun-tahun lamanya ia pendam. Ia mulai menaruh hati kepada Ben sejak nama Benedict Cartier mulai ramai dibicarakan sebagai pebisnis muda yang sukses beberapa tahun lalu.
Sosok yang enggan memperlihatkan dirinya ke hadapan publik itu membuat Camila penasaran sewaktu Ben dan pebisnis-pebisnis muda lainnya di undang ke sebuah acara amal yang diadakan oleh Perdana Menteri Perancis.
Camila yang merupakan puteri seorang Perdana Menteri tentu saja turut hadir dalam acara tersebut. Di situlah menjadi awal pertemuan mereka, sebelum kecelakaan tragis menimpa Ben.
Camila menjadi orang yang berjasa dalam menemukan keberadaan Ben. Dengan memanfaatkan kekuasaan yang dimiliki orangtuanya, keberadaan Ben pun akhirnya ditemukan.
Namun yang membuat Camila kecewa yaitu, Ben malah menikahi wanita dari kalangan rendah. Wanita yang telah menolongnya saat itu.
Dan tentu saja hubungannya dengan Ben yang terjalin saat ini atas desakan Nyonya Roberta, ibunda Ben. Yang begitu ingin menjalin hubungan kekeluargaan dengan kalangan terpandang dan berpengaruh di negerinya.
Ben terpaksa menerima hubungan itu lantaran sering didesak ibunya. Ia tidak punya pilihan lain demi menyenangkan ibunya.
"Kau masih sering bermimpi buruk?" tanya Camila kemudian.
"Tidak lagi."
"Baguslah. Oh ya, aku sudah memesan makanan untukmu. Sebaiknya kita makan dulu. Menunggumu membuatku lapar."
Camila mengangkat tangan kanannya untuk memberi kode kepada pelayan yang sebelumnya telah melayaninya. Pelayan yang sedari tadi berdiri di sebelah kasir itu pun mengerti dan segera beranjak ke pantry.
Tak berapa lama pelayan itu kembali dengan nampan berisi menu makanan yang telah dipesan Camila sebelumnya. Dengan sangat hati-hati pelayan tersebut menyajikannya.
"Silahkan!" seru Camila begitu pelayan telah selesai menyajikannya dan meninggalkan meja mereka setelah memberi kode kepada Camila bila pelayan itu sudah melakukan apa yang diperintahkan Camila.
Tanpa berkata apapun lagi, Ben mulai menikmati hidangannya. Sementara Camila menatapnya dengan senyum tipis di wajahnya. Sebuah rencana telah ia siapkan untuk Ben malam ini. Untuk membuat Ben bertekuk lutut kepadanya.
Camila merasa telah menang, karena Ben tidak menolak diajaknya makan kali ini. Sebab sebelum-sebelumnya Ben selalu menolak, sehingga terkadang membuatnya kesal. Dan terkadang pun ia merasa seolah ia tak berarti di mata Ben.
"Kau akan menjadi milikku malam ini, Ben." Camila membatin dengan senyuman yang kian mengembang.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
R.F
2like hdr semangat kk
2022-12-30
1
ainatul hasanah
waduh... jangan sampai Ben dikasih obat perangsang dan berhubungan dengan Camila.
NO .... aku tidak suka.
2022-11-03
2