Chap 9. Wanita Aneh
Sontak Elea pun mengangkat wajahnya terkejut. Ucapan Ben terlalu frontal, tanpa berbasa-basi lagi pria itu mengutarakan apa yang ada dalam pikirannya saat ini.
Ben tersenyum tipis melihat reaksi Elea. Ia tahu wanita aneh itu tidak akan mau menuruti ucapannya. Sebab memang wanita aneh itu hanya berniat menipunya.
"Tidurlah denganku jika memang kau istriku. Dengan begitu aku mungkin bisa mempercayai omonganmu, Nona," ucap Ben tanpa ragu.
Masih dengan keterkejutannya, Elea menghela napasnya panjang. Sungguh pria ini menguji kesabarannya. Namun Elea masih bisa bersabar, mengingat ia masih belum tahu pasti apakah Ben yang berhadapan dengannya saat ini adalah suaminya atau hanya orang yang mirip dengan suaminya.
"Kau keberatan bukan?" telisik Ben menerka. Sengaja Ben mengatakan hal itu hanya untuk menakut-nakuti Elea saja. Karena menurutnya menghadapi seorang penipu seperti Elea ini membutuhkan trik tertentu. Termasuk mengajaknya tidur bersama. Sudah pasti Elea akan menolak, pikirnya.
"Jika aku tidak keberatan? Apa kau mau mempercayai semua ucapanku?" Elea akhirnya memberanikan diri menantang Ben. Elea berpikir, siapa tahu dengan cara ini ia bisa mencaritahu tentang siapa Ben sebenarnya. Siapa tahu juga ia bisa menemukan keberadaan Ben, suaminya.
Membuat Ben tertegun, menatap serius sorot mata Elea. Menelisik dalam sorot mata itu yang sedikitpun tak menampakkan ada ketakutan di sana. Rupanya Ben telah salah mengambil strategi untuk menakut-nakuti wanita aneh di depannya itu.
"Kau ..." Ben bingung harus berkata apa untuk membuat Elea gentar.
"Apa aku pecat saja perempuan aneh ini?" Ben bergumam dalam hatinya. Sungguh Elea telah membuatnya resah. Bukan hanya itu, kehadiran Elea membuat jantungnya tak lagi berada pada keadaan yang aman. Dalam sekejap Elea mampu membuat kinerja jantungnya bertambah berkali-kali lipat. Jantung itu entah mengapa berdetak kencang setiap kali ia berada di dekat Elea. Bahkan menatap Elea saja sudah cukup membuat jantungnya kacau balau.
"Aku bersedia tidur denganmu dengan satu syarat," ucap Elea tanpa berpikir panjang lagi. Elea hanya tak ingin kehilangan kesempatannya untuk menemukan Ben nya.
Ben menelan salivanya kasar. Sungguh ia terkejut melihat keberanian wanita aneh yang satu ini. Tidak hanya mengaku-ngaku sebagai istrinya, wanita itu bahkan bersedia tidur dengannya.
"Kau memahami arah pembicaraanku bukan? Apa kau pikir ini hanya sekedar tidur saja?" Ben mencoba membuat Elea mengerti ucapannya yang tertuju ke arah adegan ranjang.
Dan Elea bukan anak kemarin sore yang minim pengetahuan mengenai hubungan diantara dua orang dewasa. Bukan hanya tahu, Elea bahkan sangat mengerti dengan maksud ucapan Ben.
"Aku tahu. Bahkan aku sangat mengerti."
"Kau ..." Ah, ya ampun. Ben sungguh tak tahu harus berkata apa lagi untuk membuat nyali wanita itu menciut.
"Aku akan memberikan tubuhku padamu dengan satu syarat." Elea mengulang ucapannya untuk meyakinkan Ben. Meski ia sendiri sesungguhnya tak begitu yakin. Namun mau bagaimana lagi. Ia sudah jauh-jauh datang ke Paris hanya untuk mencari Ben. Pria yang hampir seratus persen memiliki kemiripan dengan Ben yang berada di hadapannya saat ini. Elea tidak ingin kembali ke London dengan tangan kosong.
"Kau wanita aneh," umpat Ben mulai frustasi. Entah apa yang aneh dengan dirinya kali ini. Ucapan Elea tak hanya membuat detak jantungnya menggila, napasnya bahkan serasa sesak membayangkan meniduri Elea. Memang dimatanya Elea hanyalah seorang wanita aneh yang entah datang dari mana. Tetapi ia tak memungkiri bila Elea memiliki paras cantik dalam kesederhanaannya itu.
"Apa kau pikir aku bercanda, Nona?" Ben masih berharap bila Elea hanya main-main.
"Apa Tuan juga mengira kalau aku ini hanya main-main?" Elea malah menantang Ben sambil menatap Ben serius.
Kembali Ben menelan salivanya kasar. Detak jantungnya kian menghentak, serta debaran di dadanya membuatnya gemetaran. Elea terlalu menantang adrenalinnya. Mengusik jiwa lelakinya yang sejak lama berdiam diri di dalam sana.
"Syarat apa yang ingin kau ajukan?" Akhirnya Ben pun merasa penasaran. Ditatapnya lekat Elea yang juga membalas tatapannya dengan seksama.
"Aku ingin berada di sisimu sampai aku menemukan Ben ku."
"Kau gila. Apa kau tahu, tidak lama lagi aku akan bertunangan?"
"Ya, aku tahu. Aku mendengarnya dengan jelas sekali saat di aula tadi."
"Lalu? Apa yang kau inginkan dariku? Bukankah sudah jelas kalau aku ini bukan Ben yang kau cari?"
"Untuk itulah mengapa aku meminta untuk berada di sisimu. Aku hanya ingin memastikan bahwa kau memang bukan Ben ku."
"Dasar wanita aneh," umpat Ben sekali lagi.
"Ya, aku memang aneh. Dan kurasa aku bisa gila jika tidak memastikan langsung bahwa kau memang bukan Ben ku," gumam Elea membatin.
"Aku akan menyanggupi apa pun permintaanmu," ucap Elea kemudian.
"Kau serius?" Tatapan Ben semakin berkilat tajam. Jiwa lelakinya terusik dan tertantang dengan wanita yang tidak neko-neko seperti Elea ini. Padahal ia hanya bermaksud menakut-nakuti Elea, agar Elea berhenti mengaku-ngaku sebagai istrinya. Tetapi siapa sangka ia malah dibuat tak tenang oleh keberanian Elea.
"Ya, tentu saja aku serius."
"Termasuk menyerahkan tubuhmu padaku?"
"Ya." Elea menyahutinya serius, seakan tak ada keraguan dan ketakutan dari sorot mata dan raut wajahnya yang terlihat.
Membuat pernapasan Ben serasa sesak. Sungguh ia dibuat gusar, namun tertantang oleh wanita yang dinilainya aneh ini. Sejak pertamakali bertemu, hatinya berdebar-debar tak menentu. Entah itu mendengar suara Elea maupun menatap wajahnya.
"Apa yang mendorongmu melakukan ini?" tanya Ben pada akhirnya. Sebab tidak mungkin Elea berani menyerahkan tubuhnya jika bukan karena ...
"Uang?" tebak Ben memicingkan matanya.
"Suamiku!" sahut Elea.
"Kau yakin aku ini suamimu?"
Bola mata Elea bergulir ke bagian leher Ben yang tertutupi oleh kerah baju.
"Untuk itu aku perlu meyakinkan diriku sendiri." Entah mengapa hati kecil Elea selalu membisikkan bila Ben yang berada di hadapannya saat ini adalah suaminya. Suami yang pergi meninggalkannya dan tak tahu sebabnya. Untuk hal itu pula lah yang mendorong Elea jauh-jauh datang ke Paris. Hanya untuk sebuah alasan yang tak ia mengerti.
Ben menghela napasnya pelan, mencoba mengatur deru napasnya yang mendadak serasa memburu. Serta detak jantung yang semakin tak karuan itu.
Ben seakan dibuat tak berkutik. Sebab baru kali ini ada wanita yang telah membangkitkan gairah hidupnya yang telah mati suri sejak ia kembali dari London dua tahun lalu.
Ditatapnya lekat-lekat paras Elea, yang entah mengapa malah membuatnya seakan tak mampu berpaling. Akankah ia mulai tertarik dengan wanita yang dianggapnya aneh ini?
...
Di sisi lain kota Paris. Di sebuah mansion yang berdiri megah di sebuah halaman luas. Dimana dua orang penjaga keamanan tengah berjaga di depan pintu pagar mansion tersebut.
"Silahkan, Nona. Nyonya sudah menunggu kedatangan Anda." Seorang pelayan mempersilahkan Camila memasuki mansion tersebut.
Dengan penuh percaya diri Camila pun membawa langkahnya masuk. Seorang wanita paruh baya datang menyambutnya sumringah. Sangat kentara bila wanita paruh baya tersebut sangat senang dengan kedatangannya.
"Camila Rodriguez, calon menantuku." Sapa wanita paruh baya tersebut sembari menghampiri Camila dengan kedua lengannya terbuka lebar. Mengundang Camila ke dalam dekapannya.
"Apa kabar Nyonya Roberta," balas Camila menyapa menyambut dekapan hangat Nyonya Roberta dengan senyum terukir lebar di wajahnya.
Dialah Nyonya Roberta Cartier, wanita berusia 50 tahun. Orang yang paling mendukung hubungan Camila dengan Ben, putra semata wayangnya.
"Tentu saja aku baik-baik saja, Sayang. Seperti yang kau lihat," ujar Nyonya Roberta begitu melepas dekapannya.
"Syukurlah kalau begitu. Nyonya semakin cantik saja belakangan ini." Seperti itulah cara Camila meraih perhatian Nyonya Roberta.
"Ah, kau bisa saja. Oh ya, bagaimana dengan perkembangan hubunganmu dan Ben?" Sembari menarik pergelangan Camila, mengajaknya duduk di sofa ruang tengah rumah itu.
"Apakah sudah ada kemajuan?" tanya Nyonya Roberta lagi.
Camila terlihat malu-malu dengan wajahnya yang bersemu merah. Membuat Nyonya Roberta semakin penasaran saja.
"Camila, jangan membuatku penasaran, Sayang." Nyonya Roberta menuntut. Camila pun mendekatkan wajahnya, dan berbisik di telinga Nyonya Roberta. Sehingga membuat Nyonya Roberta tercengang dengan mata membulat.
"Benarkah?" tanya Nyonya Roberta tak percaya.
Dan Camila mengangguk malu-malu.
"Kalau begitu buat apa bertunangan? Kenapa tidak langsung menikah saja?"
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments