Alina tampak asyik meliuk-liukan tubuhnya seiring dengan musik yang mengiringi. Ya, sekarang dia ada di sebuah club malam yang terkenal di ibukota. Akhir-akhir ini dia mencoba menenangkan diri di club itu. Itu upaya yang dia lakukan untuk melupakan sejenak masalah keluarganya. Tentu Aldo selalu mendampinginya. Karena Aldo di tugaskan oleh Raka untuk mengawal Alina kemana pun pergi.
Aldo melihat Alina yang sedang di ganggu beberapa pemuda di club. Dia menghampirinya dan mengajaknya pulang.
''Lepas! Aku ingin disini saja,'' Alina mencoba melepaskan tangan Aldo yang memegang tangannya. Namun usahanya nihil, cekalan tangan Aldo tak bisa lepas begitu saja.
''Maaf, Non. Di dalam banyak lelaki hidung belang. Sebaiknya kita pulang saja.''
Alina menurut, akhirnya dia mau di ajak pulang oleh sopirnya.
Sesampainya Alina di rumah, ternyata suaminya tidak ada. Suaminya sedang pergi ke luar kota untuk mengurus bisnis. Memang perginya mendadak jadi tak sempat berpamitan kepada Alina.
Aldo menggendong Alina menuju ke kamar. Saat dia hendak pergi, tiba-tiba Alina memegang tangannya.
''Mas Raka, jangan tinggalkan aku!'' dengan setengah kesadarannya, Alina mengira jika Aldo itu Raka.
Aldo merasa kasihan melihat majikannya yang tampak kesepian merindukan suaminya.
''Maaf, Non. Saya bukan Tuan Raka,'' Aldo melepaskan tangannya yang di pegang oleh Alina.
Saat dia hendak pergi, Alina kembali berucap sehingga dia tak jadi keluar.
''Bisakah malam ini temani aku disini? Apa Mas Raka tidak tergoda dengan tubuhku,'' Alina membuka pakaian yang menutupi tubuh bagian atas.
''Non, maaf saya harus pergi,'' Aldo kini sudah berada di depan pintu. Dia hendak membuka pintu itu, namun Alina tiba-tiba memeluknya dari belakang.
''Jangan pergi! Temani aku malam ini, Mas.''
Aldo bisa merasakan bulatan sintal yang menempel di punggungnya. Apalagi Alina yang menggodanya dengan memberikan sentuhan di punggungnya. Aldo merasakan hal yang tak biasa. Hasratnya naik seolah ingin di lampiaskan.
''Jangan salahkan saya jika melakukan ini,'' Aldo membalikkan tubuhnya. Dia mengarahkan Alina ke atas kasur.
Malam ini terjadilah hubungan terlarang di antara ke duanya, Mereka sama-sama menikmati. Apalagi Alina yang mengira jika yang sedang bercinta dengannya itu suaminya.
.......
......
Raka sudah pulang dari luar kota. Saat sampai di rumah dia tak melihat keberadaan istrinya.
''Selamat datang, Tuan. Biar saya yang bawakan kopernya,'' Bi Marni menyambut kedatangan Raka.
''Terima kasih, Bi. Tapi kok rumah sepi? Dimana Alina?''
''Non Alina sedang pergi, tadi di antar oleh Aldo.''
Raka tak bertanya lagi kepada Bi Marni. Dia melangkah menuju ke kamar di ikuti Bi Marni yang membantu membawakan kopernya.
Sesampainya di kamar, Raka mendengar ponselnya berdering. Ternyata itu ibunya yang menelepon. Dengan malas dia mengangkat panggilan itu. Pasti ibunya akan menanyakan hal yang sama yaitu cucu.
''Hallo, ada apa?'' tanya Raka yang sudah mendekatkan ponselnya ke telinga.
''Raka, kapan mamah menimang cucu? Apa istrimu belum hamil juga?''
''Belum, Mah. Lagian kenapa sih kalau belum hamil? Mungkin memang belum saatnya.''
''Kalian konsultasikan ke dokter, Nak. Mamah takut jika di antara kalian ternyata ada yang tidak subur.''
''Iya, Mah. Besok Raka mau ajak Alina ke dokter.''
''Mamah tunggu kabar baiknya dari kalian. Sudah, Nak. Mamah masih ada urusan di luar.''
Kini ke duanya sudah selesai berteleponan.
Raka mengacak rambutnya dengan kasar. Entah apa yang harus dia lakukan karena ibunya selalu menanyakan cucu. Sedangkan dia dan Alina belum pernah berhubungan. Entah kenapa sampai beberapa bulan ini dia masih berat untuk menerimanya.
Raka pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Mungkin dia akan berendam dengan air hangat untuk menghilangkan rasa lelahnya. Sejenak Raka memejamkan ke dua matanya sambil menyenderkan kepalanya di pinggir bathtub. Tiba-tiba terlintas wajah Raisa yang sedang tersenyum di ingatannya.
''Aku membayangkan apa sih,'' Raka menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba untuk menghilangkan bayangan Raisa yang tadi sempat terlintas di ingatannya.
.....
.....
Satriya dan Nenek Maryam melihat Raisa yang terlihat rapi dan membawa tas selempang. Seperti akan pergi saja.
''Rai, kamu mau kemana malam-malam begini?'' Nenek Maryam bertanya kepada Raisa.
''Tiba-tiba Raisa ingin makan nasi padang, Nek. Jadi Raisa berniat keluar sebentar mau beli, sekalian di makan disana.''
''Biar saya antar, Rai. Kamu jangan pergi sendirian,'' tawar Satriya.
''Tidak usah, saya tidak mau mengganggu waktu istirahat Pak Satriya.''
''Apa yang Satriya katakan benar, Nak. Kamu tidak boleh pergi sendirian. Kamu mau ya di antar dia?''
Sepertinya Raisa tak bisa menolak kebaikan majikannya. Namun dia juga tak enak karena merasa sudah sangat sering merepotkan.
''Baiklah, saya mau.''
Satriya berpamitan kepada neneknya, lalu pergi ke kamar untuk mengambil kunci mobil.
Saat ini keduanya berada di perjalanan menuju ke restoran yang menyediakan masakan khas padang.
Sebenarnya ada warung nasi padang di depan kompleks perumahan yang di tinggali Satriya. Namun karena warung itu kecil, jadi Satriya mengajak Raisa pergi ke restoran padang yang berada di dekat kantornya. Sekalian itu juga menjadi kesempatan untuk dia dan Raisa berduaan. Jarang-jarang mereka jalan berdua seperti ini.
''Nah kita sudah sampai. Ayo turun!''
Raisa dan Satriya turun dari mobil. Mereka berjalan berdampingan memasuki restoran nasi padang. Jika yang tak tahu, mungkin mengira jika mereka itu sepasang suami istri.
Satriya mempersilakan Raisa untuk memesan menu yang dia inginkan.
Sejenak Raisa ragu, dia takut jika di kira kelaparan, Karena yang dia inginkan bukan hanya satu menu saja.
Satriya melihat Raisa yang beberapa kali menatap ke arahnya.
''Kenapa Rai? Kamu kok seperti mau bicara tapi ragu,'' Satriya memperhatikan tingkah Raisa.
''Em itu, Pak. Kalau saya mau ayam goreng, ayam bakar, rendang, apa boleh?''
''Astaga bumil yang satu ini makan banyak sekali. Ambil saja yang kamu suka, jangan malu sama saya. Saya paham kok kalau wanita hamil itu porsi makannya lebih banyak dari biasanya.''
''Pak Satriya mau pesan apa?''
''Saya nanti pesan sendiri saja. Lebih baik kamu pesan duluan.''
''Baik, Pak.''
Satriya terlihat gemas melihat tingkah Raisa.
Kini Raisa dan Satriya duduk saling berhadap-hadapan. Satriya ikut senang melihat Raisa yang tampak lahap saat makan.
''Kenapa Pak Satriya lihatin saya? Heran ya lihat saya makan banyak?'' Raisa menyadari jika Satriya sedang memperhatikannya.
''Saya senang melihat kamu makan banyak. Itu berarti kamu dan anakmu selalu sehat.''
Satriya melihat ada sisa nasi yang ada di sudut bibir Raisa. Dia mengambil tisu lalu mengelap sudut bibir Raisa.
Raisa kaget, baru pertama kali ini ada yang melakukan hal romantis seperti ini. Tapi yang melakukannya adalah majikannya dan itu membuatnya sedikit canggung.
''Eh maaf, tadi ada sisa makanan,'' Satriya kembali menjauhkan tangannya.
''Terima kasih, Pak. Pak Satriya perhatian sekali sama saya.''
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments