Satu bulan telat berlalu, Raisa menjalani hari-harinya seorang diri. Itu yang membuatnya kesepian. Karena dia tidak tahu keluarganya. Dulu dia tinggal di panti asuhan hingga lulus SMA. Setelah lulus dia memilih untuk hidup mandiri dengan bekerja dan keluar dari panti asuhan itu.
Entah kenapa akhir-akhir ini Raisa merasa mudah sekali lelah. Padahal biasanya dia tidak selemah itu. Tapi sekarang, hanya berjalan kaki dari kontrakan ke restoran tempatnya kerja juga tidak mampu. Dia harus menaiki angkot, padahal jaraknya tak terlalu jauh.
Terlihat Anisa yang sedang duduk di salah satu kursi yang ada di restoran. Dia mengelap wajahnya yang berkeringat dengan tisu. Tiba-tiba dia di kejutkan dengan suara seseorang yang di kenalnya. Dia beranjak dari duduknya saat melihat atasannya datang menghampirinya.
''Rai, ada yang ingin saya bicarakan sama kamu. Mari ikut ke ruangan saya!'' ucap Pak Satriya yang merupakan atasan Raisa.
''Baik, Pak.'' Raisa mengikuti Pak Satriya yang sudah melangkah duluan.
Kini keduanya sudah sampai di ruangan Pak Satriya, bahkan keduanya duduk berhadap-hadapan.
''Rai, saya mendapat laporan dari beberapa karyawan yang mengatakan jika kamu sebentar-sebentar istirahat. Jelas mereka merasa terganggu karena berpikir jika kamu tidak serius dalam bekerja. Sekarang saya tanya, kenapa kamu jadi seperti ini? Kamu itu salah satu karyawan kebanggaan saya loh, tapi kenapa sekarang jadi seperti ini?'' Satriya menunggu penjelasan dari Raisa.
''Maaf, Pak. Tapi akhir-akhir ini saya merasa tak bertenaga dan mudah lelah,'' Raisa mengungkapkan apa yang memang dia rasakan.
''Kamu sakit? Saya tidak tahu, Pak. Saya belum periksa ke dokter.''
''Kamu harus segera ke dokter, dari pada menghambat kamu untuk bekerja jika terus mudah lelah.''
''Baik, Pak. Nanti setelah pulang kerja saya akan langsung pergi ke klinik.''
''Oke, sekarang kamu boleh pergi.''
Raisa berpamitan kepada atasannya, lalu dia beranjak dari duduknya. Baru juga dia hendak keluar dari ruangan itu, namun dia merasakan kepalanya sangat pusing. Raisa memegangi kepalanya, dan tak lama dia tak mampu lagi untuk menopang tubuhnya. Untung saja ada Satriya yang langsung memegang tubuhnya sehingga tidak terjatuh ke lantai.
''Rai ... '' beberapa kali Satriya menepuk-nepuk pelan pipi Raisa, namun ternyata Raisa tak juga sadar. Terlihat sekali rasa khawatir yang tak biasa dari wajah Satriya. Dia memang diam-diam menaruh hati kepada Raisa. Itu juga sebabnya dia mengambil alih untuk mengelola restoran itu saat pertama kali melihat Raisa. Mungkin itu yang di namakan cinta pada pandangan pertama.
Satriya menggendong Raisa dengan kedua tangannya, lalu dia membawanya keluar dari ruangan itu. Beberapa karyawan yang melihat adegan romantis itu merasa iri. Terlebih karyawan wanita yang memang mengagumi sosok Satriya. Satriya akan langsung membawa Raisa ke rumah sakit. Jujur saat ini dia sangat khawatir. Dia takut jika Raisa sakit serius.
Sepanjang jalan Satriya terus menatap Raisa dari pantulan kaca mobil. Kebetulan Raisa di baringkan di jok belakang.
''Yang sabar, Rai. Sebentar lagi kita sampai kok,'' gumam Satriya.
Untung saja jalanan tidak macet sehingga mereka sampai lebih cepat di rumah sakit. Dengan sigap Satriya menggendong Raisa lalu membawanya masuk ke dalam rumah sakit. Dia mendaftarkan Raisa di bagian pendaftaran dan meminta pelayanan VIP sehingga Raisa bisa langsung di tangani detik ini juga.
Satriya menatap dokter yang sedang memeriksa Raisa. Saat dokter itu selesai memeriksa, ia langsung mendekatinya dan bertanya.
''Dok, bagaimana keadaan Raisa?'' tanya Satriya yang tampak khawatir.
''Dia kelelahan, sebaiknya untuk beberapa hari ini di rawat di rumah sakit ini. Apalagi kemungkinan dia sedang hamil,'' ucapnya.
Ucapan terakhir dokter membuat Satriya terkejut. Dia sedikit kecewa jika saja kemungkinan Riasa sedang hamil. Itu berarti dia tidak bisa lagi mendekatinya.
''Hamil?''
''Benar, tapi untuk hasil lebih akuratnya lebih baik nanti Bu Raisa melakukan pemeriksaan setelah sadar dari pingsannya. Saya permisi dulu, nanti kalau sadar jangan lupa langsung menghubungi saya.''
''Baik, Dok. Terima kasih.''
''Sama-sama,'' dokter itu berlalu pergi dari ruangan itu.
Satriya duduk di kursi yang ada di samping ranjang pasien tempat Raisa berbaring. Dia menatap wajah Raisa yang terlihat sangat pucat. Tak lama dia melihat Raisa yang mulai mengerjapkan kedua matanya.
''Rai, kamu sudah sadar?''
''Aku dimana?'' Raisa menatap langit-langt rumah sakit sambil memegangi kepalanya yang sakit.
''Kamu di rumah sakit, Rai. Tadi kamu pingsan di restoran.''
''Ini ruangannya bagus sekali, aku tak mampu membayar biaya rumah sakit. Lebih baik aku pergi saja,'' Raisa hendak beranjak dari atas ranjang pasien, namun Satriya melarangnya.
''Jangan! Biar kamu berbaring dulu. Tidak usah memikirkan biaya rumah sakit. Semuanya biar saya yang menanggung.''
''Tapi ... '' ucapan Raisa terhenti saat melihat Satriya yang menaruh jari telunjuknya di bibirnya.
''Tidak usah protes! Saya keluar dulu mau memanggil dokter.''
Raisa diam, dia menatap Satriya yang sedang melangkah mendekati pintu keluar.
Kini Raisa sudah di lakukan pemeriksaan lanjutan oleh dokter. Ternyata benar, saat ini dia sedang hamil. Tentu Raisa terkejut mengetahui kenyataan itu. Entah apa yang harus dia lakukan sekarang. Tidak mungkin jika dia memohon kepada Raka dan meminta untuk kembali menikahinya. Pasti Raka tidak akan mau dan Bu Sandra juga tak mungkin menerimanya.
'Kenapa kamu hadir di situasi seperti ini, Nak.' batin Raisa, sambil mengusap perutnya yang masih datar. Dia bukannya tidak menerima kehamilannya, namun dia akan merasa sulit untuk membesarkan anak itu seorang diri. Terlebih dia hidup di lingkungan masyarakat, pasti mereka memandangnya sebelah mata karena mengandung tanpa suami. Baginya itu tak masalah, namun bagaimana dengan anaknya kelak. Apalagi jika anaknya menanyakan siapa ayahnya.
Saat ini Raisa dan Satriya sedang berada di perjalanan pulang. Sejak tadi Raisa hanya diam menatap kendaraan yang berlalu lalang dari kaca mobil.
''Kenapa diam? Harusnya senang loh kalau hamil,'' Satriya tampak membuka suara. Sejak tadi keduanya memang hanya diam saja.
''Ya senang jika ada suami, tapi aku sekarang seorang janda. Apa yang harus aku lakukan? Tidak mungkin aku meminta untuk kembali dengan mantan suamiku, karena dia juga sudah mempunyai wanita penggantiku. Lagian dia pasti tidak mau menerimaku lagi.''
Satriya mengerti dengan apa yang Raisa rasakan saat ini. Namun dia tidak tahu harus membantu apa. Lagian tidak mungkin menikahi wanita yang sedang hamil, biar pun itu sosok wanita yang dia kagumi. Tapi setidaknya dia masih bisa membantu dengan mengizinkannya bekerja di restoran.
''Yang sabar, Rai. Kamu harus tetap semangat, apalagi ada anak yang harus kamu perjuangkan. Kamu masih boleh kok bekerja di restoran.''
''Benarkah?''
''Benar, jika kamu butuh bantuan jangan sungkan untuk bicara sama saya. Saya siap untuk membantu.''
''Terimakasih karena Pak Satriya selalu baik sama saya.''
''Anggap saja itu atas dasar kemanusiaan. Lagian saya tidak akan tega melihatmu kesusahan.”
Raisa merasa senang karena Satriya begitu baik kepadanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Resa Novi
kok ada ya cewek sebego raisa ini,udah tau suaminya gk mau dan nyiksa dia trus malah ngash keperawanan nya gk berpikir panjang bgt jd cewek
2025-01-25
0
Julik Rini
sabar Raisa, semoga kebahagiaan segera datang
2023-02-04
0
🌹Nabila Putri🌹
semoga Satria jodoh Raisa di masa depan
2022-11-14
0