Episode.13

☆Sebelum baca bab ini, baca bab sebelumnya karena ada sedikit penambahan kata☆

Terlihat Satriya yang baru pulang kerja. Dia membawa paper bag di tangan kanannya. Satriya melihat Raisa yang sedang menyapu di ruang depan.

''Rai, tidak usah terlalu rajin, nanti kamu kelelahan loh.''

''Aku tidak merasa lelah kok, lagian ini sudah pekerjaanku,'' Raisa hanya tersenyum kecil sambil menimpali perkataan Satriya.

Satriya memberikan paper bag yang dia bawa kepada Raisa.

''Ini ambilah!''

''Apa ini?''

''Ini gaun untuk kamu. Besok kamu temani saya ya pergi ke pesta pernikahan rekan bisnis. Saya malu jika pergi sendirian.''

''Tapi saya tidak pantas jika pergi ke pesta seperti itu.''

''Kata siapa tidak pantas? Kamu sangat pantas kok.''

Raisa tampak memikirkan kebaikan hati Satriya selama ini. Justru dia merasa tidak enak jika menolak ajakannya.

''Baiklah, saya mau menemani Pak Satriya.''

''Bagus, besok biar nenek yang bantu kamu berdandan. Saya pemisi dulu ya mau ke kamar.''

''Silakan, Pak.''

Raisa menaruh paper bag yang dia pegang ke atas sofa. Lalu dia kembali melanjutkan menyapu. Memang karena dia yang sedang hamil, Satriya dan Nenek Maryam melarang Raisa untuk melakukan pekerjaan yang berat. Mereka meminta Raisa melakukan pekerjaan yang mudah saja. Bahkan sedikit-sedikit menyuruhnya untuk beristirahat.

Setelah selesai menyapu, Raisa pergi ke kamar untuk menaruh gaun yang di berikan oleh Satriya. Dia mengambil gaun itu dari dalam paper bag. Ternyata gaun itu begitu indah dan terlihat sangat mewah. Raisa sangat suka, itu terlihat seperti gaun yang biasa di gunakan para selebritis. Bagian perut juga terlihat longgar. Mungkin Satriya sengaja membelikan gaun yang seperti itu agar perutnya yang buncit tak terlalu terlihat jika dia mengenakan gaun itu.

Nirmala sudah keluar dari kamar. Dia pergi ke dapur untuk mengerjakan pekerjaan yang lain. Ya, dia akan mencuci peralatan dapur yang kotor, karena tadi pembantu lain habis memasak.

''Bagaimana gaunnya? Apa kamu suka?'' tanya Satriya yang datang tiba-tiba.

''Gaunnya sangat bagus dan saya sangat suka. Apakah itu gaun di pinjamkan ke saya?''

''Bukan, Rai. Gaun itu ya untuk kamu.''

''Benarkah?'' terlihat sekali raut kebahagiaan di wajah Raisa. Hanya di kasih gaun saja dia sangat senang.

''Benar, Rai.''

''Terima kasih, Pak. Tapi, apakah saya tidak perlu mengganti uang?''

''Tidak perlu, kamu terlalu berlebihan sekali deh.''

Raisa sudah tidak sabar untuk mengenakan gaun itu. Karena selama ini dia belum pernah mengenakan gaun sebagus dan seindah itu.

.....

.....

Nenek Maryam menghampiri Raisa yang sedang mengelap perabot di ruang depan.

''Rai, ayo saya bantu kamu pakai make up. Satu jam lagi kamu ikut sama Satriya loh.''

''Baik, Nek.'' Raisa menghentikan pekerjaannya lalu dia ikut dengan Nenek Maryam memasuki salah satu kamar tamu yang akan menjadi tempat dia di rias oleh Nenek Maryam.

Raisa masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamar tamu untuk mencuci tangannya yang kotor berdebu. Dia juga mencuci wajahnya.

''Nak, duduk disini!'' ucap Nenek Maryam saat melihat Raisa yang baru keluar dari kamar mandi.

Raisa menghampiri Nenek Maryam. Dia duduk di kursi depan meja rias.

Dengan telaten Nenek Maryam mulai memoleskan skin care di wajah Raisa Walaupun usianya yang sudah tua, namun mengerti jika masalah merias. Karena semasa muda dulu Nenek Maryam pernah menjadi seorang perias artis.

Hanya beberapa menit saja wajah Raisa kini sudah terlihat cantik. Nenek Maryam memanglah ahlinya jika menyangkut mempercantik wajah. Bahkan merk skin care yang Raisa pakai juga merupakan merk terkenal dan pastinya aman untuk di pakai.

Raisa beberapa kali mengedipkan matanya sambil melihat penampilan dirinya di depan cermin. Sungguh di luar yang dia duga. Riasan di wajahnya terlihat sangat sempurna. Dia mengakui jika Nenek Maryam sangat ahli.

''Nek, ini benar saya?'' Raisa masih menatap pantulan dirinya di depan cermin.

''Iya, Rai. Masa kamu tidak mengenali wajah kamu sendiri?''

''Bukan begitu, Nek. Tapi riasan ini sangatlah sempurna. Terima kasih ya karena sudah merias saya secantik ini.''

''Sama-sama, Rai. Pada dasarnya kamu itu sudah cantik, jadi jika di tambah polesan di wajah akan semakin cantik.''

''Nenek bisa saja,'' Raisa tersipu malu saat di sanjung seperti itu.

"Sekarang kamu ganti baju dulu, Nak. Nanti Nenek rapikan lagi rambut kamu."

"Baik, Nek. Raisa ke kamar belakang dulu," Raisa beranjak dari duduknya, lalu dia pergi keluar dari kamar. Tujuannya saat ini pergi ke kamarnya untuk berganti pakaian.

Satriya tampak tak berkedip melihat penampilan Raisa yang terlihat begitu cantik. Lalu tatapannya beralih ke samping menatap neneknya yang sedang duduk.

"Kerja bagus, Nek. Raisa sangat cantik," Satriya berbicara setengah berbisik.

"Nenek gitu yang merias, ya sudah pasti cantik."

Satriya kembali menatap Raisa.

"Rai, kamu pakai ini ya untuk alas kaki," Satriya menunjuk sepatu tidak ber hak yang dia beli di toko yang masih terbungkus.

"Saya jadi tidak enak nih merepotkan terus."

"Justru saya yang sudah merepotkanmu karena mengajak kamu pergi."

Satriya dan Raisa berpamitan dengan Nenek Maryam, barulah mereka pergi.

Kini keduanya sudah berada di perjalanan menuju ke pesta. Raisa belum tahu itu pesta siapa. Karena memang dia tak bertanya.

Akhirnya mereka sampai juga di depan hotel tempat acara. Setelah memarkirkan mobil, Satriya mengajak Raisa untuk masuk ke dalam. Mereka sampai juga di ballroom hotel tempat acara. Raisa menatap sekelilingnya yang tampak megah. Sungguh siapa pun yang melihatnya pasti kagum dengan konsep pernikahan seperti itu.

Tatapan Raisa beralih ke seseorang yang di kenalnya yang sedang mengobrol dengan salah satu tamu. Ya, dia Bu Sandra mantan ibu mertuanya. Raisa memberanikan diri bertanya kepada Satriya.

"Siapa pemilik pesta ini?" tanya Raisa.

"Raka dan Alina," ucap Satriya dengan setengah berbisik.

Deg

Raisa sangat terkejut mendengar penuturan Satriya. Seolah jantungnya melompat dari tempatnya. Terasa nyeri namun tak berdarah. Sakit sekali saat tahu ayah dari anaknya akan menikah. Secepat ini? Ya, dia baru tahu jika ternyata pernikahan mereka secepat ini. Baru satu bulan yang lalu dia menghadiri pesta pertunangan mereka, kini dia beralih menghadiri pesta pernikahannya.

Satriya melihat Raisa yang tampak diam mematung dengan ekspresi wajah yang tak biasa.

"Rai, kamu kenapa?" Satriya mencoba menyadarkannya dengan menepuk pelan bahu Raisa.

"Eh ... Tidak kok," Raisa terpaksa memperlihatkan senyum palsunya seolah dia nampak biasa saja.

"Sepertinya kamu mendadak sedih? Kamu kenapa? Kamu mau apa? Mungkin ada yang bisa saya lakukan untukmu?"

"Saya tidak mau apa-apa kok."

"Lalu kenapa terlihat sedih?"

Raisa mendekatkan wajahnya ke telinga Satriya. Lalu dia berucap setengah berbisik.

"Yang Pak Satriya maksud Raka itu mantan suami saya. Lebih tepatnya ayah dari anak yang saya kandung."

Satriya terkejut mendengar penuturan Raisa. Selama ini dia tak pernah tahu siapa ayah dari anaknya. Ternyata ayah dari anak Raisa itu tak lain adalah rekan bisnisnya.

"Maafkan saya ya karena sudah mengajakmu pergi ke pesta ini. Ayo kita pergi! Saya tak mau melihat kamu sedih."

"Sudah terlanjur, saya akan bersikap biasa saja di depan mereka. Saya juga akan menunjukkan bahwa saya bisa bahagia tanpa Mas Raka."

"Maaf ya," jujur Satriya masih merasa tak enak hati kepada Raisa.

"Santai saja, Pak."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!