Hari demi hari telah berlalu. Tak terasa kini perut Raisa semakin terlihat buncit. Kandungannya sudah memasuki usia Lima bulan. Terkadang ada kesedihan yang dia rasakan. Apalagi saat tidur, sering sekali dia ingin di peluk oleh ayah dari anak yang dia kandung. Ada rasa sedih dalam hatinya harus menjalani hari-harinya seorang diri. Namun dia harus kuat, ada anak yang harus di perjuangkan.
''Nak, yang sabar ya. Kita bisa kok hidup berdua. Mamah akan menjadi ibu sekaligus ayah untukmu,'' gumam Raisa sambil mengusap perut buncitnya.
Dari arah belakang, terlihat Satriya yang menatapnya sejak tadi. Kebetulan Satriya baru pulang kerja dan langsung saja mencari keberadaan Raisa. Ternyata Raisa sedang duduk di taman belakang rumah.
''Rai, ini ada sesuatu untuk kamu,'' Satriya mendekati Raisa. Dia menaruh bingkisan yang dia bawa ke atas meja taman.
''Apa ini? Baunya harum sekali,'' Raisa menghirup harum daun pandan dari sesuatu yang masih terbungkus kresek hitam.
''Buka saja!'' pintanya.
Raisa membuka plastik itu, lalu dia mengambil sebuah kotak berbahan kertas. Tertulis di pinggirnya Bread and cake. Dengan tidak sabaran Raisa langsung membuka penutupnya. Kedua matanya berbinar saat melihat kue rasa pandan, apalagi aromanya sangat harum.
Raisa menatap Satriya yang duduk di hadapannya.
''Terima kasih, Pak. Pak Satriya selalu baik sama saya.''
''Sama-sama, Rai. Kalau kamu menginginkan sesuatu jangan sungkan sama saya. Kamu tinggal bilang saja ya,'' pinta Satriya. Dia tahu kalau orang hamil pada umumnya itu selalu menginginkan sesuatu yang memang harus terpenuhi.
''Baik, Pak.'' walaupun tidak merasa enak, namun Raisa mengiyakan. Lagian jika bilang tidak, Satriya tetap selalu membelikannya makanan.
''Saya masuk dulu mau mandi.''
''Pak Satriya tidak ingin mencicipi kue ini?'' tanya Raisa.
''Tidak usah, itu untuk kamu semuanya biar kamu dan anak kamu sehat selalu.''
''Amin, Pak. Sekali lagi terima kasih ya.''
''Sama-sama, Rai.'' setelah mengatakan itu Satriya segera pergi dari sana.
Raisa merasa sangat beruntung mempunyai majikan sebaik Satriya. Karena jarang sekali ada majikan yang mau membelikan ini itu untuk pembantunya. Tapi Raisa merasa tidak enak, karena dia seperti di spesialkan di rumah itu. Padahal dia hanya seorang pembantu. Untung saja pekerja lain di rumah itu juga baik kepadanya. Tidak ada yang iri saat melihat dia di spesialkan oleh majikannya. Malahan mereka juga merasa kasihan melihat Raisa yang sedang hamil namun tidak ada keluarga di sampingnya.
.....
.....
Alina baru sampai di rumah ibunya. Dia masuk begitu saja tanpa permisi. Alina melihat ibunya yang sedang duduk sambil menatap sesuatu di tangannya.
''Mah, lagi ngapain?'' tanya Alina.
Bu Diana menyembunyikan foto berukuran kecil yang dia pegang. Itu merupakan foto seseorang yang amat di rindukan. Tapi sayangnya orang itu kini telah tiada.
''Tidak kok, mamah tidak ngapa-ngapain. Hanya sedang duduk saja.''
''Yang benar, Mah? Tadi Alin melihat mamah seperti sedang melihat sesuatu,” Alina melihat jelas jika tadi ibunya sedang memegang sesuatu.
''Kamu salah lihat kali,'' Bu Diana masih belum mau jujur kepada Alina menyangkut orang di masa lalunya itu. Karena Bu Diana tak mau jika nantinya Alina kecewa saat tahu kenyataan yang ada.
Alina mencoba percaya begitu saja kepada ibunya. Lagian ibunya tidak mungkin menyembunyikan hal penting kepadanya.
''Kamu datang sama siapa?'' Bu Diana tampak menatap ke arah pintu masuk, namun tidak ada tanda-tanda keberadaan Raka disana.
''Datang sendiri, Mah. Alin kangen sama mamah,'' ucapnya.
Alina kini duduk di hadapan ibunya.
''Bagaimana pernikahan kamu dengan Raka? Sudah ada tanda-tanda kehamilan belum?''
Sejenak Alina diam, bagaimana bisa hamil jika suaminya saja tidak pernah menyentuhnya. Bahkan sampai sekarang mereka masih pisah ranjang.
''Pernikahan kami baik-baik saja, Mah. Mas Raka sangat baik sama Alin. Kami juga belum mau terburu-buru untuk mendapat momongan,'' ucap Alina. Terpaksa dia berkata seperti itu agar ibunya tak mengkhawatirkannya.
''Syukurlah jika hubungan kalian baik-baik saja. Mamah senang mendengarnya.''
''Mah, Alin mau ke kamar atas ya.''
''Iya, Nak. Kamu istirahatlah!''
Setelah kepergian Alina, Bu Dinda kembali mengambil foto yang tadi di sembunyikan. Itu adalah foto adiknya yang sudah meninggal. Sebenarnya adiknya itu orang tua kandung Alina. Sedangkan Bu Dinda sendiri dulu mempunyai seorang putri. Namun putrinya itu mengalami kecelakaan tragis bersama adiknya. Saat itu mereka sedang bertukar anak, karena dari dulu Alina sangat lengket bersamanya. Namun malah dirinya yang harus kehilangan anaknya sendiri.
'Semoga kalian tenang di alam sana,' batin Bu Dinda sambil memandang foto adiknya dan foto anaknya.
.....
.....
Segala cara telah Alina lakukan untuk mengambil hati suaminya. Namun semuanya gagal. Dia sama sekali tak bisa membuat suaminya kembali bersikap manis kepadanya.
Alina melihat suaminya yang baru pulang kerja. Dia mengikuti suaminya menuju ke kamar.
''Mas, sampai kapan kamu mau begini? Kita itu sepasang suami istri, tapi tidak seperti pasangan pada umumnya. Sudah cukup kamu mendiamiku selama ini. Aku juga butuh perhatian darimu, Mas. Tapi kamu malah sibuk sendiri,'' Alina berbicara kepada suaminya yang sedang sibuk melepaskan kancing kemejanya.
Entah kenapa Raka masih sulit sekali untuk menerima keadaan Alina yang sudah tak virgin lagi. Ada penyesalan di hatinya karena telah menikahinya. Namun semuanya sudah terlanjur. Dia tidak mungkin juga menceraikannya karena tidak mau ibunya sedih. Bu Sandra memang sangat suka tipe menantu seperti Alina yang tampak berkelas.
''Beri aku waktu,'' ucap Raka.
Lagi-lagi suaminya meminta waktu. Entah sampai kapan Alina harus menunggu. Namun itu yang selalu suaminya katakan jika dia meminta kejelasan hubungan rumah tangga mereka.
''Baiklah, kamu memang selalu butuh waktu untuk mau menerimaku,'' setelah mengatakan itu Alina pergi keluar dari kamar.
Alina pergi ke taman belakang untuk menghirup udara segar. Rasanya sudah lelah dia menjalani pernikahan hampa seperti itu. Tak ada wanita yang mau di abaikan oleh pasangannya, termasuk dirinya.
''Ekhem ... ekhem ... '' seseorang berdehem dari arah belakang Alina.
Alina bisa menebak itu suara siapa. Ya itu Aldo, sopir pribadi suaminya. Namun kini sudah menjadi sopirnya, karena suaminya yang meminta Aldo untuk mendampinginya kemana pun pergi.
''Eh Kak Aldo, sini duduk!''
''Maaf, Non. Tapi saya hanya seorang sopir, jadi tidak pantas duduk bersama majikan.''
''Menurut saja! Ada yang ingin saya katakan.''
Aldo menurut, dia duduk di sebelah Alina. Ternyata yang Alina bilang ingin mengatakan sesuatu itu curhat. Dia curhat masalah rumah tangganya dengan Raka. Aldo hanya bisa mendengarkan saja tanpa memberi solusi. Karena dia juga belum menikah, jadi tidak bisa memberikan solusi untuk majikannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments