"Bima!" ucap wanita asing itu dengan lirih. Walaupun terdengar lirih, tetapi Tsamara dan sang empunya nama dapat mendengar suara tersebut.
Pemilik tubuh tinggi, gagah dan tegap seperti lakon dalam tokoh pewayangan Mahabharata membeku di tempat. Bumi tempatnya berpijak seolah berhenti berputar. Suara tercekat kala netra pria itu bersitatap dengan pemilik iris coklat. Sekian lama mencari akhirnya dia dipertemukan kembali dengan seseorang yang pernah memberikan warna indah dalam hidupnya.
Tsamara memperhatikan gerak gerik Bimantara dan wanita asing tersebut. Bola mata bergerak, menatap kedua orang itu secara bergantian. Melihat bagaimana suami tercinta memandang wanita asing itu dengan tatapan mata yang sulit diartikan, entah kenapa dia merasa tidak nyaman dan muncul rasa cemburu di dalam diri. Namun, dia segera menepis pikiran negatif itu dari benaknya.
"Kalian berdua saling kenal?" tanya Tsamara. Pandangan mata tak beralih dari dua sosok di sebelahnya.
Bimantara tersadar dari lamunannya yang sempat tersesat pada suatu waktu dari masa lampau. Dia memalingkan wajah ke arah lain lalu berdehem dengan canggung. Sementara Emma menjadi salah tingkah karena sempat tenggelam dalam pesona sang mantan kekasih. Dari dulu hingga sekarang, pria itu tak berubah sedikit pun malah bisa dikatakan sang CEO semakin tampan dan memesona di usianya yang hampir mengingjak kepala tiga.
"Ah, ya. Kami adalah teman masa kuliah dulu," jawab Emma sembari tersenyum kaku, mencoba menutupi rasa canggung akibat bertemu lagi dengan mantan kekasih. Degup jantung wanita itu selalu berdetak saat berada di dekat Bimantara.
Wajah Tsamara berubah sumringah. Tak menduga akan dipertemukan dengan seseorang yang merupakan teman semasa kuliah sang suami dulu. "Sungguh? Aah ... kebetulan sekali kalau begitu." Sang dokter cantik mengulurkan tangan ke depan sambil berkata, "Perkenalkan, namaku Tsamara--istri Kak Bima." Tersenyum lebar hingga memperlihatkan deretan gigi putih dan bersih.
Belum hilang rasa keterkejutan Emma karena bertemu kembali dengan Bimantara setelah lima tahun berpisah, kini dia dikejutkan lagi akan sebuah fakta bahwa mantan kekasihnya sudah menikah dengan wanita lain. Hati wanita itu sakit seakan merasakan sebilah pisau menusuk kemudian mengoyak-ngoyak hingga menjadi beberapa bagian. Dada terasa sesak, seolah udara sekitar tak mampu memberikan pasokan oksigen untuk paru-parunya.
Melihat tatapan sendu dengan raut wajah Emma berbeda dari sebelumnya membuat Bimantara berpikir, mungkinkah wanita itu sedih karena dirinya telah bersanding dengan wanita lain? Ataukah itu hanya perasaannya saja? Ada banyak pertanyaan berkecamuk di dalam pikiran pria itu. Entah mana yang benar, dia pun tidak tahu.
"Emma ini teman kuliahku sewaktu masih di London. Setelah lulus kuliah, kami kehilangan kontak dan baru bertemu lagi hari ini," jawab Bimantara sembari menatap lekat wajah Emma.
Tampak Tsamara mengangguk-anggukan kepala. "Pantas saja sewaktu pesta, aku tidak melihat temanmu ini berada di resepsi pernikahan kita. Rupanya kalian sudah lama tidak bertemu." Terus mengulum senyum manis di wajahnya yang cantik jelita. "Sayang sekali ya padahal, aku sangat ingin bertemu dengan teman-teman Kak Bima sewaktu kuliah dulu. Pesta pernikahan kami pasti semakin meriah bila banyak tamu undangan yang hadir turut memberikan do'a restu."
Emma tidak tahu harus menjawab apa. Butiran kristal yang ada di sudut mata nyaris meluncur bila tak segera dihentikan. Wanita itu mendongakan kepala ke atas, mengedipkan mata berkali-kala. Dia tidak mau kalau sampai orang lain tahu bahwa saat ini mantan kekasih Bimantara sedang bersedih.
Setelah mampu menguasai diri, barulah Emma dapat bersikap biasa saja, seolah tak pernah terjadi apa pun di antara dia dan Bimantara.
"Ya, sayang sekali. Namun, aku belum terlambat bila mengucapkan selamat untuk kalian berdua, 'kan?" Senyum getir terlukis di wajah manis. Baik Tsamara maupun Bimantara tak melihat bagaimana jemari lentik Emma meremat ujung blouse yang dikenakan untuk menguatkan diri agar tak menangis di hadapan mereka.
Tangan Emma terulur ke depan, menjabat tangan Tsamara. "Happy wedding for you, Tsamara. Semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah. Rumah tangga kalian harmonis hingga maut memisahkan." Meskipun hati terasa hancur berkeping-keping saat mengucapkan kalimat terakhir, tapi dia mencoba tegar di hadapan sepasang pengantin baru.
Tsamara menerima uluran tangan itu. Permukaan kulit wanita cantik saling bersentuhan. Tanpa diduga, nyonya muda Danendra melangkah maju untuk memeluk Emma. "Terima kasih banyak, Emma. Semoga Tuhan mengabulkan do'a yang kamu berikan untukku dan Kak Bima."
Pelukan pun terurai, Tsamara kembali berdiri di sebelah Bimantara. "Emma, apakah kamu berlibur juga di sini atau memang dirimu telah menjadi salah satu penduduk pulau ini?"
"Ehm ... aku cuma berliburan saja di sini. Kata teman-teman, pemandangan alam di pulau Maldives sangat indah. Karena ingin membuktikan perkataan mereka, akhirnya aku nekad datang ke sini. Ternyata yang dikatakan mereka benar. Pulai ini surga bagi para wisatawan yang ingin rehat sejenak dari rutinitas pekerjaan yang tak pernah berujung," jawab Emma dengan suara tenang.
Tsamara menganggukan kepala tanda setuju atas semua perkataan yang diucapkan oleh Emma. "Sampai kapan kamu di sini?"
"Besok lusa baru kembali ke Indonesia," jawab Emma singkat.
Dokter cantik tersenyum lebar. "Kebetulan sekali. Bagaimana kalau besok kita pergi jalan-jalan? Kita bisa pergi shopping, pergi ke tempat hiburan atau menikmati wisata kuliner selagi berada di Maldives. Pasti liburan kita semakin berkesan karena pergi bersama-sama." Tsamara mendongakan kepala, menatap wajah sang suami. "Benar 'kan, Kak?" tanya gadis itu meminta dukungan dari suami tercinta.
"Heem!" sahut Bimantara singkat tanpa membalas tatapan mata Tsamara.
"Emma, kamu mau 'kan pergi bersama kami? Kalau kamu ikut, aku jamin deh liburanmu kali ini akan semakin berkesan. Kita berdua bisa menghabiskan waktu bersama sambil berbincang hangat. Mau ya?" bujuk Tsamara. Sorot mata gadis itu penuh pengharapan.
"Tsamara, jangan memaksakan kehendakmu kepada orang lain! Terlebih orang itu baru kamu kenal!" tegur Bimantara. Pria itu merasa geram saat Tsamara mengajak Emma pergi bersama. Bukan karena tidak ingin berada di dekat Emma tapi dia cuma tak mau kalau mantan kekasihnya melihat bagaimana manjanya sikap sang istri saat mereka bersama. Dia khawatir Emma akan terluka nanti."
"Maaf. Aku terlalu antusias hingga lupa bagaimana harus bersikap di hadapan teman kuliahmu," hela Tsamara mengembus napas panjang.
Ingin menyanggah, tetapi Tsamara tak sanggup membantah perkataan Bimantara. Kembali teringat nasihat yang dikatakan Sekar saat resepsi pernikahan digelar beberapa hari lalu. Dia tidak mau dianggap istri durhaka karena sering mendebat sang suami.
Melihat sikap Bimantara yang terkesan begitu perhatian membuat hati Emma kembali terkoyak. Dia tidak sanggup bila harus berada di dekat mereka dalam jangka waktu lama.
"Maafkan aku, Tsamara. Tampaknya aku tidak bisa menerima ajakanmu. Besok aku sudah ada janji dengan teman-temanku. Mungkin lain waktu saja, ya," tolak Emma sopan. Terpaksa berbohong karena tak mau melihat kemesraan Bimantara dengan wanita lain.
"Aku harus segera kembali. Temanku pasti sudah menunggu terlalu lama. Bye, Tsamara." Sebelum pergi, Emma memungut telepon genggam miliknya yang terjatuh di atas pasir. Beruntungnya benda pipih itu tidak rusak, hanya kotor saja.
Tanpa menoleh ke belakang, Emma terus mengayunkan kaki menuju kamarnya. Sementara Bimantara, menatap kepergian wanita itu dengan tatapan nanar. Ingin rasanya dia berlari, mengejar wanita itu dan memeluk erat tubuh sang mantan kekasih. Namun, dia tidak bisa melakukan itu sebab sekarang ada Tsamara di antara mereka.
Saat tiba di kamar, Bimantara tak langsung masuk ke dalam kamar. Pria itu memilih duduk di sofa sambil meneguk segelas air putih dari dalam lemari es. Pria itu mem-flash back kembali kejadian beberapa menit lalu kala bertemu kembali dengan Emma.
Menghirup napas dalam, kemudian mengembuskan secara perlahan. "Aku harus menemui Emma dan menjelaskan semuanya agar tidak terjadi kesalahpahaman," gumam Bimantara. Lantas, dia bangkit dan berkata, "Tsa, aku pergi sebentar. Kamu istirahat saja. Jangan menungguku pulang!"
Bibir merah muda milik Tsamara terbuka, siap menyahuti perkataan Bimantara. Akan tetapi, sang suami telah pergi meninggalkan kamar itu tanpa memberikan kesempatan padanya untuk berkata.
"Cepatlah kembali, Kak, karena aku ingin memberikan kejutan padamu," ucap Tsamara lirih seraya menatap pintu kamar yang sudah tertutup rapat.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Muhammad Rully Romadhon
terlalu dibutakan oleh cinta ya Thor...sakit memang😔😔
2024-01-23
0
Abizar Meram
Tsamara 😘 nama yang unik
2022-11-13
0