Mobil yang dikendarai Tsamara telah memasuki gedung pencakar langit di kawasan Jakarta Selatan. Sebuah gedung milik Danendra Grup, berpusat pada pembuatan produk kosmetik dan parfum buatan lokal tetapi kualitas international. Tsamara turun dari mobil sambil menenteng satu kantong plastik daur ulang di tangan kanannya dan satu buah paper bag di sebelah kiri. Terlihat beberapa pegawai perusahaan di area lobi menyapa calon istri sang CEO.
"Selamat siang, Nona Tsamara," sapa Yolanda sekretaris Bimantara. Kebetulan wanita itu baru saja membelikan makanan siang untuk Bimantara. Ketika kembali, ia malah berpapasan dengan Tsamara.
"Halo, Mbak Yolanda. Apa kabar?" balas Tsamara ramah. Lantas, dia menyerahkan satu kantong plastik ke depan Yolanda. "Di dalam sini ada nasi kotak isi ayam geprek, tolong kamu bagikan kepada satpam dan OB. Kalau masih ada sisa, boleh berikan kepada siapa saja yang menginginkannya."
"Kabar saya baik, Nona. Baik, akan saya bagikan kepada mereka. Mereka pasti senang menerima makanan yang Nona berikan," jawab Nikita sambil menerima kantong tersebut.
Tsamara terkekeh pelan. "Tolong ya, dibagi rata," sambungnya lagi. "Ya sudah, kalau begitu aku naik dulu. Aku ingin memberikan kejutan untuk Kak Bima." Sebelum pergi, ia memberikan senyuman hangat kepada Yolanda serta beberapa pegawai perusahaan.
Saat pintu lift berdenting dan terbuka, Tsamara segera masuk ke dalam kotak persegi terbuat dari besi. Di dalam sana ada beberapa karyawan perusahaan yang terus menyapa dan memberikan senyuman kepada istri calon pemimpin perusahaan. Nama Tsamara memang cukup terkenal di kalangan mereka. Selain cantik, baik hati, dia juga mempunyai sifat ramah dan tidak sombong sehingga semua orang menyukainya.
Sementara itu, Bimantara masih sibuk mengerjakan beberapa dokumen perusahaan. Banyak berkas yang perlu ia tanda tangani segera. Saat sedang berkutat dengan tumpukan berkas, terdengar suara ketukan diiringi kemunculan asisten pribadi Bimantara.
"Permisi, Pak Bima. Saya ingin memberikan laporan terkait wanita yang Anda cari. Dari informasi yang didapat tak ada satu penumpang pun atas nama Emma Veronica, baik transportasi darat, laut maupun udara tidak tercantum nama tersebut," tutur Adrian, memberikan kejelasan atas perintah yang diberikan kepadanya beberapa hari lalu.
Bimantara mengembuskan napas kasar. Sudah sekian lama mencari keberadaan mantan kekasih tetapi tak ada satu pun petunjuk mengenai wanita itu.
Apabila mengingat kejadian di mana Emma memutuskan pergi dari sisi Bimantara, membuat ia sangat menyesal karena tidak bisa bersikap tegas dalam mengambil keputusan. Ia lebih memilih mengorbankan cinta demi mama tersayang yang saat itu tengah dirawat di rumah sakit setelah mengetahui bahwa sang anak menjalin cinta dengan wanita biasa, bukan dari kalangan pengusaha, pejabat apalagi konglomerat.
"Kamu boleh pergi sekarang. Jika ada informasi terkini, jangan lupa berikan kabar secepatnya kepadaku," ucap Bimantara dingin dan tegas.
"Baik, Tuan. Kalau begitu, saya permisi." Adrian menunduk, kemudian undur diri dari hadapan Bimantara. Pria berusia tiga puluh tahun itu baru saja hendak membalikan badan, melangkah mendekati pintu tiba-tiba saja ....
"Kejutan!" seru Tsamara dengan wajah sumringah. Suara gadis itu nyaring terdengar hingga memekikan gendang telinga semua orang.
"Tsa, kenapa kamu bisa masuk ke dalam ruanganku tanpa terdengar bunyi handle pintu dibuka?" tanya Bimantara sedikit terkejut, sebab tanpa terdengar suara sedikit pun gadis itu tiba-tiba sudah berada dalam ruangan.
Tsamara menyeringai ketika dimarahi Bimantara. "Itu terjadi karena pintu ruanganmu tidak tertutup rapat, Kak. Jadi aku bisa langsung masuk tanpa kalian sadari." Lantas, ia mengalungkan tangan di pundak dari arah belakang. "Sudah ya, jangan marah lagi. Aku mengaku salah. Lain kali tak kan melakukan perbuatan yang sama."
Posisi wajah gadis itu berada tepat di pipi sebelah kanan Bimantara. Keharuman parfum red musk milik Tsamara membuat sang CEO terbang ke awang selama beberapa detik. Aroma harum yang manis, creamy, leathery, spicy dipadukan dengan wewangian kayu-kayuan tercium begitu wangi dan menggoda.
Melihat betapa intimnya Bimantara dan Tsamara, Adrian merasa tak nyaman berada di antara mereka. Lantas, ia pergi secara diam-diam tanpa berpamitan terlebih dulu.
Suara pintu tertutup membuat kesadaran Bimantara kembali. Menggelengkan kepala pelan, mencoba mengembalikan raga yang sempat melayang beberapa saat lalu.
"Ada keperluan apa kamu datang ke sini?" tanya Bimantara dengan nada dingin dan wajah datar.
Tsamara mengurai pelukan sambil menarik tangan Bimantara hingga keduanya duduk di sofa sudut ruangan. "Aku membawa beberapa contoh dekorasi pelaminan untuk pernikahan kita nanti, Kak. Lihatlah, menurutmu mana yang cocok dengan konsep pernikahan kita." Bibir mungil nan ranum Tsamara terus mengoceh tiada henti seraya membolak-balikan album yang ia bawa dari WO milik sahabat sang mama.
Bimantara sama sekali tidak tertarik kala jemari Tsamara bergerak lincah membuka lembaran demi lembaran album tersebut. Ia mengalihkan pandangan ke arah lain, lalu berkata, "Pilih saja sesuka hatimu, Tsa. Apa pun pilihanmu, aku pasti menyukainya."
Tsamara menghentikan kegiatannya kemudian menutup album tersebut. "Kalau aku pilih semuanya, bagaimana? Apakah Kakak menyetujuinya?" Sengaja berkata demikian hanya karena ingin mengetahui reaksi Bimantara.
Bola mata Bimantara mendelik tajam disertai wajah datar tanpa ekspresi. "Seandainya memang bisa, kamu boleh memilih dekorasi tersebut dalam waktu bersamaan."
Seketika senyuman di wajah Tsamara terlukis kala mendengar apa yang dikatakan Bimantara. Wajah lelaki yang dicintainya bila sedang kesal tampak begitu tampan, membuat hati dokter cantik meleleh bagai sepotong cokelat yang dipanaskan di atas kompor.
Tsamara langsung menangkup rahang Bimantara. Rahang tegas yang ditumbuhi bulu-bulu halus ia usap dengan lembut hingga menimbulkan gelenyar aneh pada diri Bimantara. Bola mata indah bergerak sambil menatap lekat iris coklat milik calon suaminya.
"Aku tahu kalau Kakak memang belum siap menikah denganku, tapi please, untuk kali ini saja berikan sedikit perhatianmu pada persiapan pernikahan kita. Dua minggu lagi akad nikah dan resepsi pernikahan digelar namun sampai detik ini dekorasi pelaminan belum ditentukan sama sekali. Apa yang harus kusampaikan pada Mama, Papa dan Tante Hasna kalau mereka bertanya," tutur Tsamara mengutarakan isi hatinya kepada Bimantara. "Aku bisa saja berbohong dan mengatakan itu semua pilihan kita, tetapi apakah Kakak sanggup membohongi Tante Hasna?"
Bimantara terdiam kala mendengar ungkapan perasaan Tsamara. Semua yang dikatakan gadis itu benar adanya. Ia pun tak sanggup kalau harus membohongi Hasna yang tampak begitu antusias menyambut hari pernikahan anak kesayangan.
Walaupun ia pernah berkata tak ingin terlibat dalam mempersiapkan semua keperluan saat pernikahan nanti, namun untuk urusan dekorasi pelaminan apa salahnya bila pria itu ikut andil membantu Tsamara menentukan pilihan terbaik dari banyaknya pilihan yang ada. Terlebih saat resepsi akan banyak mata memandang ke arah mereka karena disiarkan secara langsung oleh stasiun televisi tanah air bila dekorasi pernikahan dianggap jelek maka tak menutup kemungkinan akan ada berita burung menjelek-jelekan nama baik kedua keluarga dan Bimantara tak mau itu terjadi, menimpa keluarganya.
Menarik napas dalam, kemudian mengembuskan secara perlahan sambil memejamkan mata sejenak. Setelah itu, kelopak mata Bimantara terbuka dan iris coklat beradu pandang dengan pemilik bulu mata lentik. "Baiklah, aku akan membantumu menentukan pilihan terbaik untuk dekorasi pernikahan kita." Maka kedua insan tersebut sibuk memilih dekorasi mana yang bagus untuk pernikahan.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments