Usai mengunjungi tempat wisata Whale Submarine, Tsamara mengajak suami tercinta berjalan-jalan di tepian pantai dekat resort tempat mereka menginap. Meskipun Bimantara menolak, tetapi gadis itu berhasil membujuk hingga sang suami menemaninya bermain di pantai.
Semilir angin sore menjadikan helai rambut hitam Tsamara beterbangan ke udara. Bermain bebas di sana. Bergerak lincah seperti dirinya yang kini menjejakan kaki di pasir putih yang lembut. Seulas senyum terus merekah di bibirnya yang ranum.
"Kak Bima, ayo sini!" seru Tsamara sambil melambaikan tangan ke arah Bimantara yang sedang duduk di kursi pantai. Sejak tadi, pria itu sibuk dengan layar ponsel hingga tak mempunyai waktu menyaksikan betapa bahagianya sang istri bermain pasir di pantai.
Seruan bernada tinggi tak mampu mengalihkan perhatian Bimantara dari layar ponsel. Pria itu seakan sedang menyumpal telinganya menggunakan earpad sehingga tidak mendengar suara lembut Tsamara yang memanggil namanya.
Melihat tidak ada respon sama sekali dari Bimantara, Tsamara berjalan mendekat ke arah sang suami kemudian meraih begitu saja benda pipih yang ada dalam genggaman suami tercinta.
"Tsamara! Apa-apaan sih kamu!" bentak Bimantara saat benda pipih berukuran 6.5 inchi berpindah tangan. Sorot mata memancarkan betapa kesalnya dia karena pekerjaannya tertunda akibat keisengan Tsamara. "Aku sudah menuruti keinginanmu jadi sekarang biarkan aku tenang mengerjakan semua pekerjaanku!" Tangan kekar itu merebut kembali telepon genggam miliknya dengan kasar dari tangan Tsamara.
Suara bariton Bimantara sukses membuat beberapa pengunjung pantai mengalihkan perhatian ke arah mereka. Suasana di sore hari cukup ramai hingga tidak heran kalau pasangan pengantin baru menjadi pusat perhatian. Meskipun percakapan mereka menggunakan Bahasa Indonesia tetap saja para pengunjung itu tahu kalau saat ini Bimantara sedang memarahi Tsamara. Terlihat dari kilatan emosi terpancar jelas di sorot mata sang lelaki.
Tsamara tersentak dari posisinya saat ini. "Maafkan aku, Kak. Bukan maksudku mengganggu pekerjaanmu. Aku cuma mau Kakak ikut rehat sejenak dari rutinitas pekerjaan yang tak pernah habis. Mumpung di sini, kenapa tidak memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Toh belum tentu bulan depan kita bisa menikmati moment kebersamaan ini," ucap gadis itu lirih. Kepala menunduk menatap butiran pasir halus menutupi sebagian kakinya yang mulus. Kedua genggaman tangan saling mencengkram satu sama lain. Merasa bersalah karena telah memancing emosi Bimantara. Tanpa sadar, butiran air mata meluncur begitu saja.
Bimantara mengembuskan napas panjang. Tatapan mata pria itu teralihkan pada sosok Tsamara yang sedang menundukan kepala. Terselip penyesalam dalam diri pria itu karena telah membentak sang istri di depan semua orang.
"Sudah, lupakan saja! Anggap aku tak pernah berkata apa-apa," kata Bimantara. "Kamu ingin aku menemanimu bermain pasir? Kalau begitu, ayo, kutemani kamu." Pria itu memasukan ponsel pintarnya ke dalam sling bag kemudian melepas alas kaki.
Kedua kaki mereka tak terbungkus apa pun, membiarkan jilatan ombak yang tak pernah lelah menyapa daratan. Tsamara dan Bimantara sedang berjalan di tepian pantai. Pada akhirnya, sang CEO kembali mengalah menurunkan ego demi mengabulkan keinginan seorang gadis pemilik mata almond.
"Kak, apakah pekerjaanmu itu lebih penting dariku hingga kamu tak punya waktu sedikit pun untuk menemaniku bermain di pantai? Apakah permintaanku barusan terlalu berlebihan sampai kamu harus membentakku di depan umum?" cecar Tsamara memecah keheningan.
"Aku cuma mau kita berdua berjalan bersisian sambil menikmati keindahan senja di sore hari. Itu saja kok, tidak lebih," lanjut Tsamara. "Kalau memang tidak mau, Kakak bisa menolakku dengan lembut."
Bimantara membuang napasnya secara kasar. Tahu betul kalau kejadian tadi telah melukai harga dirinya sebagai nona muda keluarga Gibran. Seumur hidup, Tsamara memang tidak pernah sekalipun dibentak di hadapan khalayak umum. Jadi tidak heran kalau saat ini gadis itu tampak bersedih atas kejadian beberapa menit lalu.
"Bukankah sebelum menikah, aku memang selalu sibuk dengan pekerjaan? Seharusnya kamu terbiasa dengan semua itu, bukan malah protes dan menyudutkanku. Meskipun sikapku keterlalu, tapi itu terjadi karena kamu yang tiba-tiba saja merebut benda milikku. Bagaimana kalau tadi tanpa sengaja telepon genggamku terjatuh, lalu terkena air? Semua data penting perusahaan bisa hilang sebab aku belum sempat mem-back up file." Bimantara membuang tatapannya ke hamparan laut yang gemirisik ombaknya terdengar syahdu.
"Kalau memang kamu tidak suka karena aku terlalu gila bekerja, seharusnya sejak dulu dirimu menolak usulan perjodohan kita dengan begitu kamu bisa mencari lelaki yang bisa memberikan perhatian lebih kepadamu," sambung Bimantara sambil terus melangkah mengikuti langkah kaki Tsamara.
Tsamara tersenyum tipis mendengar jawaban Bimantara. "Bagaimana aku bisa menemukan pria lain sementara rasa cintaku kepadamu lebih besar melebihi apa pun di dunia ini. Sejak dulu hingga sekarang cuma kamu yang ada di hati." Gadis itu menghentikan langkah lalu menatap punggung Bimantara dengan tatapan nanar. "Lalu, apakah aku harus mencari cinta yang lain sedangkan diriku telah terperangkap dalam penjara cintamu?"
Seulas senyum getir terbit di ujung bibir Bimantara mendengar perkataan Tsamara. Lagi dan lagi kalimat cinta terucap di bibir ranum sang istri. Masihkah Tsamara mengatakan kalimat yang sama bila gadis itu tahu bahwa cinta dan hatinya telah dimiliki wanita lain? Akankah Tsamara terus mempertahankan rumah tangganya meski tidak ada cinta dalam pernikahan tersebut?
Bimantara mendesaah dan berkata, Kamu akan menyesal, Tsa, karena telah memberikan cintamu kepadaku. Kepada lelaki yang tidak pernah sekalipun mencintaimu.
Pria itu membalikan badan, kemudian mulai mengayun langkah mendekati Tsamara. Dia ulurkan tangan ke depan agar gadis itu mengikuti langkahnya. "Jangan banyak bicara! Nikmatilah pemandangan sekitar selagi kita masih berada di Maldives."
Angin sore berembus sepoi-sepoi, matahari di kaki langit hampir kembali ke peraduannya. Tsamara dan Bimantara berdiri menghadap lautan lepas di depan sana. Langit cerah dengan gradasi warna yang indah berpadu dengan birunya air laut membuat suasana di pinggir pantai tampak begitu indah.
"Tsa, seandainya suatu hari nanti aku ingin pergi darimu, apakah kamu akan melepaskanku?" tanya Bimantara sambil terus menatap sinar matahari yang secara perlahan mulai terbenam. Entah kenapa kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir sang CEO tanpa terpikirkan sebelumnya.
"Pergi dariku? Kenapa? Apakah aku mempunyai kekurangan hingga Kak Bima ingin pergi dari sisiku?" tanya Tsamara dengan perasaan gelisah. Gadis itu mendongakan kepala, mengamati iris coklat Bimantara. Sepasang mata indah bergerak tak tentu arah. Muncul rasa cemas menghampiri sang dokter cantik usai mendengar pertanyaan suami tercinta.
Bimantara menggelengkan kepala cepat. "Tidak, Tsa. Kamu tidak mempunyai kekurangan apa pun. Bahkan dirimu bisa dikatakan nyaris mendekati kata sempurna. Hanya saja ... aku ingin mendengar jawabanmu. Apakah kamu akan melepaskanku bila suatu saat diriku ingin berpisah darimu?"
Seketika air muka Tsamara berubah sedih. Kelopak mata mulai berkata-kata. Membayangkan Bimantara pergi dari sisinya sudah membuat perasaan gadis itu terkoyak-koyak apalagi kalau perkataan itu menjadi kenyataan. Mungkin dia bisa gila karena tak sanggup berpisah dari pria yang dicintainya.
Dengan tangan gemetar, Tsamara menangkup wajah Bimantara dan menatap lekat manik coklat milik sang suami. "Maka aku tidak akan membiarkanmu pergi dari sisiku. Selamanya kamu tetap menjadi milikku, milik Tsamara Asyifa Danendra." Lantas, dia berjinjit memberanikan diri mencium bibir Bimantara. Ciuman itu terjadi bersamaan dengan matahari yang sudah kembali keperaduan sehingga langit berubah warna menjadi jingga.
Setelah merasa puas bermain di pinggir pantai, pasangan suami istri itu kembali ke resort. Berjalan bersisian sambil menikmati udara segar tepian pantai. Sebuah ide terlintas dalam benak Tsamara.
Lantas, Tsamara menarik tangan Bimantara agar mengikuti langkahnya. Dia berlari kecil, sang suami mengekori di belakang. Secara tiba-tiba, gadis itu membungkukan badan lalu memercikan air ke wajah suami tercinta sambil tertawa renyah.
Sang CEO cukup terkejut. Tidak menyangka Tsamara akan berbuat begitu.
"Tsamara!" seru Bimantara kesal sebab gadis itu terus memercikkan air ke wajahnya.
Tidak ada tanda-tanda Tsamara akan menghentikan keisengannya, Bimantara memutuskan mengejar sang istri. Namun, gerakan itu disadari oleh dokter cantik maka dia menghindari kejaran pria itu. Terjadilah aksi kejar kejaran antara dua insan manusia.
Akan tetapi, kegiatan mereka harus terhenti tatkala Tsamara tanpa sengaja menabrak seseorang hingga membuat telepon genggam milik wanita itu terjatuh ke bawah.
"Maafkan saya, Nona. Saya tidak sengaja," ucap Tsamara menggunakan Bahasa Inggris. Degup jantung gadis itu tak beraturan. Dia khawatir, wanita asing itu akan marah lalu terjadi suatu hal yang merugikan dirinya dan Bimantara.
"Tidak masalah, No--"
"Tsa, kamu baik-baik saja?" tanya Bimantara dengan raut wajah penuh kecemasan.
Mendengar suara yang begitu familiar, membuat wanita asing itu menoleh ke belakang. Bola mata terbelalak sempurna dengan rahang terbuka lebar kala melihat sesosok pria berdiri di dekatnya. "Bima!"
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Abizar Meram
Ketemu sama mantan 😞
2022-11-12
0