Hati Tsamara terasa dikoyak usai berbicara dengan Abimana. Sosok lelaki yang dicintainya sepenuh hati secara terang-terangan ingin terbebas dari belenggu cinta si gadis cantik jelita.
Tsamara merasakan dadanya terasa sesak bagai dihimpit bangkohan batu besar. Udara di sekitar seakan tak mampu memenuhi pasokan oksigen di dalam paru-paru. Tidak tahan rasanya, ia memilih meninggalkan tempat tersebut menuju sebuah taman yang berada di samping bangunan megah berlantai delapan belas.
Gedung pencakar langit dengan segala macam fasilitas yang ada merupakan hotel milik kedua orang tua Tsamara sehingga ia tak perlu khawatir tersesat. Sejak remaja sudah sering berkunjung, menemani papa dan mama-nya melakukan sidak dadakan guna mengawasi kinerja para pekerja.
Duduk di sebuah kursi taman di depan air mancur. Pandangan mata menatap lurus pada sepasang kekasih yang sedang bermesraan. Mereka tampak bahagia, saling mencintai dan mengasihi. Tanpa sadar, linangan air mata kembali menetes membasahi kedua pipi.
"Kenapa kamu tega berbicara seperti itu kepadaku? Apakah selama ini aku memang tidak mempunyai arti apa-apa dalam hidupmu?" Butiran kristal itu kembali mengalir tanpa tahu kapan akan berhenti. Sekuat tenaga menahan, tetapi semakin deras mengalir.
"Aku cuma ingin hidup bahagia bersamamu. Membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Apakah itu salah? Aku--" Kalimat itu tak sanggup Tsamara ucapkan. Suara tercekat di udara.
"Tentu saja tidak! Impianmu membangun keluarga samawa merupakan cita-cita mulia bagi seseorang yang hendak menikah," celetuk seseorang. Suara bariton seorang pria asing membuat Tsamara terlonjak dari tempatnya duduk saat ini. Dengan gerakan cepat, ia menyeka sisa bulir kristal yang ada di sudut mata.
Setelah memastikan tidak ada lagi butiran bening yang tersisa, Tsamara membalikan badan menoleh ke sumber suara. "Siapa kamu? Lalu, mau apa kamu ke sini?" tanyanya dengan suara parau.
Seorang pria tampan berwajah oriental berdiri gagah dengan tatapan mata teduh. Alis melengkung indah di atas sepasang mata sipit yang tajam dan memikat. Hidung mancung, tampak serasi dengan segaris bibir tipis yang begitu menggoda. Saat ia tersenyum maka akan terlihat lesung pipi di kedua sudut bibir.
"Aku? Sedang apa di sini? Tentu saja menginap. Memangnya, kamu pikir kedatanganku ke sini mau apa, hem?" jawab pria itu, kemudian dia duduk di sebelah Tsamara. Pandangan mata mengamati sekeliling, lalu kembali menatap gadis di sebelahnya. Memperhatikan penampilan dokter muda yang baru saja wisuda dari fakultas kedokteran ternama di tanah air. "Kamu sendiri sedang apa di sini? Lalu, kenapa mengenakan gaun model ini? Tidak takut masuk angin?"
Diberondong berbagai pertanyaan membuat Tsamara kebingungan. Tak tahu harus menjawab pertanyaan yang mana dulu.
Menarik napas dalam, lalu mengembuskan secara perlahan. "Aku sedang ada acara pesta ulang tahun di sini. Itulah kenapa mengenakan gaun seperti ini," jawabnya singkat.
Desiran angin malam kencang berembus. Menjadikan Tsamara kedinginan karena dia mengenakan gaun model off shoulder. Ia memeluk dirinya sendiri sambil sesekali menggosok pundak.
Pria asing melihat itu semua. Sadar bahwa gadis di sebelahnya sedang kedinginan. Tanpa pikir panjang, ia melepaskan jaket bomber yang sedang dipakai kemudian memutar posisi hingga tubuhnya menyamping ke sisi kanan.
"Pakai jaketku ini. Jangan sampai kamu masuk angin. Udara malam kurang baik bagi kesehatan. Selain itu, akan mengundang hawa napsu bagi para lelaki yang tanpa sengaja berpapasan denganmu." Langsung melingkarkan jaket berwarna hitam di pundak Tsamara. Menutupi bagian bahu putih mulus tanpa cela sedikit pun.
Kedua wajah mereka saling berdekatan hingga embusan napas hangat terasa, menerpa pipi masing-masing. Aroma parfum citrus beradu dengan aroma parfum red musk milik Tsamara, menyeruak menggelitik indera penciuman.
"Nona Tsamara!" seru seorang pegawai hotel yang tak lain adalah Laksmi--general manager hotel. Wanita berusia tiga puluh tahun merupakan orang kepercayaan Fahmi untuk mengurusi semua hal yang berkaitan dengan urusan hotel.
Pria asing itu tersadar dari sesuatu yang seharusnya tidak ia pandangi terlalu lama. Kemudian, ia menegakkan tubuhnya seketika, berdehem guna mengembalikan kembali kesadarannya. Sementara Tsamara hanya mengerjapkan mata sambil menoleh ke belakang.
"Maaf, Nona. Pak Fahmi meminta saya membawa Anda kembali masuk ke dalam ballroom. Nona sudah terlalu lama meninggalkan ruangan," tutur Laksmi memberi tahu kenapa dia ada di taman hotel.
Hotel yang dibangun oleh keluarga Tsamara dilengkapi kamera pengintai (CCTV) di mana-mana. Setiap sudut dilengkapi perangkat cangih tersebut sehingga tidak heran kalau keberadaan anak sulung Fahmi segera diketahui hanya bermodalkan rekaman saja.
Tsamara menatap Laksmi yang sedang memandanginya dengan sorot penuh kecemasan. Terlihat jelas dari wajahnya yang pucat pasi bagaikan mayat.
"Euh .... Ya. Baik, aku akan segera kembali. Mbak Laksmi duluan saja, nanti aku menyusul!" ucap Tsamara sambil melirik pria asing di sebelahnya yang sedang meletakkan kedua tangan di belakang kepala. Pandangan mata menatap indahnya langit di malam hari.
"Maaf, Nona. Tetapi Pak Fahmi meminta saya membawa Nona segera. Jika tidak ... maka jabatan saya dicabut oleh beliau."
Sontak, pria asing di sebelah Tsamara menghentikan alunan melodi merdua bersumber dari suara siulan kala mendengar jawaban Laksmi. Berpikir, bahwa gadis di sebelahnya bukanlah orang biasa. Terbukti dari pengakuan sang general manager mengungkit soal jabatan. Kalau buka orang kaya tidak mungkin pegawai hotel tersebut ketakutan setengah mati.
Tsamara hanya menghela napas pasrah. Jika papanya sudah mengatakan bahwa harus pergi sekarang, maka ia tidak bisa menentangnya. Tsamara hanya bisa bangkit dari kursi sambil memegangi jaket bomber milik pria asing.
"Baiklah, aku akan menemui Papa sekarang." Tsamara menatap pria asing di sebelahnya. Ia hendak melepaskan jaket yang dipinjamkan oleh pria asing di sebelahnya. Namun, pria asing itu telah lebih dulu membuka suara.
"Bawa saja jaketku, Nona. Kamu masih membutuhkannya sampai dirimu tiba di ballroom," cetus pria itu seakan mengerti gerak gerik Tsamara.
"Tapi ... bagaimana aku mengembalikannya?"
Pria asing itu terkekeh pelan dan menatap Tsamara. Ada perasaan aneh menelusup ke relung hati yang terdalam saat bersitatap dengan pemilik mata indah nan jernih. "Kalau Tuhan memang menjodohkan kita berdua, maka saat itulah kamu bisa mengembalikannya. Namun, jika tidak, anggap saja kenang-kenangan dari seorang pengembara yang tak tentu arah."
Tsamara mengangguk pasrah. Semakin memegang erat jaket beraroma citrus yang tertinggal di sana, lalu ia kembali berkata, "Baiklah. Jika itu maumu. Aku akan menyimpan jaket ini hingga bertemu denganmu lagi." Melangkah maju mendekati Laksmi. Akan tetapi, baru lima langkah, ia berhenti dan membalikan badan. "Terima kasih karena kamu sudah baik kepadaku. Suatu saat nanti, aku pasti membalasnya." Usai mengucapkan kalimat terakhir, gadis itu kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan pria asing itu sendirian.
"Tsamara. Nama yang cantik sama seperti orangnya," gumam pria asing itu lirih sambil menatap lagi keindahan ciptaan Tuhan di atas sana.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Benazier Jasmine
apa itu Yudistira klo jodoh pasti ktm lg ma Yudistira
2022-12-21
0
AnggieYuniar
semogaaaa beneran berjodoh... jodohin ya thorr 😆
2022-11-20
0
sweet candy
penasaran. siapa pria asing itu?
2022-11-09
1