Rencana Pernikahan

Acara inti telah selesai digelar. Kini saatnya Fahmi, selaku ayah dari Tsamara mengumumkan berita penting di hadapan semua orang. Pria paruh baya itu berdiri dengan gagah berani di atas panggung sambil menatap satu per satu anggota keluarga serta sang sahabat secara bergantian. Meskipun usia mendekati kepala lima, tetapi ayah dua orang anak masih terlihat tampak begitu bugar dan sehat.

Senyum mengembang di wajah saat netranya melihat betapa bahagianya Tsamara berada di dekat Bimantara. Sebagai orang tua tentu saja ia ingin anak-anaknya bahagia, hidup bersama orang tercinta.

"Selamat malam semua. Terima kasih aku ucapkan atas kesediaan kalian karena bersedia hadir dalam acara pesta ulang tahun putri tercintaku. Malam ini, selain menggelar pesta ulang tahun yang ke 24 tahun, aku pun ingin mengumumkan berita penting terkait pernikahan Tsamara dan Bimantara. Tepatnya satu bulan dari sekarang, pernikahan mereka akan digelar dan disiarkan oleh berbagai stasiun televisi di tanah air," ucap Fahmi dengan suara lantang dan tegas.

Suara riuh tepuk tangan terdengar memenuhi penjuru ruangan ballroom hotel kala mendengar ucapan Fahmi. Wajah Tsamara semakin sumringah disertai kedua sudut bibir yang tertarik ke atas hingga membentuk lengkungan seperti sebuah busur panah. Membayangkan dirinya dan Bimantara duduk bersanding di pelaminan membuat hati berbunga-bunga. Akan tetapi, tidak bagi Bimantara. Lengan pria itu mengepal sempurna sambil mengeraskan rahang hingga menonjol keluar.

Lantas, Bimantara menghempaskan tangan Tsamara dengan kasar sambil berucap, "Aku harus pergi. Masih ada urusan penting yang segera diselesaikan." Tanpa menunggu jawaban, ia bergegas turun dari panggung dan melangkah setengah berlari meninggalkan ballroom hotel.

Sikap Bimantara sontak membuat seluruh keluarga serta para tamu undangan memandang aneh ke arahnya. Tak mengerti kenapa pria itu berlalu begitu saja padahal acara belum juga usai.

Menaikkan gaun indah berwarna merah jambu dengan dihiasi oleh bulu-bulu yang membentuk sosok angsa hingga terangkat sebatas mata kaki. Tsamara berlari menyusul Bimantara. Ia tak memedulikan tatapan aneh yang ditujukan kepadanya.

"Kak Bima, tunggu! Kak, jangan pergi dulu!" teriak Tsamara sambil mengulurkan tangan ke depan, mencoba meraih lengan tunangannya. Namun, Bimantara terus melangkah dengan langkah panjang menuju lorong sepi.

Tsamara tidak menyerah begitu saja, ia terus berlari hingga mereka berada di sebuah tempat yang cukup sepi tanpa ada wartawan serta kilatan cahaya kamera menerpa wajah. Tampaknya usaha gadis itu tidak sia-sia, tangannya yang lembut berhasil melingkar di lengan sang calon suami.

"Kak Bima, sebenarnya apa yang terjadi kepadamu. Kenapa Kakak meninggalkan pesta begitu saja? Bukankah acara pesta masih belum usai?" ucap Tsamara dengan napas tersengal. Tubuh gadis itu sedikit membungkuk. Sebelah tangan menyentuh dadanya yang terasa sesak sedangkan sebelahnya lagi terus melingkar di lengan Bimantara.

Bimantara kembali menepis tangan Tsamara yang tak pernah sekali pun menyentuh peralatan masak ataupun alat-alat kebersihan rumah tangga sehingga tidak heran kalau permukaan tangan gadis itu terasa lembut selembut sutra.

"Kenapa Papa-mu mengumumkan bahwa satu bulan lagi kita menikah? Aku sudah pernah bilang kepadamu kalau aku belum siap menikah!" bentak Bimantara sambil menghunuskan tatapan tajam ke arah Tsamara.

Tsamara membeku melihat amarah Bimantara. Sejak dulu ia tahu bahwa pria itu memang belum siap membawa hubungan tersebut ke jenjang yang lebih serius lagi. Namun, mau sampai kapan hubungan di antara mereka menggantung tanpa ada kepastian yang jelas. Usia mereka pun sudah matang untuk berumah tangga. Lantas, apa lagi yang perlu ditunggu bila keduanya sudah sama-sama siap dalam segala hal.

"Kak, aku benar-benar tidak tahu kalau Papa telah merencanakan pernikahan kita. Sungguh," ucap Tsamara pelan. Gadis cantik bermata almond mengatakan yang sebenarnya. Ia tak berdusta sama sekali. "Selama ini aku sibuk dengan studiku sehingga tak mengetahui apa yang direncanakan oleh Papa. Terlebih, bukankah urusan pertunangan dan pernikahan kita diatur oleh Om Irawan juga?"

Bimantara mendengkus kesal. Berhadapan dengan Tsamara semakin membuat tubuhnya terasa dibakar hidup-hidup. Lantas, ia membalikan badan dan tersenyum sinis sambil menatap keindahan langit di malam hari.

Gemerlap bintang dan cahaya rembulan di atas sana memberikan kedamaian bagi siapa saja yang melihatnya. Namun, untuk malam ini, Bimantara tak merasakan kedamaian itu, sebab suasana hati sedang kacau akibat berita pernikahan yang diumumkan secara sepihak tanpa meminta pendapatnya terlebih dulu.

"Seharusnya kamu menolak saat Papa-mu mengumumkan berita pernikahan kita, Tsa, bukan malah diam dan menuruti keinginan orang tuamu. Kamu itu bukan lagi anak kecil yang bisa diatur sesuka hati oleh Papa dan Mama-mu." Kepala Bimantara terangkat ke atas seraya memejamkan mata sejenak. "Kamu itu sudah dewasa, harusnya sudah bisa mengambil keputusan sendiri dan tidak lagi diatur oleh Om dan Tante layaknya sebuah boneka. Kamu manusia, punya hati dan perasaan!" sindirnya sarkas.

Mata Tsamara berkaca-kaca. Nada bicara Bimantara seolah menyiratkan kebencian yang mendalam kepadanya. Ia ayunkan kaki jenjang mendekati sang lelaki hingga menimbulkan suara gema di sekitar. "Kak, aku menuruti semua keinginan Papa dan Mama, karena aku mencintaimu. Sejak kecil hingga sekarang tak ada satu pria pun yang kucintai selain kamu. Jadi, ketika orang tua kita menetapkan rencana pernikahan, aku langsung setuju karena itulah yang kuinginkan selama ini. Menjadi Nyonya Bimantara, mengandung serta melahirkan buah cinta kita merupakan impian terbesar dalam hidupku."

Bimantara mendengkus kesal sembari mengalihkan pandangan ke arah lain. "Cinta, katamu? Omong kosong! Mana mungkin kamu mencintaiku, Tsa. Kamu itu cuma terobsesi untuk memilikiku, bukan karena tulus mencintaiku."

Tsamara menggeleng kepala cepat. "Kak Bima, aku benar-benar mencintaimu. Sungguh. Selama ini, apakah kamu tidak menyadari bagaimana perasaanku terhadapmu?"

Sang CEO tersenyum sinis, lalu berkata, "Sejak awal yang menginginkan perjodohan ini adalah kamu. Seandainya dulu kamu menolak, mungkin saat ini aku sudah terbebas darimu!" Pria itu kemudian membenarkan jas yang menutupi tubuhnya yang kekar, lalu meninggalkan tempat itu tanpa menoleh sedikit pun ke arah samping.

Tsamara menatap kepergian calon suaminya dengan perasaan hancur. Air mata terus mengalir, membasahi pipi. Kalau ditanya apakah dia lelah karena mendapat perlakuan kasar dari pria yang dicintainya? Jawabannya adalah ... iya! Namun, ia tidak bisa melepaskan Bimantara begitu saja.

Rasa cinta yang dimiliki oleh dokter cantik itu seluas samudera dan setinggi gunung Himalaya sehingga tidak ada yang bisa menandinginya. Wanita itu sudah terlanjur mencintai calon suaminya sejak pandangan pertama. Dia telah terperangkap akan pesona yang dimiliki oleh seorang Bimantara Danendra. Lelaki pertama yang mengusut buliran air mata ketika ia menangis akibat dijaili teman sekolahnya.

.

.

.

Terpopuler

Comments

Benazier Jasmine

Benazier Jasmine

bim.u jng sok gak mau nikah sm tsa

2022-12-21

0

sweet candy

sweet candy

awas loh bim, ntar nyesel. kapok

2022-11-09

1

ayu lenny

ayu lenny

waduh thor ketemu di sini lg❤️❤️❤️❤️❤️U thor

2022-11-02

2

lihat semua
Episodes
1 Birthday Party
2 Rencana Pernikahan
3 Pertemuan Pertama
4 Kedatangan Irawan dan Hasna
5 I Love You, Kak Bima!
6 Kecemasan Tsamara
7 Internship
8 Yudistira Airlangga
9 Memilih Dekorasi Pernikahan
10 Hari Pernikahan
11 After Wedding Party
12 Off To Maldive Islands
13 Honeymoon (Kepulauan Maldives)
14 Whale Submarine, Maldives
15 Menikmati Senja di Tepian Pantai
16 Setelah Lima Tahun Berpisah
17 I'm Coming, Sayang!
18 PROMOSI KARYA
19 I'm Still Love You
20 Melebur Menjadi Satu
21 Secangkir Kopi untuk Bimantara
22 Subsix, Maldives
23 Hampir Ketahuan
24 Please, Trust Me!
25 Naluri Seorang Istri
26 Mencintaimu Setulus Hati
27 Duet Maut Duo Dokter Muda
28 Kantor Danendra Grup
29 Omlet VS Beef Teriyaki
30 Terbongkar
31 Keputusan Tsamara
32 Obat Penawar Rasa Sakit Hati
33 Wahana Permainan
34 Tekad yang Sudah Bulat
35 Kedatangan Tsamara di Kediaman Gibran
36 Kemarahan Fahmi
37 Pisah Rumah
38 Rumah Sakit
39 Bimantara VS Yudhistira
40 Perhatian Kecil dari Tsamara
41 Gosip Hangat
42 Wanita itu Bernama ... Emma
43 Rooftop Rumah Sakit
44 Dingin dan Acuh
45 Pregnant
46 Jurus Gombal Gembel ala Yudhistira
47 Nasi Goreng Mang Kabayan
48 Divorce
49 Thank You and Good Bye!
50 After Divorce
51 Pertemuan Dua Lelaki
52 Beri Aku Waktu
53 Dipecat?
54 Nasib Sial
55 Petuah Bijak Dokter Fatma
56 Move On
57 Me Time Versi Tsamara
58 Berjalan di Tepi Pantai
59 Setelah Tiga Bulan
60 Terbongkarnya Masa Lalu
61 Untuk Pertama Kali
62 "Aku Menunggumu di Depan Gerbang!"
63 Menjemputmu di Rumah
64 Sebuah Fakta
65 Berita Buruk untuk Yudhistira
66 Sebuah Kisah di Masa Lalu
67 Kebenaran yang Terungkap
68 Buku Diary Annchi
69 Kedatangan Fengying di Rumah Sakit
70 Mengunjungi Makam Annchi
71 Pertemuan Yudhistira dan Fengying
72 Jangan Pernah Menemuiku Lagi!
73 Permintaan Terakhir Latifah
74 Rencana Bimantara
75 Bertemu Teman Lama
76 Ditipu?
77 Sebuah Karma?
78 Keguguran
79 Kangen?
80 Memangnya Kalau Janda, Kenapa?
81 Temui Orang Tuaku!
82 Karena Aku Juga Mencintaimu
83 Restu
84 Wedding Day
85 Setelah Pesta Pernikahan
86 Maafkan Aku, Pa, Ma
87 Permintaan Maaf Emma
88 Sailendra Airlangga
Episodes

Updated 88 Episodes

1
Birthday Party
2
Rencana Pernikahan
3
Pertemuan Pertama
4
Kedatangan Irawan dan Hasna
5
I Love You, Kak Bima!
6
Kecemasan Tsamara
7
Internship
8
Yudistira Airlangga
9
Memilih Dekorasi Pernikahan
10
Hari Pernikahan
11
After Wedding Party
12
Off To Maldive Islands
13
Honeymoon (Kepulauan Maldives)
14
Whale Submarine, Maldives
15
Menikmati Senja di Tepian Pantai
16
Setelah Lima Tahun Berpisah
17
I'm Coming, Sayang!
18
PROMOSI KARYA
19
I'm Still Love You
20
Melebur Menjadi Satu
21
Secangkir Kopi untuk Bimantara
22
Subsix, Maldives
23
Hampir Ketahuan
24
Please, Trust Me!
25
Naluri Seorang Istri
26
Mencintaimu Setulus Hati
27
Duet Maut Duo Dokter Muda
28
Kantor Danendra Grup
29
Omlet VS Beef Teriyaki
30
Terbongkar
31
Keputusan Tsamara
32
Obat Penawar Rasa Sakit Hati
33
Wahana Permainan
34
Tekad yang Sudah Bulat
35
Kedatangan Tsamara di Kediaman Gibran
36
Kemarahan Fahmi
37
Pisah Rumah
38
Rumah Sakit
39
Bimantara VS Yudhistira
40
Perhatian Kecil dari Tsamara
41
Gosip Hangat
42
Wanita itu Bernama ... Emma
43
Rooftop Rumah Sakit
44
Dingin dan Acuh
45
Pregnant
46
Jurus Gombal Gembel ala Yudhistira
47
Nasi Goreng Mang Kabayan
48
Divorce
49
Thank You and Good Bye!
50
After Divorce
51
Pertemuan Dua Lelaki
52
Beri Aku Waktu
53
Dipecat?
54
Nasib Sial
55
Petuah Bijak Dokter Fatma
56
Move On
57
Me Time Versi Tsamara
58
Berjalan di Tepi Pantai
59
Setelah Tiga Bulan
60
Terbongkarnya Masa Lalu
61
Untuk Pertama Kali
62
"Aku Menunggumu di Depan Gerbang!"
63
Menjemputmu di Rumah
64
Sebuah Fakta
65
Berita Buruk untuk Yudhistira
66
Sebuah Kisah di Masa Lalu
67
Kebenaran yang Terungkap
68
Buku Diary Annchi
69
Kedatangan Fengying di Rumah Sakit
70
Mengunjungi Makam Annchi
71
Pertemuan Yudhistira dan Fengying
72
Jangan Pernah Menemuiku Lagi!
73
Permintaan Terakhir Latifah
74
Rencana Bimantara
75
Bertemu Teman Lama
76
Ditipu?
77
Sebuah Karma?
78
Keguguran
79
Kangen?
80
Memangnya Kalau Janda, Kenapa?
81
Temui Orang Tuaku!
82
Karena Aku Juga Mencintaimu
83
Restu
84
Wedding Day
85
Setelah Pesta Pernikahan
86
Maafkan Aku, Pa, Ma
87
Permintaan Maaf Emma
88
Sailendra Airlangga

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!