Happy Reading 🌹🌹
Ruang makan mulai ramai, terlihat Citra dan Kalevi baru saja datang menghampiri Kenan yang sudah lebih dulu duduk di kursi makan.
"Pagi, Ken." Sapa Cintra.
"Pagi ma." Jawab Kenan tanpa mengalihkan perhatiannya dari koran.
"Cerah sekali pengantim baru." Goda Kalevi kepada putranya.
Cinta mendelik kesal ke arah sang suami, kenapa pila harus menggoda seperti itu membuat mood Citra buruk saja di pagi hari. Sedangkan Ken hanya acuh saja tidak menanggapi ucapan sang ayah.
"Pagi ayah." Sapa Citra yang melihat kedatangan mertuanya.
Ken segera melipat koran dan berdiri menyambut kedatangan Kakek Wijaya.
"Dimana istrimu?" Tanya Kakek Wijaya kepada Kenan.
"Aku di sini kek."
Alice berjalan dengan wajah ceria membawa satu cangkir kopi hitam yang masih panas, terlihat dari kepulan asapnya.
Citra memasang wajah masam sama halnya dengan Kenan, yang semakin yakin jika wanita itu tidak lebih dari seorang penjilat.
"Ini kopi untukmu, sayang." Ucap Alice meletakkan cangkir kopi di depan sang suami.
Citra menoleh dengan mata yang membeliak tidak ada bedanya dengan Kenan yang kaget dengan sikap Alice.
Benar, Kenan menyuruh Alice bersandiwara di depan Kakek Wijaya. Namun tidak pernah Ken mengatakan untuk memanggilnya sayang.
"Cih, dasar ular." Gumam Citra yang masih dapat didengar oleh Alice karena posisinya persis disamping Alice.
"Ayo duduk dan segera memulai sarapannya."
Kakek Wijaya menyuruh seluruh keluarganya untuk duduk dengan tenang seperti biasanya ketika di meja makan.
Dengan cekatan Alice melayani suaminya, mengambilkan nasi serta lauk pauk serta sayur yang sudah di sediakan di atas meja.
"Alice, ada apa dengan tanganmu?" Tanya Kakek Wijaya dengan wajah menelisik curiga.
"O-oh , ini Kek. Alice tidak sengaja menyenggol teko yang berisi air mendidih untuk menyeduh kopi." Jawab Alice tergagap namun berusaha tenang.
"Gunanya pelayan di mansion ini untuk apa? Aku menggaji mereka bukan untuk berleha-leha."
Kakek Wijaya berkata dengan tegas dan lantang, sengaja begitu agar para maid tidak bertindak di luar batas kepada menantunya Alice.
"Maaf tuan." Ucap maid serentak kepada Kakek Wijaya yang berjaga diruang makan.
Alice meneruskan kegiatannya, tanpa bertanya kepada Kenan, Alice menuangkan semua lauk yang ada di piring Kenan satu per satu.
"Apa kamu pikir aku babi." Desis Kenan dengan tajam.
"Ah, maafkan aku. Aku terlalu bersemangat sehingga mengambilkanmu sarapan terlalu banyak." Jawab Alice kaget ketika melihat anakan gunung di piring.
"Kalian tinggal makan satu piring bersama, apa susahnya." Celetuk Kakek Wijaya enteng.
Alice dan Kenan hanya diam, Alice segera duduk di samping Ken. Kening Kenan mengkerut karena Alice menyodorkan makanan ke arahnya.
Alice menggerakkannya pelan, memberikan tanda jika segeralah makan tanganku pegal.
Kenan menerima suapan Alice karena mendapatkan tatapan tajam dari Kakek Wijaya, meski terpaksa namun Alice cukup senang setidaknya dirinya tidak di perlakukan kasar oleh Kenan.
"Romantisnya, Ayah juga mau dong Ma di suapi seperti Kenan."
Kalevi sebisa mungkin membantu Ayahnya untuk menyatukan Alice dan Kenan.
"Gausah lebay deh, makan sendiri juga bisakan." Jawab Citra ketus.
Alice menulikan telinganya, menyuapkan nasi untuk dirinya sendiri menggunakan sendok yang sama, Alice harus banyak makan agar kuat menghadapi hari ini.
Alice kembali menyuapkan sendok bekasnya ke arah Kenan, meski dengan wajah yang masam Ken tetap membuka mulutnya meberima suapan dari Alice.
Kedua pengantin baru itu terus saling menyuapi hingga sarapan tandas dari piringnya. Bahkan tanpa sadar Ken memakan sarapannya hari ini dua kali lebih banyak dari biasanya.
Alice berjalan di belakang Kenan, mengantarkan suaminya yang akan berangkat kerja. Terlihat Ferdy menyapa Alice begitu juga sebaliknya.
"Silahkan tuan." Ucap Ferdy membukakan pintu untuk Kenan.
Alice yang akan menyodorkan tangannya untuk menyalami Ken mengurungkan niatannua, mengingat jika saat ini tidak ada Kakek Wijaya sehingga tidak boleh menyentuhnya.
...***...
Suara tamparan menggema di ruang tengah, tidak ada yang berani mendekat karena keadaan benar-benar kacau.
Wajah Alice terpental ke samping menunjukkan seberapa kerasnya tamparan yang ia dapatkan. Wanita cantik itu di amuk oleh Citra karena merasa tak terima sang putra menikahi Alice.
Suasana rumah yang sepi karena kakek Wijaya telah pergi keluar membuat Citra meraja lela berbuat segala hal yang menyakiti Alice. Masih tak rela sang anak menikahi gadis mata duitan dan murahan seperti Alice.
"Sakit, Mama!" lirih Alice pelan dengan bola mata yang memerah menahan tangis nya. Wanita cantik itu terduduk di lantai mendongak menatap sang mertua yang kini menatap marah dirinya, sungguh Alice merasa sangat sakit hati di perlakukan seperti ini.
"Diam! Jangan panggil aku Mama, sangat menjijikkan. Panggil aku Nyonya, hanya ada satu Nyonya di keluarga Wijaya dan itu adalah aku juga istri Kenan kelak bukan wanita mura*han sepertimu."
Tak mengapa dirinya di anggap murahan oleh sang mertua, asalkan dia bisa mempertahankan perusahaan dengan bantuan keluarga Wijaya sembari menunggu perusahaan Mitrabahtera bisa berdiri sendiri tanpa suntikan dana perusahaan Wijaya Corp.
"Rasakan, itu tidak sebanding dengan rasa malu yang aku dapatkan karena kamu jadi menikah dengan Kenan?! Kamu kira saya sanggup menahan malu, huh?! Sangat banyak gunjingan dan hinaan yang harus saya tanggung karena kamu jadi menantu saya. Apa kata dunia kalau tahu seorang konglomerat memiliki menantu mura*han seperti mu?!" bentak Citra membuat hati Alice merasa sangat sakit.
Wanita cantik itu menangis sesenggukan, dia tak sanggup lagi menahan diri agar tak menangis. Sedari tadi dia berusaha tegar, tetapi setiap kata yang keluar dari lisan Citra menjadi sebuah kalimat tajam menusuk ulu hatinya.
Serendah itukah dirinya di mata dikeluarga Wijaya? Mengapa wanita itu tidak mengerti perasaan nya sebagai perempuan? Jikalaupun ada rekan kerja Ayahnya yang sudi membantu perusahaan, Alice juga tidak akan sudi menikah dengan Kenan.
"Saya bukan wanita mura*han, Nyonya!"
"Omo Omo Omo, sekarang kamu sudah menunjukkan topeng aslimu, huh?! Sudah berani kamu melawan saya, iya?" teriak Citra menatap tajam Alice seolah bola matanya ingin lepas dari tempatnya.
Sungguh saat ini Alice ingin menangis dan berlari menjauh dari Citra, dia ketakutan. Tetapi, berusaha tegar agar tak di injak-injak harga dirinya oleh wanita tua yang sudah menjadi mertuanya.
"Saya hanya berbicara kebenaran nya saja, Nyonya. Jangan terlalu membenci saya karena kita menantu dan mertua!" balas Alice tenang meski bibirnya bergetar menandakan dia gugup juga ketakutan.
Cuih.
Wanita tua itu meludahi wajah Alice membuat Alice merasa terhina. Menangis, hanya itu yang dia bisa? Sebab tak memiliki kuasa untuk membalas perlakuan kasar Citra.
"Tidak Sudi saya punya menantu seperti mu?!" desis wanita tua itu lalu menghadiahkan tamparan keras pada pipi Alice membuat wanita cantik itu kembali terhuyung ke belakang.
...🐾🐾...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Nani Upitarini
jangan bikin tokohx lemah,gampang ditindas,krn alice sekolah lulusan luar negri mk mestix y strobg,bar",dan smart,cerdik ,ceria
2024-02-06
1
Sri Rahayu
jangan terlalu kejam sih thorrr dengan Alice kasihan tahu mudah2an anakku nanti dapat mertua yang sayang sama dia anakku,,,Aamiin yra,,,kenapa citra jahat bener sama menantu
2023-06-13
1
Ita rahmawati
dasar mertua durhakim 😡😡
2023-04-11
0