NINETEEN - KABUR ?

saat ini Livia pergi berbelanja di sebuah mall terbesar di kota, Livia menghabiskan banyak uang dari Zen, dia membeli banyak baju bermerk, sepatu mahal dan tas yang mahal, dia ingin membalas perbuatan Zen padany, dia ingin bertingkah jahat pada pria itu, menghamburkan uangnya adalah salah satu melepas penatnya karena bisa keluar dari sana.

Livia memberi maaf pada Zen asalkan dia di perbolehkan berbelanja di luar.

"Robin, apa kau mau roti isi? isian apa yang kau mau, kita bisa makan bersama disini" tawar Livia pada Robin yang sedang mententeng banyak belanjaannya, saat ini mereka sedang berada di toko roti yang berada di dalam mall tersebut.

"tidak nona, nona saja yang makan, trimakasih" tolak Robin dengan halus menghargai kebaikan majikannya, lalu meletakkan semua belanjaan itu ke sofa panjang di sebelah Livia.

"baiklah kalau begitu, aku akan memberikanmu kopi" kata Livia keras kepala.

tak lama kemudian terlihat wanita gemuk masuk di toko itu, memakai jaket tebal musim salju, padahal saat itu musim panas, dengan topi hitam kacamata hitam dan masker. Robin mengamatinya seperti ada yang aneh, dia berjaga-jaga untuk keamanan Livia.

"kenapa menutupi seluruh tubuhnya di musim panas?" pikir Robin yang terus waspada.

setelah dia duduk setengah jam kemudian dan mendapat pesanannya dia menghabiskan secepat mungkin seperti orang yang kelaparan, Robin terus menatapnya tanpa henti.

"uhukk.. uhukk.. uhuk" suara dari orang itu membuat Robin lega, dia sedang sakit pikir Robin, pantas saja memakai pakaian seperti itu dan menutupi mulutnya dengan masker, terlihat dia sedang menuju ke toilet.

"aduh..." pekik Livia membuat Robin terkesiap memalingkan pandangannya ke kaki jenjang Livia yang indah itu terkena noda saos dari rotinya.

"nona anda tidak apa-apa?" tanya Robin bergegas mengambil tisu menyodorkan untuk Livia, Livia mengusap sebisanya.

"Robin, kurasa aku harus membersihkannya ke toilet" kata Livia.

"nona, mungkin anda harus ke toilet lain, ada orang yang sakit masuk ke toilet barusaja" kata Robin khawatir.

"maksudmu yang batuk tadi? asalkan daya tahanku kuat aku tidak akan tertular, tenang saja, aku hanya membersihkan saosnya secepat mungkin" kata Livia meyakinkan. lalu mereka ke toilet dan Robin menunggu di depan toilet wanita.

di mansion Zen.

Zen yang barusaja keluar dari pintu mansion hendak menaiki mobil, disana ada Barbara dan tiga pelayan rumah, serta empat pengawal yang berjaga di mansion.

Hugo yang barusaja datang langsung memasuki mobil Zen untuk menyetir.

satu pengawal yang menjaga gerbang datang membawa sebuah paket kotak, Zen melihat itu.

"paket dari siapa?" tanya Zen menerima kotak itu.

"tidak ada nama pengirimnya tuan" jawab pengawal itu.

Hugo keluar dari mobil lagi melihat kotak itu, Zen membukanya yang masih berdiri. Hugo menghampirinya berjaga-jaga jika ada sesuatu.

dibukalah isi kotak itu dan ada beberapa foto yang menampilkan sosok Livia dan Darent saat bercinta, rahang Zen mulai mengeras, matanya mulai sedikit memerah, dia mengambil satu surat dan membukanya.

"Livia, bukankah aku sudah mengatakan bahwa aku menunggumu di kamar? apa kau tidak rindu di saat kita bercinta seperti di foto itu? akan kutunggu lagi kabar darimu, salam cinta dari kekasihmu yang sesungguhnya"

Zen meremas surat itu dan Hugo juga sempat membacanya, foto-foto itu di sobek oleh Zen juga, Rahangnya mengeras, tangannya mengepal dengan kuat, dia melempar kotak paket itu ke sembarang tempat.

"pria bajing*n!" umpat Zen melonggarkan dasinya.

pyarrr...

suara pecahan kaca mobil yang di pukul Zen membuat semua yang ada disana terkejut, Barbara mendekatinya berusaha menenangkan Zen.

Hugo menjauh darinya dengan sigap tanpa aba-aba dia menelepon Robin memastikan Livia.

"tuan tenanglah dulu, anda harus tenang sebelum menyelesaikan masalah" kata Barbara malihat tangan Zen yang keluar banyak darah, salah satu pelayan yang gesit tanpa disuruh menghampiri mereka dan menyodorkan sebuah kotak P3K.

"dimana nona Livia" tanya Hugo saat Robin mengangkat teleponnya. Robin melihat wanita yang memakai jaket tebal, berkacamata dan masker keluar melewatinya, di belakangnya ada seorang wanita lain keluar dari sama yang memakai topi dengan rambut panjangnya terurai membuatnya tidak terlihat, apalagi saat keluar dia memainkan ponselnya dan menunduk.

"dia sedang di toilet pak" jawab Robin.

"ingat ini, jaga nona dengan baik, di rumah tuan Zen sedang marah besar" kata Hugo mengingatkan pada bawahannya.

"ba.." kata Robin terputus saat mencurigai sesuatu.

"ada apa? katakan!" tegas Hugo. Robin berlari kecil menerobos masuk ke toilet wanita, tak ada siapapun disitu, hanya ada dress milik Livia yang dia kenakan tadi berada di atas kloset yang tertutup.

"oh ****!" umpat Robin.

"Robin katakan ada apa?" tanya Hugo mulai cemas.

"nona Livia kabur dengan seseorang" kata Robin secepat mungkin.

"cepat cari sampai ketemu!" bentak Hugo berteriak marah pada bawahannya itu.

"apa lagi sekarang?!" tanya Zen setelah Hugo menutup teleponnya, dia melepas kacamata hitamnya dengan kasar.

"nona Livia tuan, nona kabur" kata Hugo dengan gugup.

bukk...

sebuah pukulan keras mendarat di pipi Hugo dan terpelanting ke belakang.

"maafkan saya tuan, akan saya cari secepat mungkin" kata Hugo dengan cepat sambil menunduk. Zen memajukan dirinya mendekati Hugo hingga sedekat mungkin sembari mengeluarkan pistol yang selalu dia bawa di belakang punggungnya. Dia menodongkan pistol itu di kening Hugo.

"ingat baik-baik, nyawamu akan lenyap jika tidak segera menemukannya" kata Zen dengan nada rendah penuh dengan amarahnya.

"baik tuan" jawab Hugo. Zen memasukkan pistolnya lagi ke belakang, lalu Hugo menelepon seseorang untuk mengerahkan semua pengawalnya untuk mencari Livia kecuali pengawal rumah, mereka akan tetap berjaga di mansion. Zen kembali masuk ke dalam rumah.

flashback kemarin..

"aku akan memaafkanmu Zen, tapi ada syaratnya" kata Livia saat makan malam bersama Zen.

"katakan"

"aku bosan di rumah, aku ingin bersenang-seneng di luar sendiri"

"sendiri? tidak, jika ingin keluar rumah kau tetap harus bersama pengawal" kata Zen.

"baiklah kalau begitu, aku akan berbelanja" katanya.

"baiklah, tapi tidak sekarang, besuk pagi saja" kata Zen, lalu di angguki Livia. Setelah makan malam selesai Livia bergegas ke kamarnya menelepon Luna.

"halo Luna" sapanya saat Luna mengangkat telepon darinya.

"hai Liv, ada apa?"

"apa kau ada waktu besuk? aku butuh bantuanmu"

"bantuan?"

"aku akan kabur dari sini"

"apa kau yakin?" tanya Luna tak yakin. "kita akan kabur kemana?" lanjutnya.

"bisakah kita ke desamu saja? tempat itu jauh dan terpencil" tanya Livia memastikan. "hanya untuk sementara" lanjutnya.

"mm baiklah, aku akan ambil cuti besuk, bagaimana rencanamu?"

"aku akan ke mall besuk, kita ke toko roti, di mall banyak orang, akan lebih sulit jika banyak orang kan" ujar Livia. "apa kau bisa menyamar? Robin sudah mengenali wajahmu" lanjutnya lagi.

"menyamar? bagaimana kalau ketahuan?"

"lakukan sebaik mungkin agar kau tidak ketahuan, kau harus masuk ke toilet, aku akan menyusul mu disana, nanti aku akan memakai pakaian yang kau kenakan saat datang ke mall, jangan lupa bawa saja pakaian untukmu sendiri"

"mmm baguslah, aku akan berusaha, aku akan ambil cuti besuk, aku juga sudah lelah menjadi pelayan disana, tapi aku sedikit ragu dengan rencana kita" kata Luna.

"berusahalah untuk tidak ragu supaya aktingmu tidak buruk, apa kau mau menjadi pelayan kafe terus?"

"tidak sih, tapi okelah, aku akan berusaha besuk, akan kupersiapkan dulu"

mereka menutup sambungan teleponnya, lalu Livia masuk ke ruang pakaian yang ada di kamar, Livia menatap semua emas berbagai model di dalam etalase itu.

"maafkan aku Zen, aku harus membawa semua barang-barang ini" lirih Livia.

flashback off...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!