Zen, Livia, dan Hugo duduk di sofa kafe saling diam dan saling bertatap muka.
"cihh.." Livia berdecih dan bibirnya tersungging sebelah. "kalian memanggilku hanya untuk ini?" lanjut Livia.
"apa kau senang membangkang dariku?" tanya Zen dengan tatapan horor.
"apa?"
"aku memperingatimu untuk tidak berhubungan dengan pria lain waktu itu" kata Zen sambil menyeruput kopi dengan santai, sedangkan Hugo melipat kedua tangannya di depan dada dengan ekspresi datar, ah bukan, dia hampir seperti patung.
"apa aku seperti manusia bodoh di hadapan kalian? aku juga ingin bahagia" kata Livia melihat Zen dan Hugo bergantian.
"hei dia yang memperingatimu bukan aku" kata Hugo dengan suara basnya menunjuk Zen.
"tapi kau selalu ada di pihaknya" ujar Livia tak terima.
"tapi itu hubungan kalian, tuan Zen yang berbicara kenapa aku yang kau salahkan?" jelas Hugo yang tidak terima juga.
"tidak mungkin kalau kau.."
"Livia aku pesan sanwitch spesial" sela Zen memotong pembicaraan Livia yang mulai ribut dengan Hugo. Zen merasa pusing jika mereka berdebat, sedari dulu mereka tidak berubah, selalu membuat Zen lelah dengan keributannya.
"kau pasti tah..!"
"sekarang Livia!" gertak Zen memotong lagi dengan nada meninggi memerintah supaya salah satu pergi, dengan berat hati Livia beranjak dari sofa hendak pergi tapi ada seseorang menghampiri Livia.
"nona Livia?" tanya orang asing, Hugo berdiri dengan sigap melihat pria itu, waspada jika dia menyakiti Livia, maka tangan besarnya siap menghabisi pria itu.
"iya saya Livia"
"saya tim dari rekan kerja kak Daren, saya disuruh kesini untuk memberikan ponsel ini ke nona Livia" katanya sambil menyodorkan sebuah paper bag coklat.
"oh baiklah, trimakasih ya" kata Livia yang hendak menerima dengan senang hati tiba-tiba kaget dengan tangan besar Hugo yang menyerobot mengambil paper bag itu, lalu Hugo mengeceknya dan di buka kotak hp ternyata benar, itu adalah hp keluaran terbaru yang dikirim dari Darent karena merusak hp Livia kemarin malam, lalu Hugo memberikannya pada Livia.
Livia memandang Hugo dengan mata tajam dan kesal.
"sekali lagi terima kasih" kata Livia pada pria itu dengan ramahnya, lalu pria itu pergi.
"kenapa harus tidak sopan begitu?" ketus Livia dengan sebal pada Hugo yang terlihat duduk dengan santai.
"aku hanya waspada dengan sekitarmu" kata Hugo sambil menyeruput kopinya, Zen tersenyum melihat mereka berdua.
"jangan tersenyum ramah pada pria lain seperti itu" peringatan dari Zen, tapi Livia tak menggubrisnya.
Lalu Livia berjalan menuju dapur untuk mengambilkan pesanan Zen, tv yang terus dinyalakan di kafe membeberkan skandal di salah satu siaran berita.
"terlihat jelas nampak Darent Lumiust dan Hanna Micelle tengah masuk ke ruangan restauran VVIP bersama, sebelumnya Helena dan ibu Hanna yaitu Magdalena juga tengah memasuki ruangan bersama satu jam sebelum Darent dan Hanna datang, apakah mereka ada hubungan yang serius sampai mempertemukan kedua orangtuanya?" jelas salah satu host di suatu acara berita, lalu mereka menampilkan satu foto dan Vidio saat Helena dan Magdalena masuk ke ruangan lalu di susul Vidio Darent dan Hanna memakai baju serasi dengan warna yang sama, meskipun mereka sudah menutupi wajah mereka dengan kacamata tapi sosok mereka yang sudah terkenal tidak bisa luput dari mata setiap orang memandang.
Livia diam berdiri mematung, Zen dan Hugo melihat Livia dengan diam, bahkan para teman Livia termasuk menejernya yang mendengar berita itupun juga memandang Livia iba.
beberapa menit kemudian Livia datang menyajikan pesanan Zen, tatapan Livia berbeda kali ini, raut wajah sedih yang berusaha dia sembunyikan tapi tak luput dari Zen dan Hugo.
Zen menggerakkan kepalanya memberi isyarat pada Hugo saat melihat Bill menejer kafe, dengan pikiran cerdas dan pintar dia mengangguk pelan lalu menghampiri Bill dengan cekatan, mereka tengah berbicara serius lalu Bill seperti menyetujuinya.
"Livia" panggil Bill saat Livia hendak membuatkan pesanan Zen.
"iya pak Bill, ada yang bisa saya bantu?" tanya Livia menghampirinya.
"berapa kali kau libur dalam sebulan ini?"
"saya? Mm.. sudah 2 kali saya libur pak"
"apa kau ingin kita mencari penggantimu dengan alasan kau sakit?"
"tidak pak, bukan begitu mak.."
"kalau memang bukan seperti itu pulanglah istirahat, sebagai gantinya hari liburmu dua hari yang tidak kau ambil, hari ini dan besuk, aku tidak mau menjengukmu yang sedang sakit karena lelah bekerja, aku tidak sejahat itu" kata Bill pura-pura marah.
"baik pak, maafkan saya, kalau begitu saya pamit" kata Livia di angguki oleh Bill.
saat Livia keluar dari kafe terlihat Zen dan Hugo menunggunya di sebelah mobil.
"kau berganti pakaian atau tidur? cepatlah masuk!" kata Zen dengan ketus lalu masuk ke mobil sedangkan Hugo membuka pintu mobil untuk Livia.
"tidak, aku akan pulang sendiri" kata Livia berusaha ketus pada Zen. "akhh.." teriak Livia saat Hugo menariknya lalu memasukkan ke dalam mobil. "hei Hugo!" pekiknya yang ingin memarahi Hugo.
"Hugo, apa kau tidak masuk?" tanya Livia tiba-tiba khawatir yang melihat Hugo pergi setelah menutup pintu mobil untuknya, Hugo membalasnya dengan melambai satu tangannya kanannya tanpa berbalik dan tetap terus berjalan membelakangi mereka.
"dia akan mengganggu kita jika ikut" kata Zen mendekati tubuh Livia, dengan cepat Zen mengambil seatbelt dan memasangkan untuk Livia. "kenapa dengan pipimu?" tanya Zen sambil tersenyum nakal dan melajukan mobilnya. Livia menangkupkan kedua tangannya di pipi.
"jangan macam-macam" kata Livia berusaha ketus pada Zen. "Hugo tidak ikut dengan kita, bagaimana kalau Daren tahu dan berpikir macam-macam?" lanjutnya dengan khawatir.
"kau bodoh!" lirih Zen dengan santai.
"apa!" pekik Livia.
"pakai saja otak cerdas dan bibir pintarmu untuk membalas pria yang kau pacari, pria macam apa yang tidak memikirkan tentang wartawan? dia tau bahwa dia artis kenapa masih pergi dengan wanita lain tanpa ada alasan?"
"alasan? dia pasti memiliki alasan untuk pergi berdua seperti itu" Zen terkekeh mendengar jawaban Livia, dia berpikir bahwa Livia begitu polos.
"Zen, ini bukan arah ke rumahku" kata Livia setelah melihat laju mobil berbelok ke kanan.
"apa kau punya rumah?" ejek Zen.
"apa? hei kau! jangan mengejekku, kalau aku menikah dengan Daren aku yakin akan punya rumah" kata Livia sambil cemberut, tapi di sebelahnya rahang Zen mengeras, kedua tangannya meremas setir mobilnya.
"kau melupakan perkataanku yang akan menikahimu satu bulan lagi? kau tidak akan menikahi dia!" kata Zen tetap fokus ke jalan depan.
"kau merencanakan sesuatu?"
"dia sendiri yang menunjukkan sisi buruknya sayang" kata Zen memperjelas kata sayang berharap Livia paham dengan perilaku Darent.
Dua jam berlalu Livia tengah tertidur di dalam mobi. Zen istirahat sebentar memandang wajah Livia setelah memberhentikan mobil di pasir pantai.
setengah jam berlalu Livia mengerjakan matanya, sinar matahari yang menerobos masuk ke dalam mobil mereka, Livia melihat sekeliling dan kaget dengan tatapan Zen.
"kau.. kenapa kau menatapku? sejak kapan?" tanya Livia heran.
"cantik" lirih Zen yang masih bisa di dengar Livia. "ayo cepatlah keluar" kata Zen sambil keluar mobil dan melihat lautan dengan angin kencang yang diikuti Livia.
Zen menatap terus wanita cantik yang sedang berjalan keluar dari mobil menghampirinya, hidung mancung manik mata coklat terang, bibir mungil dengan postur tubuh sempurna, rambut berwarna coklat lurus dan panjang beterbangan karena angin pantai yang kencang, ditambah dengan kepolosannya dan kelemah lembutan wanita ini, sungguh.. Zen tergila gila padanya.
"lihat saja Livia, aku tidak akan melepaskanmu, akan ku hancurkan siapapun yang menjadi milikku" batin Zen terus bergejolak saat memandang sempurna Livia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments