EIGHT - HADIAH DARI DARENT

sosok pria sederhana sedikit pendek tiba di rumah Livia, mengampiri Darent yang tengah termenung di kursi persegi empat besar.

"Daren, apa yang kau lakukan? ayo kita pulang" kata asistennya yang bernama Kevin dengan rasa iba pada majikannya. "kenapa kau pucat sekali?" ujar Kevin memberi mantelnya di punggung Darent.

"kau pergilah, aku akan menunggu Livia sampai keluar" kata Darent dengan pandangan kosong.

"kau gila? kau akan ketahuan para wartawan, pulanglah dulu selesaikan skandalmu baru selesaikan urusanmu pada Livia, jika skandalmu belum selesai bagaimana kau akan menjelaskan padanya" jelas Kevin membujuknya. Darent berusaha menimbang-nimbang, "besuk kau juga ada syuting pagi" lanjut Kevin mengingatkan, pada akhirnya Kevin berhasil membujuk Darent.

pagi hari di kafe...

"Livia!" pekik Luna berlari dan memeluk Livia saat masuk ke kafe.

"ada apa? apa kau sakit?" tanya Livia khawatir dan bingung, Luna melepas pelukannya.

"kau itu bicara apa.. aku merindukanmu, selamat ulang tahun untuk temanku yang baik, aku hendak ke rumahmu bersama teman-teman tapi sepertinya kau sedang menikmati cutimu" kata Luna dengan cemberut.

"trimakasih Luna, untunglah kalian tidak ke rumahku, kemarin aku pergi dengan temanku" jawab Livia tersenyum melihat teman baiknya ini.

"benarkah? wah.. untunglah kalau kau bisa melepas lelahmu, apa kau senang?"

"ya, aku sangat senang" jawab Livia mantab dengan raut senangnya.

"itu akan baik bagimu"

"baru dua hari cuti serindu itu pada Livia?" celetuk Andrew membuat Livia dan Luna terkekeh dan berpelukan lagi. Livia melihat bunga yang di taruh di vas berada dekat kasir.

"senang melihatmu bisa tersenyum, kita berpikir kau akan murung selagi skandal Daren belum selesai" kata Megan teman kerja Livia yang barusaja tiba di kafe.

"aku tidak akan memperumit lagi, aku akan meninggalkannya" kata Livia yang di dengar teman-temannya.

"apa kau yakin?" tanya Andrew.

"benar, kau mengambil jalan yang baik, lagipula aku tidak suka melihat Daren memperlakukan buruk padamu selama ini, dia suka selalu padamu" kata Bella yang sedari tadi menjadi pendengar di kasir.

"benar, kau tidak pernah bahagia saat bersamanya" imbuh Megan.

"bunga yang indah, tapi tidak tepat untuk nuansa kafe kita" celetuk Livia.

"ah iya aku hampir lupa, itu bunga untukmu, kurir yang mengantarkannya, aku langsung memasukkan ke dalam vas bunga supaya tidak layu, berjaga-jaga kalau kau masih cuti lagi" kata Andrew.

"kapan? aku tidak tau kalau ada kurir datang" kata Bella yang merasa datang awal setelah Andrew.

"sebelum kau datang, hanya ada aku tadi, dan kutaruh di bawah kasir hadiahnya" kata Andrew pada Livia, lalu Bella mencari hadiahnya dan memberikan kotak besar itu pada Livia, dengan cepat Livia membukanya. mulut semua orang pegawai yang ada disana menganga melihat isinya, tas bermerk keluaran terbaru dan sepatu yang harganya fantastik.

Livia mengambil surat kecil di dalam.

"Livia maafkan aku, selamat ulang tahun, maafkan aku sekali lagi, dari kekasihmu"

tulisan yang sama persis dengan tulisan Darent membuat hati Livia berdetak kencang.

Ting..

bel berbunyi seseorang memasuki pintu kafe, sosok dua pria tampan masuk, seperti biasa. Zen dan Hugo.

"pelanggan setia kita datang, Liv.. tugasmu untuk melayani teman-temanmu" celetuk Megan sambil terkekeh, lalu mereka semua pergi mengerjakan tugas masing-masing.

Zen dan Hugo melihat hadiah yang di bawa Livia masuk ke ruang staff, dengan cepat Livia menghampiri mereka.

"hadiah dari Daren?" tanya Zen saat Livia hendak bertanya pesanan mereka.

"iya" jawab Livia singkat dengan pelan. "kalian mau pesan apa?" tanya Livia.

"seperti biasa" jawab Hugo.

"1 kopi latte untuk Zen dan amerikano untukmu, pesanan segera datang, tunggulah" kata Livia yang hafal dan memesankan pesanan di dapur.

Zen menatap Hugo dengan tatapan tajam karena sebal.

"itu pasti cuma tanda permintaan maaf tuan, mereka masih bertengkar, tenanglah.. sebentar lagi kau akan berkuasa menendang Daren" kata Hugo dengan pelan.

"cepatlah mengurus jadwal peresmiannya, aku sudah tidak sabar" kata Zen.

"baik tuan"

"ini pesanan kalian" kata Rey membawa pesanan setelah beberapa menit.

"dimana Livia?" tanya Zen yang sudah hafal dengan semua nama pegawai di kafe itu karena dia pelanggan setia sejak dia masih sekolah hingga sekarang.

"oh dia ke toilet tadi" jawab Rey dengan gaya feminimnya.

"bunganya terlihat aneh dengan nuansa kafe" celetuk Hugo yang merasa sebentar lagi dia akan mengurus nuansa kafe itu juga.

"itu bukan hiasan dari kafe, kekasih Livia yang mengirimnya tadi pagi, karena takut layu Andrew menaruhnya disana" Zen tersenyum geli mendengar jawaban Rey. "sejujurnya aku lebih suka Livia bersamamu daripada bersama Daren, teman-teman lega melihat wajah Livia tersenyum bahagia, bagaimanapun juga semuanya berkat kau, jika kau butuh bantuan kau bisa hubungi aku, demi Livia" kata Rey dengan kemayu lalu pergi meninggalkan Zen dan Hugo yang saling bertatapan.

"berapa lama kita di itali? wanita itu sudah banyak berubah" ujar Zen membuat Hugo terkekeh geli.

"apa dia benar-benar gay? perilakunya berbeda melihat kita saat kita kembali dari Itali waktu itu" tutur Hugo dengan kekehannya.

"kukira dia tidak berubah dan masih ingin bermalam dengan kita seperti dulu, ternyata dia menjadi pria sejati" cemooh Zen yang bercanda, mereka tahu bahwa Rey masih gay, hanya sekedar gurauan untuk mereka berdua melepas penat, selagi Rey tidak mendengarkan mereka tidak masalah untuk mereka.

lalu Zen melihat Livia yang keluar dari toilet dan memanggilnya.

"ada apa?" tanya Livia.

"aku sudah memikirkan hal ini dengan matang, aku tahu kau orang yang suka bekerja, tapi jika kau berkenan aku menawarimu pekerjaan yang lebih baik, kau bisa menjadi sekertarisku Liv" tawar Zen sembari meminum kopi panasnya.

"aku? kenapa aku? aku bukan wanita berpendidikan tinggi" jawab Livia dengan polos rendah diri.

"ada Hugo yang siap mengajarimu, sulit sekali di jaman sekarang mempercayai kinerja orang lain, apalagi aku tidak mengenalnya, mungkin akan lebih baik jika aku mengenal sekertarisku lebih dulu" jelas Zen berusaha merayunya.

"jangan pikirkan soal gaji, tentu saja kau akan senang, karena semuanya akan dijamin termasuk tempat tinggggalmu dan fasilitas lainnya" imbuh Hugo yang berusaha meyakinkan, terlihat Livia yang masih menimbang-nimbang.

"permisi kak, saya kurir makanan mau mengantarkan paket dari atas nama Daren untuk atas nama Livia Bannet" kata seorang pria muda yang berbicara pada Rey.

Livia, Zen dan Hugo mendengar pria muda itu, lalu pria itu menurunkan sejumlah makanan kue coklat dan makanan enak lainnya di salah satu meja dan banyak minuman manis untuk Livia dan rekan-rekan kerjanya.

Zen menyentak tangan Livia dan menatapnya tajam. "terimalah sedikit kebaikan dari kekasih bodohmu, karena sebentar lagi kita akan menikah" kata Zen dengan geram tertahan, suara bas tapi pelan membuat Livia bergidik karena terkesan mengancam. Livia memilih melenggang pergi sebelum rekan-rekannya fokus menatap mereka.

"cepat persiapkan umpan" kata Zen dengan tatapan tajam menatap Livia disana, lalu tersenyum seperti iblis.

"baik tuan" jawab Hugo dengan tenang menghadapi bosnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!