FIVE - BERLIBUR DENGAN ZEN

"waahhhh.." lirih Livia sambil menghirup udara sepoi-sepoi.

"kau senang?" tanya Zen yang di angguki Livia dengan cepat, Zen melihat senyum di bibirnya, begitu manis pikir Zen.

"sudah lama aku tidak ke pantai" kata Livia dengan wajah senang.

"aku akan sering mengajakmu ke pantai, bahkan jauh lebih indah"

"benarkah?"

"benar, setelah menikah kita akan bulan madu kesana" jawab Zen memandang laut, tapi raut wajah Livia berubah menjadi datar memandang Zen.

"Zen, aku bisa jelaskan, aku sudah memiliki kekasih, aku sangat mencintainya, aku tidak bisa bersamamu lagi" jawab Livia membuat Zen lagi-lagi mengeraskan rahangnya dan mengepalkan kedua tangannya di dalam saku celana, Zen menghela nafas pelan lalu melihat Livia.

"Livia, kau akan tau nanti setelah hal yang tak terduga menimpa dirimu, tanpa aku melakukan apapun keadaan akan berpihak padaku" kata Zen dengan mantab.

"apa maksudmu" jawab Livia mengernyitkan alisnya, Zen terkekeh dengan kepolosannya.

"bahkan orang lainpun tahu akan terjadi sesuatu pada hubungan Daren dan Hanna, kau saja yang bodoh" ejek Zen.

"hei kau!" jawab Livia sebal, Zen terkekeh.

drrt..drrt..

ponsel Zen berdering, dia mengangkat telepon dari Hugo menjauhi Livia.

Livia melihatnya menjauh lalu teringat ponsel yang baru saja di berikan oleh Darent, dia mencoba mengaktifkan ponselnya dan memasukkan kartu nomornya yang sempat di ambil setelah ponsel lama di rusak Darent kemarin.

lalu banyak sekali panggilan masuk dan pesan dari beberapa teman-temannya, tapi melihat tertera nama Darent, dialah yang paling banyak, tapi dia tidak membuka semua pesan yang masuk, terlalu malas untuk Livia.

Livia teringat dengan skandalnya yang sedang muncul.

"baru saja kemarin aku bilang tidak suka dia memiliki skandal, apa tidak bisa dia menjadi artis yang diam saja seperti yang lain?" batin Livia mulai memanas.

"apa itu alasan Hanna menelepon Darent? jika pekerjaan tidak mungkin bersama orang tuanya, jika bukan tentang pernikahan apa lagi? selama ini Daren juga tidak pernah mempertemukanku lagi dengan nyonya helena" lanjutnya di dalam hatinya, lalu Livia teringat masa-masa di saat dirinya menjadi pembantu rumah tangga di kediaman Darent, raut wajah Helena senang dengan keberadaan Livia sejak kecil disana bersama nenek Livia. tapi setelah mengetahui Darent jatuh hati padanya sikap dan raut wajahnya tidak bisa di sembunyikan lagi, Helena tidak suka anaknya menjalin hubungan dengannya, Livia menggelengkan kepalanya, dia berpikir sudah sampai disini kenapa masih memikirkan semua itu? dia harus menyenangkan hatinya dulu supaya bisa berpikir dengan jernih.

"berpikir apa?" tanya Zen tiba-tiba yang sudah berada di sebelah Livia dan membuatnya kaget, tapi tak ada jawaban darinya.

Zen melihat kuda lalu tersenyum, Livia yang melihat reaksi Zen langsung menggelengkan kepala karena paham.

"aku tidak bisa Zen" kata Livia membuat senyuman Zen memudar.

"akan kuajari" jawab Zen singkat.

"tidak Zen, aku tidak akan bisa, itu pasti sulit"

"tidak sesulit yang kau kira Livia" kata Zen menarik tangan Livia menuju ke persewaan kuda. Livia mengoceh tapi Zen tidak menghiraukannya tetap menarik tangan Livia.

lalu Livia di paksa Zen untuk menaiki kuda dan mengajari teori pada Livia, tidak hanya Zen yang mengajarinya tapi juga ada pemandu kuda yang membantu Livia untuk belajar, dari kudanya yang berjalan hingga kuda itu berlari, Livia akhirnya bisa menunggangi kuda sendiri, tapi di sisi kanan terdapat Zen yang menunggangi kuda juga, di sebelah kiri pemandu kuda juga menyertai Livia, dua pria itu berjaga-jaga di sebelah kanan kiri jika ada apa-apa terjadi pada Livia.

wajah bahagia Livia yang terukir di sana terlihat oleh Zen, sampai mereka berdua lelah menunggangi kuda dan terlihat di belakang mobil Zen ada tenda dan perlengkapan untuk makan, meja kursi dan perapian yang sudah dinyalakan.

"hei.. apa itu" tanya Livia melihat dari kejauhan.

"ayo, kita kesana" ajak Zen yang sudah mengerti bahwa semua itu Hugo yang mengurusnya setelah mendapat perintah dari Zen melalui telepon tadi.

Livia mengikutinya dan melihat-lihat semua persediaan yang ada di sana, daging mentah, alat Bakaran, alkohol kalengan dan camilan lainnya.

"apakah Hugo yang menyiapkan semua ini?" tanya Livia penasaran.

"sudah, tidak usah banyak tanya, duduklah" kata Zen menepuk kursi santai yang ada di sebelahnya, Livia hanya menurut, lalu Zen menyelimuti kaki Livia dengan kain hangat yang di bawakan oleh Hugo. Livia menatap Zen yang sedang sibuk menyalakan alat panggangan untuk daging mentah.

"tampan dan beda dari yang dulu" batin Livia tanpa sadar, lalu dia mengerjapkan matanya sadar akan batinnya yang mengkhianati Darent. "ingat Livia, sudah ada Daren di hatimu" Lanjut batinnya lagi.

Hari semakin malam anginpun semakin dingin, Livia sudah menghabiskan beberapa kaleng alkohol, tingkat kesadarannya tinggal 40%, sementara Zen masih masih sadar meskipun sudah menghabiskan banyak alkohol.

Zen melepas mantel hangatnya lalu memakaikannya di punggung Livia. "Livia, pipimu merah, sepertinya kau mabuk" kata Zen.

"aku? tidak, aku tidak mabuk" kata Livia, padahal kenyataannya dia memang sudah mabuk. "apa kau ingat..dulu saat kecil aku menyukaimu, padahal saat itu Daren menyukaiku"

"hei Livia kau mabuk hah?" kata Zen dengan terkekeh mencubit pipinya yang merah dengan gemas.

"saat masih kecil aku menyukaimu tapi waktu itu ibumu tidak menyukaiku karena aku tidak memiliki orang tua dan hanya hidup bersama nenek yang tinggal di rumah Daren menjadi pembantunya" kata Livia menyenderkan kepalanya ke bahu kanan Zen, dengan senang hati Zen menerimanya.

"setelah ibumu pergi dan kita menginjak remaja akhirnya kita pacaran, tapi kau malah pergi sampai bertahun-tahun hanya dengan satu pesan saja" lanjut Livia.

"sekarang aku sudah kembali dan pintar mencari uang, apa yang kau tunggu?" jawab Zen.

"aku punya perasaan.. aku berusaha membuka hatiku untuk Darent yang setia padaku, kupikir aku akan bahagia, tapi kali ini ibu Daren tidak setuju dengan hubungan kami, takdirku memang seperti ini, kurasa aku tidak akan pernah bisa bahagia karena aku anak miskin, aku sangat lelah berhubungan dengan orang kaya seperti kalian" kata Livia yang tidak terasa meneteskan air matanya mengalir dan jatuh di bahu Zen.

"bahkan aku tidak berharap sedikitpun berhubungan dengan kalian, keadaan dan perasaanku yang menyeretku untuk terus berada di sekeliling kalian, jadi kumohon menjauhlah dariku, aku akan berusaha meninggalkan Daren, aku ingin hidup normal seperti teman-temanku yang mendapatkan hubungan bahagia sepenuhnya karena tidak ada kendala dengan keluarga" lanjut Livia yang terus meneteskan air mata.

"maafkan aku Livia, akan kupastikan kau akan bahagia sekarang" kata Zen dengan singkat, Livia kembali duduk tegak dan melihat Zen.

"tidak, aku akan meninggalkan kalian, aku lelah, selalu aku yang tersakiti" kata Livia. Zen menghela nafas panjang. Zen melihatnya dengan geram. Livia mengambil kaleng alkohol baru dan menegaknya, tangan kokoh Zen dengan cepat mengambil kaleng itu.

"biarkan aku melepas lelahku disini Zen, jangan menghalangi.." perkataan Livia terpotong dengan pagutan Zen yang sangat posesif.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!