Livia melihat ponselnya yang mati karena batrainya habis, lalu dia memasukkan lagi ponselnya ke dalam tas.
suasana riuh sangat ramai dengan berbagai tawa, teriak bahagia, berbincang-bincang dengan satu sama lain, tidak hanya rekan kerja Livia saja, banyak orang yang datang ke kedai pinggir jalan, mereka yang bukan teman Liviapun juga sangat ramai.
"ah benar juga, kita harus berterimakasih pada Livia karena sudah bekerja keras mendapatkan tips sangat banyak sampai kita bisa membeli minum sebanyak ini" kata Rey dengan centil, lalu 15 teman-teman Livia bersorak bahagia.
"bagaimana bisa kau mendapat tips sebanyak itu Liv?" tanya Luna salah satu rekan kafe.
"ah kebetulan dia teman kecilku, itu saja" jawab Livia mulai pusing karena alkohol yang mereka minum.
"bukankah dia yang bernama Zen Rodrigues? pengusaha kaya raya itu?" tanya Luna lagi, Livia hanya mengangguk lalu meminum alkoholnya.
"wow... kau hebat Liv, bagaimana tidak.. kau berpacaran dengan artis dan memiliki teman orang hebat seperti Zen, semuanya kenal denganmu sejak kecil, takdirmu benar-benar beruntung sejak lahir" kata Andrew.
"benar.. aku jadi iri denganmu" ujar Bella dengan ekspresi merengek.
"apa dia menyukaimu? tanya Rey dengan tatapan penasaran, teman-teman yang lainpun menunggu jawaban Livia.
"tidak, kita hanya teman" bohong Livia dengan ciri khas suara lemah dan lembutnya, jauh sebelum Livia pacaran dengan Darent, dia telah berpacaran dengan Zen, tapi tiba-tiba ada masalah keluarga yang membuatnya terpaksa untuk pergi ke Italia menemui kedua orang tuanya tanpa memberitahu Livia maupun tentang status hubungan mereka berdua, dia hanya memberikan kabar melalui email memperingati Livia untuk menunggunya dan tidak boleh menjalin hubungan dengan pria lain, tapi hati manusia tidak sekuat itu kan?
"jika tidak berikan saja padaku, aku akan memuaskannya sampai lelah" kata Rey yang di sorak i semua temannya, ada yang melemparinya dengan kacang, ada yang memakinya, tapi Rey hanya tertawa karena semua itu hanya bercanda, Livia tersenyum dengan tingkah semua teman kerjanya.
sampai di depan rumah...
Livia turun dari taksi dengan keadaan pusing tapi masih bisa berjalan, dia membuka pagar lalu melihat Darent yang sedang duduk di atas tempat bersantai Livia yang berada di depan rumah, dengan kedua siku bertumpu di atas kedua lutut, Darent memandang tajam Livia.
"apa harimu menyenangkan?" sindir Darent dengan tatapan tajam.
"kau disini" lirih Livia yang kaget dengan adanya Darent.
"memangnya yang kau lihat siapa?" kata Darent ketus, Livia hanya diam.
"apa aku harus berulang kali memperingatimu bahwa ponsel harus tetap menyala?" lanjutnya.
"maafkan aku" jawab Livia yang ingin segera tidur.
"berikan ponselmu" pinta Darent.
"ada apa?"
"berikan saja jangan membuatku semakin marah Liv" kata Darent dengan marah, lalu Livia memberikan ponselnya dengan ragu, dengan cepat Darent menyahutnya dan menjatuhkan di depan mereka, tidak pikir panjang lagi Darent menginjaknya dengan keras hingga ponselnya pecah, tak hanya menjinjak satu kali tapi berulangkali hingga ponselnya benar-benar hancur.
"apa yang kau lakukan? hentikan" teriak Livia berulangkali berusaha menghentikannya tapi tangan Darent selalu menyingkirkan tubuh Livia hingga hampir terjungkal ke belakang.
"besuk akan aku kirim ponsel terbaru, jika aku menghubungimu tidak bisa, maka akan aku rusak lagi, kau mengerti kan?" kata Darent dengan kejam memperingatinya, Livia mulai menunduk meneteskan air mata.
"jangan begini Daren" kata Livia dengan suara bergetar, dia tidak bisa menahan perilaku buruk Darent.
"dengar Liv.. aku tidak ingin kau meremehkanku, kau tahu kan aku cinta padamu?" kata Darent.
"jangan pernah kau berpaling dariku, kau pergi tanpa bilang padaku dan ponselmu mati maka aku selalu berpikir kau sedang bersama pria lain, aku tidak akan tinggal diam" kata Darent dengan nada tertahan, matanya yang tajam membuat Livia takut menatapnya.
"kau mengerti kan?"
Livia mengangguk tapi masih menunduk dan menangis. Darent menjepit dagu Livia dengan jemarinya membuatnya mendongak, dengan rakus Darent memagut bibir Livia, mau tak mau Livia membalasnya meskipun dia tidak bisa menyeimbanginya.
"aku tidak suka kau mabuk dengan orang lain, meskipun hanya rekan kerja tapi ada laki-laki lain selain aku" kata Darent.
"bagaimana kau tahu aku bersama teman kerjaku?" tanya Livia dengan suara seraknya, meski begitu suara lembut dan merdunya membuat Darent luluh padanya.
"bagaimana aku tidak tahu kalau kedai itu dekat dengan tempat kerjamu, aku ingin masuk tapi pasti kau akan marah setelah ada berita besuk, apa kau mau ada berita tentangku yang menjemput wanita sedang mabuk?" tanya Darent, dengan cepat Livia menggelengkan kepalanya.
"biarkan hanya rekan kerjaku saja yang tahu, jangan sampai kau mempublikasikan hubungan kita" kata Livia menolak.
"itulah alasanku marah saat ponselmu mati dan kau tidak memberitahuku sebelum kau datang ke acara"
"maafkan aku" kata Livia menunduk lagi dengan penuh penyesalan.
"mm.. kau tidak menyuruhku masuk?" kata Darent.
"ah benar juga, ayo kita ke dalam" ajak Livia yang mulai sadar karena kejadian barusan.
livia yang hendak berganti pakaian menutup pintu kamarnya tiba-tiba terhenti dengan tangan Darent yang menahannya, dengan hati tidak sabar Darent melepas dua kencing baju Livia dari atas depan, lalu menciumnya dan berlanjut dimana mereka di mabuk asmara.
pagi hari di kafe O'good.
"kapan kita meresmikan tempat ini?" tanya Zen dengan tak sabar, dengan gayanya yang cool dan santai membuat para wanita tak ingin melepas pandangan darinya.
"kita tunggu Thomas pulang dari Korea, 2 hari lagi" jawab Hugo sambil melihat iPadnya. seluruh jadwal padat ada disana, tapi tidak lupa dengan acara sarapan dengan roti dan kopi di kafe ini sejak remaja hingga sekarang.
"aku tidak suka dengan seragamnya" tukas Zen sebal melihat Livia melayani banyak pria dengan pakaian yang ketat seperti itu.
Zen memandangi Livia yang sedang melayani dua pria dengan ramah.
"ckk.." Zen berdecak dengan tatapan tidak suka lalu memalingkan wajah ke arah lain dengan marah.
"tenanglah dulu tuan, lagipula kau bisa melakukan apapun setelah kau terjun di bidang entertainment, kau bisa menyingkirkan kekasihnya setelah rencana kita berhasil, lalu kau bisa menikahi nona Livia" kata Hugo berusaha menenangkan Zen.
"aku tidak tahan ingin menculiknya" celetuk Zen memijat pelipisnya, Hugo terkekeh melihat tuannya.
kebetulan sekali menejer kafe datang pagi ini dan melihat Zen bersama Hugo sedang menyeruput kopi, menejer itu kaget lalu menghampiri mereka dengan senang hati.
"selamat pagi tuan Zen" sapa menejer berdiri di samping Mereke berdua, tak memperdulikan karyawan yang mulai gelisah dengan kedatangannya.
"ah pak Bill, selamat pagi juga" jawab Zen dengan tersenyum.
"apa anda puas dengan hidangannya?" tanya Bill dengan penuh hormat dan senang di tanggapi Zen dengan ramah.
"ya aku puas, dari dulu aku selalu kesini dan rasanya tidak berubah sama sekali, tapi sayangnya.." kata Zen menggantung.
"ada apa tuan Zen?" tanya Bill penasaran.
"aku menyukai pelayanmu Livia, bisakah dia menemaniku menghabiskan kopi?" tanya Zen dengan santai.
"tentu saja tuan, aku akan memanggilkannya untuk anda, silahkan menikmati semoga kau suka berada disini" kata Bill penuh percaya diri, ya.. Bill sudah tahu bahwa sebentar lagi kafe O'good akan menjadi milik Zen, senyuman licik terukir di bibir manis Zen dan Hugo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments