dua wanita muda dan paruhbaya berada di pojok sana menatap Livia dengan penuh rasa benci, Helena ibu Darent dan Hanna.
"lihat dia, wanita ****** itu sudah berlagak menjadi nyonya Rodrigues, perempuan seperti dia tidak pantas di kawal oleh orang kepercayaan Zen" kata Helena dengan tidak suka.
"hanya pelayan kafe bisa merebut hati Daren dan Zen, apa di memakai guna-guna?" jawab Hanna, dia terlihat polos tapi ternyata buruk.
lalu mereka berdua melihat Hugo keluar dan tak lama pegawai salon pergi meninggalkan Livia, senyum iblis terukir di bibir Hanna, dia menghampiri Livia.
"hei, Hanna, kau mau kemana? jangan mendekatinya!" pekik Helena ibu Darent takut karena sudah berurusan dengan Zen jika dia membuat masalah dengan Livia.
"halo ******?" bisik Hanna tepat di sebelah telinga Livia dengan seringainya. Livia menegang melihat wajah Hanna melalui pantulan kaca di depannya. "apa kau senang sekarang?" lanjutnya dengan bisikan.
"Livia sayang, wanita macam apa kau ini? tidak berkata putus dengan Daren tapi berhubungan dengan pria lain? kau melukai hati Daren" kata Hanna dengan bisikan lembut dan kemayu, "dasar wanita jahat, kau membuat Daren mempublikasikan dirimu dengan penuh rasa sayang tapi lihatlah dirimu sekarang, benar-benar tidak punya perasaan! Daren sempat bunuh diri karena mu bodoh! wanita ******!" kata Hanna dengan senang membuat Livia tegang, Hanna ingin Livia merasa bersalah sekarang.
"ada apa?" tanya Hugo tiba-tiba membuat mereka berdua terkejut, terutama Hanna, dia sangat takut melihat Hugo, Hanna tahu bagaimana Hugo perilaku Hugo terhadap orang yang menganggu orang terdekat Zen.
"a..aku hanya berbisik padanya kalau dia benar-benar cantik" kata Hanna dengan gugup lalu pergi. Hugo menatapnya yang menghampiri Helena di sebelah sana, lalu melihat Livia yang pucat, dan mulai berkeringat.
"Anda tidak apa-apa? katakan saja jika ada masalah" kata Hugo melihat Livia aneh.
"ah.. tidak, dia.. dia hanya..bilang aku cantik, itu saja" jawab Livia tergagap, dia harus berbohong, tapi mulutnya kelu saat menyembunyikan kenyataan bahwa dia orang jahat pikirnya, Hugo memincingkan satu alisnya tak percaya.
di sebuah gedung besar ZNJTV malam hari..
Hugo membuka pintu mobil untuk Livia, dan mengulurkan tangannya untuk Livia saat keluar mobil, Hugo tahu dia sedikit kesulitan karena gaun panjangnya berwarna putih, Livia terlihat anggun dan menawan saat itu.
Hugo membawanya ke tempat duduk khusus untuk Livia di sebelah Zen.
"nona, silahkan anda duduk sebelah tuan Zen" ujar Hugo pada Livia, terlihat Zen yang sangat tampan dengan balutan jas mahalnya menghampiri Livia. semua mata memandang ke arah mereka berdua.
"wahh wanita itu sangat cantik, siapa dia?" bisik salah satu tamu yang ada disana.
"apa itu pacar tuan Zen? cantik sekali"
"benar, mereka serasi"
banyak tamu yang mengagumi mereka berdua, sementara yang duduk di sebelah sana ada Darent dengan satu team rekan kerjanya.
mata tajam dan marah saat melihat Zen menghampiri Livia dan mencium jidat Livia dengan sayang, lalu Zen menuntunnya di tempat duduk Livia.
sementara Hanna, dia menatap Livia dengan rasa iri dengki karena dia menjadi sorotan seluruh ruangan.
"Zen, kita sedang di acara apa?" tanya Livia polos.
"kau lihat saja nanti" kata Zen tersenyum.
Tak lama kemudian acara di mulai dan Zen di persilahkan untuk maju ke depan, tak banyak yang Zen katakan, Zen sedikit tersenyum saat melihat Livia melongo karena Zen membeli salah satu channel di tv yaitu ZNJTV ini.
"dan mungkin kalian bertanya-tanya siapakah wanita yang berbaju putih yang berada di sampingku itu? perkenalkan dia kekasihku bernama Livia Bannet" kata Zen membuat jantung Livia berdetak kencang tak karuan, dan seisi ruangan itu sangat terkejut, sorot cahaya kilat berulang kali dari kamera para wartawan menimpa pada sosok Livia yang tersenyum gugup.
"bukankah dia pacar Daren?" bisik-bisik semua yang ada di ruangan itu, tapi tak ada sosok Darent lagi disana, dia sengaja ke toilet supaya tidak malu, dan Hanna melihat semua itu semakin iri padanya.
"di persilahkan nona Livia untuk berdiri menyapa para undangan" kata pembawa acara yang berdiri di tepi panggung.
Lalu para tamu yang duduk di dekat Livia mencoba untuk berjabat tangan dengannya, tentu saja dengan senyuman dari Livia.
dua jam berlalu cukup cepat bagi Zen, tapi tidak untuk Livia, karena dia merasa tidak nyaman sama sekali berada disana, Livia memegang lengan Zen.
"aku akan ke toilet sebentar" bisik Livia saat Zen masih bercengkerama dengan orang-orang penting.
"baiklah, jangan lama-lama, aku akan tunggu disini" kata Zen dengan suara pelan mendekatkan bibirnya ke telinga Livia.
Livia memoles sedikit bibirnya lipstik peach di depan kaca toilet saat hendak keluar, setelah itu Livia keluar, tapi tiba-tiba ada tangan yang menarik lengannya dengan kencang, sebuah tubuh pria tinggi memakai topi hitam membawanya dengan cepat ke tangga darurat yang tak jauh dari toilet.
"siapa kau!" pekik Livia, dengan cepat pria itu membalikkan badan menghadap Livia setelah mengunci pintu darurat dari dalam.
"Daren" lirih Livia menatap wajah Darent yang sedikit berantakan.
"kau sengaja datang kemari untuk mempermalukanku?" tanya Darent dengan tatapan marah pada Livia.
"Daren, aku harus keluar dari sini sebelum Zen tahu dan.." sebuah ******* yang sangat kasar begitu mendalam membuat perkataan Livia terhenti.
"Dar.. mmph" pekik Livia yang tak bisa lanjut karena ciuman yang membabi buta dari Darent membuatnya sesak nafas.
"Daren lepaskan dulu" pekik Livia kali ini berhasil, Darent berhenti menciumnya yang masih memeluk lehernya erat dengan kedua telapak tangannya.
"ada apa? kau sudah tidak menyukaiku?" tanya Darent marah.
"aku tidak bisa bersamamu lagi Daren, ibumu juga menemuiku di kafe setelah kau menyatakan hubungan kita, dan.." kata Livia terhenti lalu menunduk.
"lanjutkan!" tegas Darent, Livia berusaha menelan salivanya.
"dan.. sebenarnya waktu itu aku belum putus dengan Zen saat dia pergi ke Italia, dia mengirimiku satu email untuk menunggunya sampai pulang, maka dari itu dia datang sebagai kekasihku dan ingin menikahiku" jujur Livia dengan berat hati, Daren menatapnya dengan mata nyalang.
"sejak kapan kau berhenti mencintaiku?" tanya Darent tanpa basa-basi.
"aku.. aku tidak bisa menjawab itu daren, maafkan aku, aku mencintainya" kata Livia tertunduk dan tangisnya pecah. "Daren maafkan aku" lanjutnya lagi dengan sesegukan. Darent melihatnya ingin memeluk erat wanita cantik di depannya.
"aku bisa menunggumu Livia" kata Darent membuat Livia mendongak menatap wajahnya. "kumohon" lanjut Darent sambil mengusap air mata Livia di pipi.
"Daren, aku tidak.." ******* di bibirnya lagi-lagi menghalangi Livia untuk berbicara seakan Darent takut untuk mendengar penolakan Livia.
"Daren kita tidak bisa begini, mulai saat ini kita akhiri hubungan kita" kata Livia dengan sekuat tenaga melepaskan dirinya dari tubuh Darent.
"aku akan menunggumu" kata Darent tidak rela.
"Daren kumohon mengertilah! aku tidak mau ada pertengkaran lagi karena aku, aku akan melupakanmu, selama ini kita juga kesulitan untuk menjadi sepasang kekasih, jadi biarkan aku pergi, aku juga berhak bahagia" tegas Livia membuat Darent sadar akan kesibukannya yang selama ini membuat Livia selalu menunggu dan akhirnya batal untuk jalan berdua, selalu saja seperti itu.
"nona Livia!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments