"mmphh.." suara yang keluar dari Livia berusaha untuk melepas pagutan pria ini tidaklah mudah, Zen Manarik tengkuk leher Livia semakin dalam, dua menit kemudian Livia pasrah, terasa dia berubah menikmati ciuman itu, tapi tiba-tiba Zen melepasnya, raut wajah Livia berubah menjadi kecewa.
Zen mengambil sebuah kunci yang tergeletak di atas meja yang memang disiapkan Hugo tadi, dengan cepat Zen membopong Livia ala bridal style dan memasukkannya ke mobil.
"Zen.. kau kenapa?" tanya Livia menjadi bingung.
"kau mabuk, kalau jalan pasti juga akan sempoyongan" jawab Zen membuat Livia tidak bertanya apapun lagi. Zen melajukan mobilnya meninggalkan barang-barangnya begitu saja disana.
dia memarkirkan mobilnya di sebuah basement hotel bintang lima yang tak jauh dari pantai.
Zen membopong Livia lagi yang saat ini tengah tertidur pulas karena mabuknya, mereka memakai lift yang ada di basement.
sesampai di kamar hotel Zen cepat-cepat masuk dan mengunci pintu setelah menurunkan Livia di ranjang membuat wanita itu bangun.
Livia hendak duduk tapi Zen yang tidak sabar cepat-cepat membuka kaosnya dan langsung mendorong Livia hingga telentang, Zen berada di atasnya dengan penuh percaya diri, pandangan Livia tidak pernah luput dari tubuh pria itu, tubuh yang benar-benar di penuhi dengan otot dengan dada bidang, bisa dibilang tak ada cacat sedikitpun, Zen memandang Livia dengan tatapan lapar, dengan buasnya Zen mengerjai Livia tanpa ampun, Zen benar-benar terbuai dengan keindahan fisik Livia bak gitar spanyol, Zen hampir melupakan kondisi livia, hingga matahari hampir tenggelam Zen memberhentikan atraksinya yang benar-benar seperti orang haus akan pelukan seseorang.
Setelah mereka tidur sebentar Zen keluar bersama Livia, saatb itu di luar sudah gelap, mereka makan di restauran mewah yang ada di dekat pantai sembari melihat pemandangan indah lautan dan pantai, tembok yang terbuat dari kaca membuat mereka semakin menikmati suasana restauran tersebut, beberapa pelayan datang menyajikan berbagai makanan yang entah itu habis atau tidak, pikir Zen akan lebih mudah dan senang jika Livia bisa memilih makanan tanpa harus pesan lagi.
"Zen, apa kau membeli semua menu di buku tadi?" tanya Livia dengan polosnya.
"benar" jawab Zen singkat membuat Livia melongo.
"makanlah dan pilih makanan yang kau suka. kata Zen sambil memotong steak, lalu mereka makan dengan diam, tentu saja hanya sedikit yang mereka ambil, perut mereka tidak sebesar itu kan.
melihat Livia sudah selesai makan sesekali mereka berbincang-bincang tentang pekerjaan, Zen mengeluarkan kotak hitam dan menyodorkan di meja depan Livia.
"apa itu?" tanya Livia.
"selamat ulang tahun Livia Bannet, ini hadiah dariku" kata Zen dengan senyuman tulus menatap Livia yang kaget, "bukalah" lanjutnya.
Livia melongo saat membuka kalung berlian yang begitu indah, reflek kedua tangannya menutupi mulutnya yang menganga, Zen melihatnya dengan senyuman.
"apa ini benar untukku?" tanya Livia tak percaya yang di angguki Zen. "terimakasih Zen, ini indah sekali, aku suka" lanjut Livia yang tidak munafik, bagaimana bisa dia munafik? naluri seorang wanita mana yang menolak pemberian hadiah kalung berlian? seperti itulah kepolosannya hingga tidak bisa menyembunyikan perasaannya.
"pakailah" kata Zen, tiba-tiba Livia teringat Darent, dia sudah memiliki kekasih tetapi perilakunya benar-benar keji di belakangnya, senyum Livia memudar.
"ada apa? apa kau tidak suka? biar aku ganti dengan hadiah lain Liv" kata Zen bertubi-tubi saat melihat senyuman Livia memudar.
"tidak Zen, trimakasih kau sudah ingat dengan ulang tahunku dan memberi hadiah, tapi aku tidak bisa memakai ini" kata Livia membuat Zen kecewa.
"kenapa?" tanya Zen dengan mata tajam.
"aku.. aku tidak mau Daren bertanya jauh tentang kalung ini, aku terlalu malas untuk saat ini jika harus bertengkar masalah hadiah ini"
"darimana kau tahu jika kalian akan bertengkar?"
"tentu saja tahu, itu pasti" jawab Livia mantab. Zen berdiri mengambil kalung itu dan memakaikannya di leher jenjang Livia, bau harum semerbak menusuk di hidung Zen saat wajahnya berada di dekat leher wanita itu, lalu dengan satu kecupan kecil di leher Livia, wanita itu merasa ada sengatan listrik yang menjalar ke seluruh tubuhnya, seulas senyum tipis dari bibir Zen saat melihat tubuh Livia menegang, pria itu menyudahi aksi kecilnya di tempat umum lalu kembali duduk di kursinya sedangkan Livia tampak berbinar-binar saat melihat dirinya melalui kaca kecil yang di bawanya dalam tas.
"apa boleh jika aku menjualnya" kata Livia polos.
"jangan berani menjualnya, atau aku akan marah besar padamu" jawab Zen dengan tatapan tajam. "jika kau membutuhkan uang akan aku kirim berapapun yang kau mau, apa kau membutuhkan tas keluaran terbaru? atau sepatu terbaru?" tanya Zen berubah menjadi penasaran.
"hahaha.. tidak, aku tidak membutuhkan semua itu, aku sudah memiliki tas dan sepatu di rumah" jawab Livia geli mendengar Zen yang dirasa sudah banyak berubah, dia semakin lembut padanya.
hari makin malam, saat ini mereka berada di pesisir pantai yang tengah minum alkohol kaleng lagi, tidak banyak kali ini, hanya 4 kaleng yang mereka beli di toserba dan beberapa camilan, duduk di pasir sembari menikmati dinginnya angin malam di pantai membuat mereka tampak serasi seperti sepasang kekasih, mereka mengobrol dengan asyik dan membuat Livia berkali-kali tertawa lepas, itulah yang diinginkan Zen, pria itu sangat bahagia saat ini melihat wanita di sampingnya terlihat bahagia melepas rasa sedihnya.
"trimakasih Zen kau sudah membawaku kesini" kata Livia menatap Zen dengan sendu, Zen menatap Livia dengan senyum setelah mereka tertawa terbahak-bahak.
"aku senang jika kau senang" jawab Zen yang sangat lembut, lalu Zen mengangkat tubuh Livia dengan entengnya dan menaruhnya di pangkuan Zen yang duduk di pasir juga, hal itu membuat Livia kaget.
"Zen apa yang kau lakukan? nanti bisa dilihat orang" kata Livia malu sambil melihat ke segala penjuru arah dan berusaha untuk lepas dari pelukan Zen.
"biarkan saja, lagipula kan gelap, mereka tidak melihat wajah kita dengan benar" kata Zen acuh pada sekeliling yang tidak banyak orang tapi beberapa melihat aksi mereka.
tangan kanan Zen menjerat perut Livia yang ada di pangkuannya dan tangan kirinya menjepit kedua pipi Livia dengan jemarinya yang besar, dia mengarahkan bibir Livia ke bibirnya dan memaksa Livia untuk menciumnya, mau tak mau Livia harus menciumnya karena ingin segera berakhir, tapi balasan Zen sangat ganas menciuminya, bukan hanya mencium bahkan ******* habis bibir Livia.
jauh dari mereka sosok Darent terus menghubungi Livia dengan khawatir, akan tetapi tak ada respon sama sekali bahkan semua pesannya tidak di buka, Darent membuka tirai jendela dari dalam rumah Livia melihat keluar rumah berharap Livia pulang, asisten Darent terus menghubunginya tapi sengaja tidak menjawab panggilan dari asistennya.
Sebuah pesan foto masuk di ponsel Darent, dia membukanya menampilkan kedua insan sedang bercumbu di pesisir pantai malam. ya.. Livia yang saat ini menghadap ke arah kamera masih bercumbu berada dalam pangkuan Zen, ada seseorang di belakang Zen sengaja mengirim foto tersebut ke nomor Darent.
rahang Darent mengeras dan tangannya mengepal kuat.
bukk.. sebuah hantaman tangan terkepal di tembok dekat jendela Livia sangat keras.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments