Serbuk-serbuk emas melayang ke udara membuat jalur menuju pedang yang saat ini di pegang oleh Bai Wang. Bai Wang yang melihat hanya menautkan kedua alisnya, bingung dengan apa yang di lihatnya.
Bai Wang terus melihat serbuk-serbuk emas itu yang perlahan mendekatinya, mengitari tubuhnya dan perlahan berkumpul mengelilingi dirinya dan pedang berkarat.
Cahaya yang di hasilnya dari serbuk emas membuat terang di sekelilingnya, dan perlahan serbuk emas di serap oleh pedang berkarat. Bai Wang yang melihat hanya diam, menatap dengan pandangan penuh tanya. Sebenarnya apa yang terjadi? Dan Tak hanya pedang berkarat saja yang menyerap, bola kecil berwarna emas juga menyerap serbuk emas itu.
Setelah cukup lama keduanya menyerap serbuk emas yang mengelilingi Bai Wang, keduanya pun berhenti sampai serbuk emas itu habis tanpa sisa. Bai Wang yang melihat serbuk emas telah hilang, menatap pedang berkarat dan bola kecil itu dengan kening berkerut. Tidak ada perubahan sama sekali. Pedang itu tetap berkarat dan bola kecil aneh itu tetap saja seperti itu. Bai Wang menyentuh dagunya, berpikir sambil menatap pedang berkarat.
"Kenapa tidak ada perubahan?" gumamnya menatap dengan sungguh-sungguh. "Sungguh aneh."
Bai Wang tidak ingin memikirkan lagi, berguna atau tidak nya ia akan tetap menerima. Karena memang itu lah Jiwa Beladirinya, Pedang Berkarat.
Di dunia nyata, Bai Wang yang berhasil mengambil pedang berkarat di tengah-tengah pusaran emas, kini pedang berkarat itu muncul di atas kepala Bai Wang. Tetua Jian Yang melihat Jiwa Beladiri Bai Wang telah bangkit langsung berhenti menyalurkan kekuatan spiritualnya.
Tetua Jian berdiri, menatap Bai Wang dan pedang itu. Benar-benar pedang yang menghalanginya saat memasuki lautan jiwa. Tetua Jian berpikir, entah kenapa ia merasa jiwa beladiri Bai Wang bukanlah pedang sembarangan. Walaupun bentuk nya yang sangat buruk, ia merasa pedang itu menyimpan kekuatan yang besar. Tetua Jian mencoba melihat pedang itu, untuk memastikan apakah benar-benar seperti yang di rasakan nya. Namun saat ingin melihat, pedang itu seakan membentengi dan tidak mengizinkan olah lain memasuki dunianya. Seolah pedang itu memiliki jiwanya sendiri.
Tetua Jian yang melihat akhirnya tidak melanjutkan, ia menunggu sampai Bai Wang membuka mata. Dan tak lama menunggu Bai Wang pun akhirnya membuka mata, menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan nya dengan pelan.
Pertama yang di lihatnya adalah gurunya, duduk di gubuk, menyandarkan tubuh sambil menikmati arak dalam botol.
"Guru," panggil Bai Wang.
Tetua Jian, mengangguk. Setelah itu berkata. "Akhirnya kamu bisa membangunkan jiwa beladiri mu,"
Bai Wang yang mendengar mendongak, menatap Jiwa Beladirinya, sebuah pedang yang berkarat berdiri tepat di atas kepalanya. Melihat itu Bai Wang menghela nafas. Entah kenapa setelah membangkitkan Jiwa Beladirinya ia nampak tidak semangat, mungkin karena jiwa beladirinya itu nampak usah dan jelek. Dan ia menganggap pasti sangat-sangat tidak berguna.
Hah....
Tetua Jian yang melihat, menaikkan sebelah alisnya melihat Bai Wang yang sepertinya tidak semangat.
"Ada apa? Kenapa wajah mu di tekuk seperti itu?"
"Tidak ada apa-apa?" jawabnya lesu.
Tahu jika Bai Wang pasti kecewa dengan jiwa beladirinya, Tetua Jian melempar botol arak di kepala Bai Wang.
Bugh,
"Aduh!" usapnya di kepala. "Guru kenapa melempar ku dengan botol?"
"Wajah mu sangat jelek seperti itu, tidak pantas seorang pria memiliki wajah lesu. Seharusnya kamu semangat dan senang karena bisa membangkitkan jiwa beladiri mu. Bukanlah selama ini kamu ingin membangunkan jiwa beladiri mu? Lalu setelah berhasil membangunkannya kenapa malah tidak semangat?"
Bai Wang yang mendengar semakin lesu dan tidak bersemangat. "Guru, apa kamu tidak melihat seperti apa jiwa beladiri ku?"
"Lihat! Memangnya kenapa? Apa yang salah dengan jiwa beladiri mu?"
"Jiwa beladiri ku sungguh buruk. Sudah berkarat tidak ada warna cincin satu pun di pedang itu," ucapnya benar-benar frustasi.
Tetua Jian Yang mendengar, melempar kembali bolot arak kosong. Membuat Bai Wang kembali mengaduh.
"Guru, kenapa melempari ku lagi?"
"Itu karena kamu bodoh," kesalnya karena ternyata murid yang di angkat nya benar-benar bodoh.
"Kenapa mengatai ku bodoh? Guru saja belum tahu aku ini bodoh atau tidak," jelasnya membantah.
"Sudah jelas kamu itu bodoh. Jika kamu tidak bodoh, seharusnya kamu tahu, tidak mungkin setelah membangunkan jiwa beladiri memilik cincin berwarna," kesalnya membuat Bai Wang diam, berpikir. Lama berpikir, Bai Wang cengengesan karena yang di bilang gurunya memang benar. Tidak mungkin jiwa beladirinya memiliki cincin berwarna, karena dirinya saja belum berlatih sama sekali.
"Hehehe.....iya ya," ucapnya dengan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Tapi_____,"
Tetua Jian yang mendengar kata 'tapi' dari mulut Bai Wang langsung menatapnya dengan tajam. Bai Wang yang melihat langsung diam.
"Maaf guru."
Tetua Jian menghela nafas mengontrol emosinya. "Dengar Wang'er. Apapun bentuk jiwa beladiri mu, kamu harus menerimanya. Entah itu berguna atau tidak semuanya tergantung dari mu. Asal kamu mau berusaha dan tidak menyerah, jiwa beladiri yang tidak berguna pun bisa menjadi berguna asalkan pemiliknya terus mengasahnya hingga menjadi kuat dan berguna."
Bai Wang yang mendengar diam, mencerna apa yang di katakan gurunya. Memang benar, asalkan dia berusaha dan pantang menyerah, pedang berkaratnya suatu saat pasti akan berguna dan mungkin saja akan menggemparkan seluruh dunia.
Bai Wang menatap pedangnya membawanya di hadapannya dengan pikirannya, menatapnya dengan tatapan pasti. "Ya, aku tidak boleh menyerah. Walaupun pedang ini berkarat, jelek dan mungkin saja tidak berguna, aku harus semangat, berlatih dengan sungguh-sungguh, mengasahnya hingga membuat pedang ini bersinar," ucapnya dengan semangat. "Bai Wang memegang pedang berkarat, mengelusnya dan tersenyum. "Ku harap kau memang bisa berguna," gumamnya.
Namun saat mengelus pedang berkarat, ia merasakan sesuatu di dadanya, terasa bergerak-gerak. Bai Wang meraba dan mengambilnya dari balik bajunya, Mutiara Emas yang di tinggalkan oleh ibunya untuknya.
Saat memegang Mutiara Emas itu, tiba-tiba Mutiara Emas itu melayang di udara. Bai Wang yang melihat mengerutkan kening, seperti tidak asing.
"Kenapa mutiara pemberian ibu seperti bola kecil yang ada di Lautan Jiwa ku?" pikirnya dengan alis saling bertaut.
Lama berpikir akhirnya pemikirannya benar, bahwa Mutiara Emas itu adalah bola kecil di Lautan Jiwa nya
"Aaaaa.....Kau!!!!
Tetua Jian yang mendengar teriakan Bai Wang tentu saja terkejut, ia langsung melihat ke arah Bai Wang. Dan ternyata di lihatnya ada Bola kecil berwarna emas melayang di udara.
.
.
.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
algore
joz
2022-11-01
3
algore
jos
2022-11-01
1
Bunda Sasa
Lanjut kak👍
2022-10-31
3