Kini usia kehamilan Ervita sudah sembilan bulan. Itu artinya masa bersalin pun akan segera tiba. Secara fisik, Ervita memang terlihat lebih berisi. Selama hamil ini Ervita mengalami kenaikan berat badan hingga 12 kilogram. Sehingga pipinya kian chubby rasanya. Kendati demikian, Ervita masih bekerja keras dan menjaga kios batik. Seolah hamil besar tidak menjadi kendala berarti baginya.
"Sudah sembilan bulan loh Vita ... sudah makin dekat melahirkan," ucap Bu Tari yang siang itu datang ke kios batik.
"Iya Bu ... sudah engap. Kalau malam itu kadang seperti sesak, tidur hanya bisa miring," balasnya dengan tertawa dan berdiri memegangi pinggangnya.
"Sudah, kamu duduk saja. Tidak usah berdiri," ucap Bu Tari.
Kemudian Bu Tari memberikan sebuah kantong plastik kepada Ervita, "Vita, ini dari Bapak dan Ibu yah ... sedikit untuk cucu," balasnya.
Ervita tampak mengernyitkan keningnya, pemberian apa lagi yang diberikan Bu Tari kepadanya. Bagi Ervita, Bu Tari begitu baik. Selama ini Bu Tari juga memberikan beberapa kali untuknya periksa dan sekarang kantong plastik putih berukuran besar ini sudah pasti berisi sesuatu.
Ervita yang menerimanya, perlahan membukanya, "Peralatan untuk bayi?" tanya Ervita bingung.
"Iya ... buat cucunya Ibu dan Bapak nanti yah. Ibu tidak tahu bayimu nanti perempuan atau laki-laki, tetapi Ibu pilihkan yang warnanya netral kok. Semoga dipakai yah nanti," ucap Bu Tari lagi.
Ervita yang mendengarkan ucapan Bu Tari sungguh merasa terharu. Ada orang lain yang begitu baik kepadanya dan bayinya. Bahkan untuk perlengkapan si bayi pun, Bu Tari membelikannya untuk Ervita.
Dalam kantong plastik itu ada pakaian bayi, ada gurita rekatan untuk ibu melahirkan, ada kerojong agar bayi tidak digigit nyamuk di malam hari, ada peralatan untuk bayi mulai dari minyak telon, parfum bayi, hingga sepatu dan topi bayi. Ervita yang melihat semuanya itu begitu terharu. Sekali lagi Bu Tari menunjukkan bentuk kasih sayang dan perhatiannya kepada Ervita.
"Banyak sekali loh ini Bu," ucap Ervita.
"Tidak apa-apa. Besok Ibu belikan diapers rekatan yah untuk bayinya dan diapers untuk Ibunya. Pakai diapers saja nanti kalau masa nifas, daya tampungnya lebih banyak dan nyaman buat kamu," ucap Bu Tari lagi.
"Vita beli sendiri saja, Bu," balasnya. Sebab, Ervita merasa tidak enak hati karena selama ini Bu Tari sudah begitu banyak membantunya. Dukungannya secara finansial dan moral benar-benar diberikan Bu Tari kepadanya.
"Tidak apa-apa. Ibu kan pernah bilang kalau anggap kami sebagai keluargamu, jangan sungkan," balasnya.
Mungkin bawaan Ibu hamil yang sensitif, Ervita justru kembali menangis di sana. Sungguh tidak mengira bahwa mendapatkan guyuran kebaikan dari orang yang sejatinya tidak ada hubungan darah membuatnya sangat terharu. Hatinya sangat tersentuh. Mereka yang sedarah justru mengusirnya dengan dalih bahwa hamil tanpa suami adalah sebuah cela, tetapi ada orang lain yang tidak satu darah, tetapi menunjukkan kasih sayangnya.
"Kok malahan nangis. Sudah, tidak apa-apa. Jangan menganggap Ibu dan keluarga ini berjasa untukmu. Ibu ikhlas, kamu sudah kayak anak Ibu sendiri," ucap Bu Tari lagi.
Ervita pun menganggukkan kepalanya di sana, "Terima kasih banyak ya Bu ... Ervita tidak tahu harus dengan cara apa harus membayar semua kebaikan Ibu," sahutnya.
"Tidak usah dibalas, Vit ... doakan Bapak dan Ibumu ini sehat, bagas waras (sehat sepenuhnya - dalam bahasa Jawa), dan bisa bermanfaat untuk orang lain. Begitu juga, Ibu akan mendoakan kamu semoga lancar nanti persalinannya. Perutnya kayak makin turun yah, udah lebih hati-hati. Jangan naik sepeda motor sendiri. Mulai besok biar dijemput Pandu. Ibu hamil sebesar ini kok ya masih naik sepeda motor," balasnya.
Itu adakah fakta karena memang Ervita masih menaiki sepeda motor di usia kandungannya yang sudah sembilan bulan. Lagipula, kepada siapa lagi dia akan meminta bantuan. Yang bisa Ervita lakukan adalah bekerja keras, kuat, dan mandiri untuk dirinya sendiri.
***
Keesokan harinya ....
Kurang lebih jam 08.30, terlihat Pandu yang sudah menunggu di depan kostnya Ervita. Pemuda berusia 27 tahun itu tampak masih duduk di sepeda motornya dan mengirimkan pesan kepada Ervita supaya Ervita bisa keluar. Sebab, Pandu segan untuk memasuki kost yang memang kost putri itu.
Tidak berselang lama, Ervita pun turun dari kostnya, wanita hamil itu sudah siap untuk kembali bekerja. Lantaran bekerja di kios, bukan di perusahaan atau instansi pemerintahan yang memberikan cuti hamil, Ervita gigih untuk bekerja sampai saatnya melahirkan nanti. Walau sebenarnya was-was, tetapi bagaimana lagi harus menjalani semuanya seorang diri.
"Mas Pandu," sapanya lirih begitu turun dari kostnya.
"Hmm, iya ... berangkat sekarang?" tanya Pandu.
"Iya Mas ... maaf merepotkan ya Mas," ucap Ervita lagi.
"Tidak apa-apa," balas Pandu.
Ervita pun mulai menaiki sepeda motor N-Max milik Pandu itu dan menjaga jarak supaya tidak terlalu dekat dengan Pandu. Bagaimana pun mereka lawan jenis, bukan mahramnya, sehingga membuat Ervita lebih banyak berjaga jarak. Ervita pun memilih duduk menyamping, dan tangannya berpegangan di bagian belakang jok sadel sepeda motor itu.
Kurang lebih 20 menit berkendara, dan sekarang mereka sudah tiba di Pasar Beringharjo, Pandu tampak berjalan di depan Ervita, dan kemudian pria itu membuka kios, mendorong pintunya naik ke atas, setelahnya juga Pandu yang mengeluarkan beberapa stand batik di sana, dan dia menyuruh Ervita untuk istirahat saja.
"Duduk saja, Ervi ... aku saja," ucapnya.
"Biar aku bantuin, Mas ... harusnya Mas Pandu kan ke kiosnya menjelang sore. Malahan merepotkan banget," ucap Ervita.
Tampak Pandu menggelengkan kepalanya, "Enggak ... enggak repot. Dulu sebelum kerja, juga sering bantuin Bapak dan Ibu juga kok," balasnya.
Baru beberapa saat menata kios batik, Ervita tiba-tiba merasakan keringat dingin yang mengalir begitu saja dari badannya. Bahkan kini Ervita memilih duduk terlebih dahulu dan menyeka keringatnya di sana.
"Kenapa Ervi?" tanya Pandu yang melihat Ervita yang duduk dan terlihat menyeka keringat di keningnya itu.
"Badanku gak enak Mas," ucapnya.
Ervita berusaha menahan tangis. Tidak mengira bahwa badannya semula sehat dan tidak ada masalah, dan kini keningnya berkeringat dan juga pinggulnya yang terasa panas serta perut yang begitu mulas di sana. Apakah yang terjadi pada Ervita? Mungkinkah saatnya bersalin sudah kian dekat?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 312 Episodes
Comments
Uba Muhammad Al-varo
kisah hidup seorang wanita yang bernama Ervita korban dari mulut manisnya seorang lelaki yang bernama Firhan,hamil tanpa orang tua dan saudara,harus kuat demi anaknya.
2024-04-01
1
Bzaa
asedih banget bacany
2023-11-27
1
Louisa Janis
Saatnya thor bikin Firhan yang sakit melahirkan bikin sampai puyeng dan jungkir balik dia enak aja hidupnya tenang tenang
2023-11-08
1