"Lha ini Mbak Ervita nilai ujiannya bagus-bagus. Kenapa enggak kuliah tow Mbak? Eman-eman (sia-sia dalam bahasa Jawa)," ucap Bu Tari.
Ervita hanya bisa tertunduk lesu. Nilai Matematika 10, nilai Bahasa Indonesia 10, dan nilai Bahasa Inggris 9,75 hanya angka di sana. Nilai itulah yang mengantarkannya masuk dalam jalur PMDK undangan khusus siswa berprestasi di sekolah. Namun, semua itu harus dia lepaskan.
Kuliah baru duduk di Semester 4 pun harus dia lepas karena kehamilannya. Semua di luar prediksi, tetapi memang ada yang dipertaruhkan oleh Ervita.
"Saya putus kuliah, Bu," jawab Ervita dengan jujur.
Setidaknya Ervita jujur bahwa dia pernah mengenyam bangku kuliah. Hanya saja memang harus putus di tengah jalan. Baru beberapa hari memang, tetapi Ervita menduga tak akan mampu menyelesaikan semester ini dengan keadaan hamil dan posisinya sekarang di luar kota.
"Ya Allah, makanya Ibu heran kok nilainya bagus-bagus kayak gini malahan bekerja. Enggak sayang. Terus kalau mau jaga kios maunya digaji berapa?" tanya Bu Tari lagi.
Memang ada beberapa kios yang menggaji karyawannya sesuai Upah Minimum Pegawai (UMP) atau mengikuti Upah Minimum Regional (UMR), tetapi bagi pekerja di Sentra Niaga, mungkin hanya bisa memberikan upah di bawah UMR saja. Untuk itulah, Bu Tari bertanya kepada Ervita ingin digaji berapa.
"Hmm, sebenarnya sedikasihnya saja Bu. Soalnya saya juga butuh pekerjaan. Saya sedang hamil, sehingga saya perlu uang untuk memeriksakan kandungan dan juga melahirkan nanti," jawab Ervita.
Mendengar bahwa pembicaraan sudah mengarah ke hal yang serius, Pak Hadinata memilih pamit dan menyerahkan semuanya kepada Bu Tari. Apa pun keputusan Bu Tari, Pak Hadinata akan mengikuti.
"Oalah, jadi Mbak Ervita ini hamil to? Sudah berapa bulan?" tanyanya.
"Tujuh minggu, Bu," jawabnya.
"Lalu, suaminya kerja apa?" tanya Bu Tari lagi.
Deg!
Sungguh ini adalah pertanyaan paling sukar yang tidak bisa Ervita jawab. Bagaimana dia memberitahu bahwa dia hamil di luar nikah dan tidak ada suami. Tentu semua ini adalah aib. Akan tetapi, membohongi orang lain juga adalah dosa. Tidak ada dosa kecil atau dosa besar. Semua dosa takarannya sama di mata Allah.
"Maaf ya Bu, sebenarnya saya Ibu Tunggal. Tidak memiliki suami. Jadi saya butuh pekerjaan untuk menghidupi diri saya sendiri," balas Ervita.
Bu Tari tampak menganggukkan kepalanya di sana. Dia lantas menatap kepada Ervita.
"Astaghfirullah Mbak, semoga dilancarkan rejekinya yah … diberi kesehatan. Ya Allah, hamil itu butuh suami banget, tetapi Mbak Vita justru hamil seorang diri tanpa suami," balas Bu Tari.
Benar yang dikatakan oleh Bu Tari. Ketika seorang wanita hamil sangat membutuhkan suami. Ada kalanya perubahan hormon di kala hamil, mood swing, mual dan muntah yang begitu menyiksa, belum masa-masa persalinan yang begitu dramatis harus Ervita hadapi sendiri.
"Suaminya meninggal atau gimana Mbak? Maaf yah, Ibu jadi banyak bertanya," tanya Bu Tari.
Lagi, ini pun adalah pertanyaan yang begitu sukar untuk Ervita. Tentu lazimnya orang hamil akan bersuami, tapi tidak dengannya. Dia hamil tanpa suami. Untuk sekadar memberi jawaban pun sontak saja Ervita merasa takut.
"Hmm, saya ... saya sebenarnya hamil tanpa suami, Bu. Pria yang menghamili saya tidak mau bertanggung jawab karena masih kuliah. Jadi, ya beginilah saya Bu. Orang tua juga mengusir saya dari rumah karena menganggap kehamilan saya adalah aib," jawab Ervita dengan begitu perih.
Bahkan kala Ervita menjawabnya air mata lolos begitu saja darinya. Namun, memang semuanya telah terjadi. Alih-alih berbohong, Ervita lebih memilih untuk berkata dengan jujur. Kehamilan adalah sesuatu yang tidak bisa disembunyikan karena dengan bertambahnya bulan, sudah pasti bentuk perutnya akan kian membuncit.
Bu Tari tampak tidak percaya, gadis cantik dan begitu pintar seperti Ervita nyatanya justru menjadi korban dari bentuk pacaran yang kebablasan. Wajah yang ayu, sikap yang lembut, bahkan nilai di Ijazah SMA yang begitu fantastis nyatanya bisa membuat Ervita hamil di luar nikah, tanpa ada pria yang bertanggung jawab di sana.
"Ya sudah, Bu Ervita boleh bekerja di sini. Cuma Ibu mohon maaf kalau gajinya sedikit di bawah UMR kota Jogjakarta ya Mbak," balas Bu Tari.
Sebagai informasi, kota Jogjakarta memiliki Upah Minimum Regional sebesar 2,1 juta. Bu Tari berterus terang bahwa upah yang dia berikan akan sedikit di bawah UMR.
"Iya Bu, tidak apa-apa. Yang penting saya bisa bekerja dan menabung untuk buah hati saya," balas Ervita.
Sungguh, Ervita bersyukur bisa mendapatkan pekerjaan. Upah yang didapat selain untuk menyambung hidupnya juga akan digunakan untuk menabung persiapan persalinan nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 312 Episodes
Comments
Bzaa
Alhamdulillah masih banyak orang yang baik
2023-11-27
3
Muawanah
dah aku ksh vote nieh
2023-11-09
0
Enih Rustini
berbekal kejujuran semoga akhirnya kebahagiaan
2023-03-20
2