Tidak terasa hari pun berganti dengan hari, minggu juga berganti dengan minggu, hingga akhirnya kehamilan Ervita pun juga kian bertambah usianya. Bahkan perutnya yang semula kelihatan rata, kini tampak ada sembulan kecil di sana.
"Menurut hitungan Ibu, kamu sudah 17 minggu menemani Ibu, Nak ... sekarang kamu sebesar apa? Terima kasih dalam 17 minggu ini sudah selalu membesarkan hati Ibu dan juga menguatkan Ibu. Besok kita akan periksa lagi ke Bu Bidan yah. Kita akan lihat sekarang kamu sebesar apa. Terus temani Ibu, ya Nak," ucap Ervita dengan mengusapi perutnya sendiri.
Sejak terusir dari rumahnya, Ervita seolah membangun dunianya sendiri. Walau hanya sebatas bekerja, dan juga kembali ke kost. Ada kalanya dia mengobrol santai dengan Lusi, dan ada kalanya dia memilih tiduran saja di dalam kamar kostnya.
Dunia yang sepi dengan rutinitas yang berulang ada kalanya membuat Ervita merasa bosan karenanya. Namun, sekali lagi Ervita harus mengingatkan dirinya sendiri bahwa sekarang inilah dunianya. Tanpa keluarga, tanpa hangatnya kasih sayang dari Bapak dan Ibunya. Dunia yang hampa, dan dia hanya berusaha untuk bertahan sebisanya.
"Besok Ibu akan meminta izin pulang lebih cepat dari kios batik. Semoga dibolehin sama Bu Tari yah. Biar Ibu bisa periksakan kamu. Oh, iya ... sekarang Ibu juga sudah bekerja. Sedikit demi sedikit ada yang bisa Ibu tabung untuk melahirkan kamu nanti. Ibu sayang banget sama kamu, Nak ... tidak sabar untuk bisa bertemu denganmu nanti."
***
Keesokan harinya ....
Ervita kembali bekerja di kios batik. Untuk masalah pekerjaan juga seperti biasa. Ada Pandu yang menemaninya berjaga kios ketika pria itu senggang. Namun, sekarang kios batik Hadinata tidak hanya menjual batik secara tradisional dari penjual ke pembeli, tetapi juga menjual batik secara online dan mengirimkan kepada pembeli langsung ke alamatnya.
Memanfaatkan e-Commerse yang menjadi market place untuk para penjual, rupanya Pandu membuat branding dan juga melayani penjualan secara online. Sehingga pekerjaan Ervita pun bertambah yaitu melakukan packing untuk batik-batik yang laku dijual secara online. Tidak hanya itu, Ervita juga menulis setiap alamat pembeli dengan tangannya sendiri dan kemudian menempelkannya di setiap kemasan yang hendak dikirim.
Dengan merambahnya berjualan secara online, tentu saja omset penjualan batik Hadinata kian bertambah. Akan tetapi, di sisi pekerjaan tentu saja Ervita merasa pekerjaannya bertambah. Untunglah, juragannya (bosnya) adalah orang yang baik, Ervita juga mendapatkan tambahan gaji dari setiap omset penjualan batik yang lebih ramai dan meningkat dari biasanya.
Siang ini, ketika Bu Tari datang dan memberikan makan siang untuk Ervita menjadi kesempatan bagi Ervita untuk meminta izin pulang lebih cepat.
"Bu Tari ... maaf sebelumnya, bolehkan sore ini saya pulang lebih cepat?" tanyanya.
"Loh mau ke mana memangnya Mbak Vita?" tanya Bu Tari.
Siang itu Pandu yang baru saja datang pun turut mendengarkan pembicaraan Ibunya dengan Ervita. Namun, Pandu sebagai orang tenang dan introver memilih diam, cukup menjadi pendengar saja.
"Ini Bu ... saya mau ke Bidan untuk periksa kandungan," balas Ervita.
Jika saja Ervita memiliki banyak uang, tentu saja Ervita akan memilih untuk memeriksakan kandungannya ke Dokter Spesialis Kandungan. Akan tetapi, karena himpitin finansial, periksa ke Bidan dan mendapatkan obat berupa Asam Folat dan penambah darah saja sudah bagus untuk Ervita.
"Periksanya ke Bidan yah?" tanya Bu Tari.
"Iya Bu ... ada Bidan yang letaknya tidak jauh dari kost saya," balasnya.
"Sama siapa periksanya?" tanya Bu Tari lagi.
"Sendirian saja Bu ... kan saya tidak punya siapa-siapa," jawab Ervita.
Jujur saja berat rasanya menjawab pertanyaan Bu Tari. Memang kali ini Ervita tersenyum di sana, tetapi senyuman itu adalah sebuah senyuman yang begitu getir. Ervita harus diingatkan dengan keberadaan dirinya yang sendirian dan juga tidak punya siapa-siapa.
"Sabar ya Mbak ... semua cobaan ada jalan keluarnya. Tidak mungkin Allah itu memberikan cobaan secara terus-menerus. Ada kalanya Tuhan juga memberikan hikmah di balik pencobaan," balas Bu Tari.
Kata-kata petuah dan nasihat seperti inilah yang sangat membesarkan hati Ervita. Petuah yang seolah diucapkan seorang Ibu sendiri kepada anaknya. Ada kalanya di kala Bu Tari mengucapkan nasihat seperti ini Ervita menjadi rindu dengan Ibunya.
Bu Tari lantas merogoh kantong celananya, dan kemudian memberikan tiga lembar uang Rupiah dengan gambar Proklamator berwarna merah kepada Ervita.
"Ini Mbak ... nanti buat periksa yah. Sekali-kali ke Dokter Kandungan. Diperiksakan, lagian sudah kelihatan perutnya sekarang. Biar Mbak Vita detak jantung bayinya, jenis kelamin bayinya, dan juga mendapatkan vitamin yang baik," ucap Bu Tari.
Melihat kebaikan yang Allah tunjukkan melalui keberadaan Bu Tari membuat mata Ervita benar-benar berembun sekarang ini. Allah begitu baik padanya, ada orang baik yang ada di sisinya.
"Bu tidak usah Bu ... Ervita ada kok. Kan sekarang Vita juga bekerja di sini. Tidak usah repot-repot," balasnya.
Akan tetapi, Bu Tari segera memberikan uang itu ke dalam genggaman tangan Ervita. "Dari Ibu untuk kamu, periksakan ke Dokter Kandungan yah ... di dekat sini ada Dokter Kandungan yang bagus. Kamu bisa periksa di situ. Apa nanti sore sepulang kerja biar di anterin Pandu?"
"Eh, enggak Bu ... tidak usah. Ervita sendirian saja tidak apa-apa. Lagipula, Ervita akan mencari Dokter yang baik. Maaf ya Bu jadi merepotkan Ibu," balasnya.
"Sama-sama Mbak ... jangan lupa periksa yah," ucap Bu Tari dan pergi begitu saja.
***
Sore harinya ....
Ervita pulang dari kios Batik segera mencari Dokter Kandungan yang baik di sekitaran Malioboro. Untunglah, ada praktik Dokter Kandungan yang menurut review dari internet memiliki kesan yang baik. Ervita pun melaju ke tempat praktik Dokter Wulan.
"Permisi," sapa Ervita begitu memasuki apotek yang sekaligus digunakan sebagai tempat praktik itu.
"Ya, silakan masuk ... ada yang bisa dibantu?" balas petugas apotek.
"Saya ingin mendaftar untuk pemeriksaan Dokter Wulan, Spesialis Kandungan," balas Ervita.
"Silakan, isi data di sini dan ini nomor antriannya ... nomor empat ya Mbak. Silakan naik ke atas di lantai dua."
"Makasih Mbak," sahut Ervita.
Menunggu di lantai dua, ada rasa pedih di hati di kala pasangan muda yang memeriksakan kandungan ditemani oleh suami tercinta. Di tempat itu, nyatanya Ervita hanya periksa seorang diri. Sungguh, tidak menyangka hanya sebatas memandang apa yang terlihat di depan mata saja membuatnya begitu pedih.
Lagi-lagi Ervita menguatkan hatinya sendiri, "Ibu tidak sendiri ... Ibu sama kamu ya Dik ... temani Ibu!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 312 Episodes
Comments
Nur Hayati
apik ceritane
lanjut torr
2023-10-28
0
Pawon Semarang
teman2 sy byk yg periksa kandungan sepulang kerja sendiri..ga masalah
2023-10-18
1
Yane Kemal
Merebes mili
2023-07-27
2