"Hamilnya Ervita itu semua karena Ervita sendiri yang tidak bisa menjaga diri, jadi ... kami menolak untuk menikahkan Ervita dengan Firhan. Lagipula, kami menggantungkan harapan kami yang tinggi kepada Firhan supaya dia bisa menjadi Auditor begitu lulus nanti," ucap Pak Supri dengan tegas.
Sebagai orang tua, hati Pak Agus dan Bu Sri sangat sakit. Mereka datang untuk meminta pertanggungan jawab dari Firhan dan keluarganya, tetapi justru penolakan yang keluarga itu berikan. Pak Agus benar-benar marah saat ini. Bagi Pak Agus, ini adalah kesalahan Firhan dan Ervita, bukan karena salah satu pihak yang tidak bisa menjaga diri.
"Jika Firhan bisa menahan naf-su-nya sudah pasti semua ini tidak akan terjadi. Keluarga macam apa ini yang tega merusak masa depan anak orang lain karena egoisannya! Ayo, kita pergi Bu dan Vita ... Bapak muak dengan keluarga ini. Ingat Pak Supri, suatu hari Anda yang akan menangis dan menyesali tindakan Anda!"
Dengan amarah yang tidak bisa lagi tertahan, Pak Agus membawa istri dan anaknya untuk pulang. Sepanjang perjalanan tidak ada yang diucapkan Pak Agus. Akan tetapi, Ervita sangat paham bahwa Bapaknya sedang marah sekarang ini. Sungguh, Ervita takut menghadapi amukan Bapaknya yang bisa meledak sewaktu-waktu.
Begitu tiba di rumah, benarlah amukan amarah dari Bapaknya tak bisa ditahan lagi. Pria paruh baya itu menatap tajam pada Ervita dan mengangkat tangannya mendaratkan tamparan keras di wajah putri sulungnya itu.
Plak!
"Anak tidak tahu diri ... kamu sudah mencemarkan nama Bapak dan Ibumu. Bapak kerja banting tulang biar kamu bisa sekolah, bisa kuliah sampai tinggi mengangkat derajat orang tuamu. Mengubah nasibmu, tetapi apa yang kamu lakukan. Kamu merusak nama keluarga kita. Pikirkan baik-baik sebelum bertindak. Dengan aib ini, mau ditaruh mana wajah orang tua, Nduk ... apa ini balasanmu kepada orang tuamu?"
Bapak Agus sudah benar-benar marah dan kecewa. Semua rasa kesal di dada diucapkan lewat kata-kata yang tentunya menyakitkan hati Ervita. Pun sama halnya dengan Ervita yang juga merasa begitu bersalah. Namun, bagaimana lagi dirinya terlanjur hamil.
"Pak ... sudah, Pak ... istigfar. Bagaimana Vita anak kita," ucap Bu Sri yang berusaha menenangkan amarah suaminya.
"Bela terus Bu ... bela terus. Anak belum bisa membalas orang tuanya, justru sudah mencoreng nama orang tuanya. Sekarang Firhan dan keluarganya tidak mau bertanggung jawab. Mau Ibu terus-menerus anak Ibu ini?"
Ledakan amarah laksana erupsi gunung merapi itu tak bisa ditahan lagi. Dari pihak orang tua yang merasa gagal mendidik anaknya, gagal menjaga putri satu-satunya, rasa kesal, rasa menyesal, yang akhirnya menjadi ledakan amarah yang tidak bisa lagi ditahan.
Sementara dari sisi Ervita memang bersalah, tetapi Ervita pun tahu banyak mimpi dan harapan yang selalu orang tuanya sematkan di pundaknya. Dengan menangis terisak, Bapak dan Ibunya pernah berkata, "Vita ... kita bukan dari keluarga yang kaya raya. Sekolahan yang pinter, ubah hidupmu dengan pendidikan tinggi yang kamu dapatkan. Bapak dan Ibu tidak bisa meninggalkan harta benda yang banyak kepadamu, tetapi Bapak dan Ibu memberikanmu ilmu sebagai bekal untuk mengubah masa depan. Ilmu yang bisa kamu kembangkan untuk memperbaiki nasib hidupmu. Bapak dan Ibu sudah bahagia melihat anaknya berhasil, tanpa mengharapkan apa yang anak berikan kepada orang tuanya. Hanya saja Bapak dan Ibu berpesan, jaga diri kamu baik-baik. Jangan sekali-kali melakukan perbuatan yang mencoreng nama Bapak dan Ibu. Di bahumulah, Bapak dan Ibu menyematkan doa dan harapan. Junjunglah nama Bapak dan Ibumu dengan prestasimu," nasihat dari Bapak dan Ibunya dulu.
Ervita pun merasa benar-benar gagal menjadi seorang anak. Doa dan harapan yang Bapak dan Ibunya taruh di pundaknya, tidak ada yang bisa dia capai. Lebih tragis karena kini dia justru melakukan tindakan yang menjadi aib di masyrakat.
"Maafkan Vita, Pak ... maafkan Vita," ucap Ervita dengan terisak.
Tak tahan melihat amarah suaminya dan Ervita yang bersimpuh di lantai dengan menundukkan wajahnya yang berurai air mata, Bu Sri turut menangis di sana.
"Sudah Pak ... sabar," ucap Bu Sri yang berharap suaminya itu bisa sabar. Memikirkan masalah dengan kepala dingin, bukan dengan luapan amarah yang menyala-nyala seperti ini.
Luapan amarah justru kian memperkeruh suasana. Kendalikan amarah, hadapi dengan kepala dingin. Sayangnya, Pak Agus terlanjur menyesal dan terluka. Percayalah, jika anak gadis yang dia besarkan dengan sungguh-sungguh, dia nasihati siang dan malam, dia doakan namanya dan bawa dalam setiap sujudnya di hadapan Pemilik Semesta, seorang Bapaklah yang paling terluka dan kecewa kala anaknya jatuh dalam perbuatan dosa. Seorang Bapaklah yang merasa gagal karena tidak bisa menjaga putri satu-satunya. Sayangnya, kali ini Pak Agus justru menunjukkan sisi amarahnya, daripada sisi kebapakan yang mau menaungi putrinya yang bersalah.
"Kamu hamil di luar nikah dan tidak ada pria yang menikahimu. Bahkan si berengsek Firhan itu tidak mau menikahimu. Lihat Nduk, apa yang mau kamu lakukan sekarang? Jaga dirimu baik-baik. Kehilangan mahkotamu, tak bisa dikembalikan. Yang tersisa tinggal noda," ucap Pak Agus lagi dengan wajah yang memerah karena benar-benar marah.
"Sebaiknya kamu pergi ... Bapak lebih baik kehilangan anak satu. Sama seperti induk ayam yang lebih baik kehilangan satu telornya," ucap Pak Agus lagi.
"Pergi sana!"
Agaknya kekecewaan itu benar-benar tak terkendalikan lagi. Hingga seorang Bapak pada akhirnya justru mengusir anak yang sudah berbuat cela dan tentunya akan menimbulkan aib itu. Sungguh, di lingkungan masyarakat yang tinggal di kota Bengawan, hamil di luar nikah adalah aib. Aib yang tidak bisa ditutupi. Aib yang pada akhirnya akan dipergunjingkan oleh masyarakat.
"Pak, jangan Pak ... yang Vita miliki cuma kita orang tuanya. Kenapa Bapak menyuruh anak kita untuk pergi. Sabar Pak," ucap Bu Sri lagi.
"Pergi. Jangan menunjuk wajahmu lagi kepada Bapak!"
Ervita yang semula bersimpuh di lantai pun perlahan berdiri. Wanita belia itu merasa terusir dari rumahnya sendiri. Di saat dia bersalah dan jatuh, tangan orang tuanya justru mengusirnya. Ervita mengemasi barang-barangnya dan menaruhnya di sebuah tas jinjing. Lantas dia membuka celengannya dan mengambil semua tabungan yang dia miliki. Ervita kembali keluar dengan menjinjing tasnya.
"Bapak dan Ibuk ... maafkan Vita jika Vita hanya merusak nama Bapak dan Ibu. Maafkan Vita karena melakukan dosa besar. Vita akan pergi. Maafkan Vita ... Vita sayang Bapak dan Ibuk."
Dengan berat hati dan dengan sesegukan Ervita pun keluar dari rumahnya. Ibu Sri menangis dan memanggil nama putrinya itu.
"Nduk ... jangan pergi Nduk. Jangan pergi ...."
Namun, Ervita tak bergeming. Terusir dari rumah sangat menyakitkan, tetapi Bapaknya sendiri yang mengusirnya. Bapaknya yang mengatakan layaknya induk ayam yang kehilangan satu telornya. Itu adalah ungkapan yang menghantam dada Ervita. Tak ingin kian menambah cela untuk keluarga, Ervita memilih angkat kaki dari rumah itu.
Sepanjang perjalanan dengan membawa motor matic miliknya, Ervita menyusuri jalanan di kota Solo. Hari sudah begitu malam, angin dingin pun terasa menusuk tulang, tetapi wanita yang menyembunyikan tangisannya dan matanya yang bengkak dengan mengenakan helm masih sesegukan dengan mengendalikan motor matic miliknya.
"Ya Tuhan ... kemana Vita harus pergi ya Tuhan. Hari sudah malam, tetapi tak ada tempat bernaung untuk Vita. Vita akan memulai semuanya dari nol tanpa Bapak dan Ibu. Vita harus menanggung aib ini seorang diri. Maafkan Vita, Tuhan ... ampuni Vita. Hamba gagal menjadi anak yang baik dan membanggakan Bapak dan Ibu. Vita gagal untuk bisa membuat Bapak dan Ibuk tersenyum dengan prestasi Vita. Yang ada justru Vita kian mencoreng nama baik Bapak dan Ibu. Oh, Tuhan ... ampunilah Vita!"
***
Dear Bestie,
Selalu dukung cerita ini yah. Sejujurnya begitu berat untuk menulis kisah ini karena kisah ini terinspirasi dari kisah nyata yang benar-benar mengharubiru. Namun, Author akan berusaha menyusunnya dengan sebaik mungkin. Berikan dukungan yah. Oh, iya ... sampai akhir bulan cerita ini akan slow update yah. Nanti bulan depan, Author akan update banyak-banyak. :D
Terima kasih untuk seluruh pembaca yang selalu mendukung dan mengikuti cerita dari Author.
Love U All,
Kirana^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 312 Episodes
Comments
Muawanah
lanjut bc...dah aku ksh secangkir ☕ nieh kak 😊
2023-11-09
0
Louisa Janis
Evita cari tinggal di Panti Asuhan saja jangan berbuat nekad harusnya minta cuti kuliah setahun ya
2023-11-08
0
Musniwati Elikibasmahulette
semangat thoor
2023-10-09
0