Pagi ini, Nana sudah tiba di Two Season. Berada di ruangan Keenan, membersihkan segala sudut termasuk meja dan kursi kebesaran sang CEO serta segala aktivitas kebersihan lainnya sesuai dengan SOP.
Maria mengirimkan pesan agar Nana menemuinya. Sudah menduga jika hal ini menyangkut hari kemarin, karena dia mendadak pulang tanpa konfirmasi.
Nana berpapasan dengan Eltan, dia menganggukan wajah dan menyapa Eltan.
"Tunggu!"
Nana berhenti dan menoleh ke belakang membuatnya juga Eltan berhadapan, "Kamu yang bernama Janela?"
Nana pun melihat sekeliling khawatir ada yang mendengar. "Iya, Pak. Nama saya Janela, tapi biasa dipanggil Nana.”
Eltan menganggukan kepalanya. Sudah mengetahui informasi tentang Janela termasuk kejadian bersama Keenan dari Elang.
“Kamu masih mau bekerja sebagai office girl?”
Nana menganggukan kepalanya. “Ya sudahlah. Selamat datang di keluarga Sanjaya.”
“Hahh, ini maksudnya gimana ya Pak? Saya dengan Pak Keenan beneran nggak macem-macem, yang kemarin itu hanya salah paham.”
Eltan terkekeh. “Selamat bekerja, Janela.” Eltan meninggalkan Nana yang masih kebingungan.
“Nah ini nih, office girl yang kerja sambil jualan. Apaan kali yang ditawari ke Pak Keenan sampai bolak-balik dipanggil ke ruangannya terus. Malahan tadi Pak Eltan juga ngobrol sambil tertawa gitu, jadi curiga kalau lo lagi jualan ya,” cecar Bunga sekretaris Keenan. Pembicaraan itu terjadi ketika Nana melewati meja-meja khusus sekretaris.
“Maksudnya jualan apaan?” tanya rekan Bunga.
“Jualan apem dong,” sahut rekan lainnya kemudian mereka tertawa.
“Bisa kalap juga CEO kita sama perempuan yang kayak gini, sama gue dia jelas-jelas menjaga batasan. Taunya sama aja, buaya,” tutur Bunga lagi. Kembali wanita itu menghina Keenan.
Nana menghela nafasnya, ingin membela Keenan tapi percuma. Dia akan kalah dengan para wanita dengan setelan eksekutif mereka. Sedangkan dirinya hanya mengenakan seragam office girl.
“Maaf Mbak, saya nggak ngerti dengan yang kalian maksud.”
Bunga tertawa sinis, “Belaga lugu.” Bunga menghampiri Nana dan mendorong bahu Nana dengan telunjuknya. “Lo tuh sama aja sama jal*ng yang jualan dijalan, berharap kaya dan hidup enak lewat jalan pintas.”
Nana menggelengkan kepalanya. “Kayaknya Mbak benar-benar salah paham, deh.”
“Gue juga heran, Pak Keenan lihat apa dari diri lo. Menarik juga nggak.” Bunga melirik jijik pada Nana.
“Tapi bagi saya dia menarik.”
Nana, Bunga dan rekannya menoleh ke arah suara. Kemudian mereka saling berbisik, wajah Bunga tiba-tiba berubah. Awalnya dengan wajah pongah sekarang wajah tak berdaya. “Se-selamat pagi Pak Keenan dan Pak Jeff,” sapa Bunga.
“Jeff, jadwalkan saya meeting dengan bagian HRD untuk membahas rekrutmen pegawai. Saya nggak ngerti dengan mereka-mereka ini, dibayar mahal tapi hanya men-judge orang lain. Kalau tidak siap dengan kepemimpinan saya, serahkan surat resign kalian.”
“Maaf, Pak.” Bunga menunduk meskipun sempat melirik pada Nana. Rekan-rekannya langsung terdiam, karena tidak ingin mendapat teguran bahkan sampai pemecatan karena ikut-ikutan menghina Nana.
“Kamu, ikut saya.”
Nana kembali menghela nafasnya mengikuti Keenan.
“Pak Keenan ngapain minta saya ikut ke sini sih, yang ada mereka malah berpikir macam-macam.” Nana menghentakan kakinya karena kesal saat sudah berada di ruang kerja Keenan.
Keenan melepaskan jas dan menggantungnya. Lalu duduk di salah satu sofa, “Duduklah!” Nana pun akhirnya duduk di sofa tidak jauh dari Keenan. Mengeluarkan ponselnya, “Sebutkan nomor ponselmu.”
“Untuk apa?”
Keenan berdecak, “Setelah ini banyak yang harus kita bicarakan, jadi sebutkan nomor ponselmu.” Nana menyebutkan deretan angka.
“Pak Keenan, batalkan ide orangtua kita kemarin ya. Masa saya menikah dengan Pak Keenan,” keluh Nana sambil cemberut.
“Loh, memang kenapa dengan saya? Banyak perempuan di luar sana, berharap menjadi istri bahkan juga simpanan dari Keenan Sanjaya, tapi kamu ….”
“Itu mereka bukan saya. Ya, Pak, ya. Please,” harap Nana bahkan sampai memegang lengan Keenan dan menggoyangkannya. Tidak menyadari jika keduanya kini sudah duduk berdekatan.
“Kalau kamu bisa membatalkannya, silahkan saja.”
“Daddy kalau sudah bilang begitu mana bisa dibujuk, harapan saya hanya Pak Keenan. Bapak baik deh, ganteng lagi.”
“Kalau itu saya sudah tahu.”
“Ih, narsis. Saya serius Pak.”
“Kamu pikir saya sedang bercanda, justru kamu yang sepertinya bercanda. Putri Janu Arsana bekerja sebagai office girl di Two Season, ini sebuah kebanggaan atau penghinaan.”
“Saya bekerja sebagai Nana tidak ada hubungan dengan Janu Arsana.”
Keenan berdecak. “Pertemuan keluarga kita sedang diatur oleh Jeff, kamu tinggal tunggu kabar dari saya lalu sampaikan pada orangtuamu.”
“Pak Keenan nggak asyik.” Nana lalu beranjak pergi.
“Hei, aku belum selesai bicara.” Nana menoleh lalu menjulurkan lidahnya, mengejek Keenan sebelum dia menutup pintu.
...***...
“Sayang, kamu sudah siap?” Nena mendatangi kamar Nana. “Loh, kok belum rapih.”
“Mommy, nggak usah dilanjutkan deh. aku dan Pak Keenan nggak ada hubungan atau melakukan hal yang aneh-aneh. Cuma nin_dih dia doang, itu juga nggak sengaja. Malah pada heboh begini.”
“Sudah-sudah, Mommy nggak mau ada perdebatan lagi. Mommy bingung, yang satu suami yang satu anak. Kalian itu bikin Momny pusing karena nggak bisa berpihak.”
Nana menghela nafasnya. “Ayo, sini Mommy bantu make up.”
Akhirnya Janu, Nena dan Nana sudah tiba di salah satu restoran yang sudah diatur oleh pihak Keenan untuk pertemuan mereka. Pelayan mengantarkan Janu dan keluarga menuju ruangan yang sudah dipersiapkan untuk pertemuan dua keluarga tersebut.
“Maaf, kami terlambat. Karena gadis nakal ini sempat merajuk,” ujar Janu setelah menyapa keluarga Elang. Keenan menyalami kedua orang tua Nana begitu pun dengan Nana.
“Kamu cantik sekali, sayang,” puji Kayla pada Nana.
“Terima kasih, Tante.”
“Jangan Tante dong, tapi biasakan panggil Mamah.” Nana hanya tersenyum. Dua keluarga tersebut mengelilingi meja bundar, membuat Nana dan Keenan akhirnya duduk bersisian.
Keenan sempat terpana dengan penampilan Nana. Dengan dress dan make up sederhana bahkan dengan rambut yang digerai, seakan bukan Nana yang sudah dia kenal. Keenan berdehem menghilangkan gugup dan salah tingkah karena Nana melihat dia sedang menatapnya.
Keduanya hanya diam mendengarkan orangtua mereka menyepakati pernikahan termasuk penetapan tanggal. Bahkan tidak main-main, rencana pernikahan mereka hanya tiga minggu dari sekarang.
Kaki Nana sempat menyenggol kaki Keenan, tapi pria itu bergeming karena percuma saja menolak keinginan orang tuanya. Lagi pula dia akan menikah dengan gadis yang sudah jelas asal usul, bahkan kepribadiannya cukup baik dan yang terpenting bukan wanita yang menilai sesuatu dengan materi.
“Kamu ada yang ingin disampaikan sayang?” tanya Kayla pada Nana.
“Eh, itu.” Nana menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Semua menoleh ke arahnya menunggu apa yang akan disampaikan oleh Nana.
“Kami tidak saling mencintai, apa kalian tetap yakin akan menikahkan kami?”
“Gimana ini, Mas?” tanya Kayla pada Elang.
“Keenan, apa jawabanmu?”
Keenan menoleh sekilas pada Nana. “Saya siap menikahi Janela Arsana, karena perbuatan kami yang sudah kalian saksikan, meskipun saat ini belum ada cinta tapi saya yakin dan akan berusaha untuk menjalani rumah tangga dengan baik.”
“Bagus, saya pegang kata-katamu,” sahut Janu.
“Daddy,” rengek Nana.
“Dengan menikah, Daddy yakin kamu akan lebih dewasa lagi.”
“Ini semua karena Pak Keenan,” bisik Nana yang sukses membuat Keenan menoleh dan mendapatkan sorot mata tajam dari gadis manis yang berada di sampingnya.
\=\=\=\=\=\= ehemmm, siapa nanti yg jatuh cinta duluan 🤣🤣🤣
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
fanthaliyya
akulah yg bakal bucin sm pak Keenan 🤭😂😂
2022-12-09
0
RATNA RACHMAN
🥰🥰🥰baku seruh anuh nih ceritanya...😅😅😅
2022-10-31
0
mariammarife
cerita nya menarik tidak terlalu berat
2022-10-25
0