Gairah Pria Patah Hati
Desa A terletak di pinggiran kota Z, di sanalah sebuah keluarga kecil tinggal hidup bahagia namun sangat sederhana, itulah keluarga Bapak Marjoyo dan Ibu Asmi bersama putri semata wayang mereka Spica utami sering mereka panggil Ica.
Ica sudah menerima amplop dari sekolah SMA nya, yang menyatakan dia resmi menjadi alumni SMA tersebut.
"Ibuk, ibuk..Ica sudah lulus Buk, Bersyukur Ica mendapat nilai tertinggi disekolahkan Ica." Ica berlari lari kecil menemui Ibunya.
"Syukurlah Nak, berarti sebentar lagi Ica bisa melanjutkan mimpimu ke jenjang perkuliahan Ca." Jawab Bu Asmi kepada anak kesayangannya itu.
Seminggu sudah berlalu, besok hari selasa tepatnya Ica akan berangkat ke kota Z dengan bekal uang hasil dari kebun sawit milik Bapaknya yang tidak seberapa itu, dan juga perhiasan Ibunya yang terkumpul sedikit demi sedikit selama ini.
Semua keluarga besar datang bermalam di rumah Bapak Marjoyo, mereka mensupport Ica yang akan berangkat besok, segala nasehat sudah diberikan kepada Ica. Tidak lupa mereka mendoakan Ica agar semua berjalan lancar di rantau orang. Yaah.. begitulah kira-kira tradisi kekeluargaan di desa, ada anak yang akan merantau ke luar daerah, berat mereka melepaskan apalagi seorang gadis perawan.
************
Di kota Z, ada beberapa rumah mewah yang salah satunya yang dimiliki keluarga David Wiraarga dan Lusiana, mereka memiliki seorang anak yang tampan, Marvinno Wiraarga yang bakalan nanti meneruskan perkebunan sawit milik keluarganya sekaligus mewarisi perusahaan tekstil milik Ayahnya.
Namun kenyataannya kemewahan dan nama besar keluarganya serta ketampanan yang dimiliki tidak membuat putra dari Lusiana merasa bersyukur apalagi berbangga.
Dalam ruang dengan nuansa natural putih tersebut, hanya ada beberapa poster motor gede, dan ada satu foto besar megah dalam bingkainya yang berwarna keemasan.
Marvin sudah empat bulan lamanya, berbaring dikamar, hanya kalau mau buang air saja dia bergerak menuju kamar mandi yang ada didalam kamar besarnya itu.
Dokter keluarga sudah sering didatangkan kalau-kalau putra mereka mengalami sakit yang dideritanya, namun hasilnya nihil anak tersebut ternyata tidak memiliki penyakit apapun yang terdeteksi olah dokter.
"Evin (panggilan sayang Lusi kepada anaknya), bangunlah nak.. yuk kita sarapan bareng, Ayah, Vano, Kakek dan Nenek sudah menunggu dari tadi." Entah sudah berapa kali Lusi membujuk putranya itu.
Marvin enggan menjawab ajakan Bundanya itu, bukan karena Marvin tidak sayang dengan orang tuanya, tetapi Marvin sudah kehilangan tenaganya untuk memikirkan sang pujaan hati yang telah meninggalkannya.
Diruang makan, Vano adalah adik angkat Marvin, yang sebenarnya anak dari anak kandung Lusiana, jadi Vano adalah sepupu Marvin. Usia mereka pun hanya berjarak satu tahun saja dibawah Marvin.
"Bunda, apa tidak sebaiknya abang Marvin dicarikan jodoh saja? Vano takut bang Marvin lama sembuh ingatannya tentang perempuan itu?" Lirik Vano kepada Ayah Bundanya.
"Bagaimana Yah?" Lusi berbalik bertanya kepada suami tercintanya.
"Yeah.. Ayah sih tidak masalah, atur-aturlah dengan kalian, untuk kebaikannya Marvin ayah setuju." Jawab David bijaksana.
"Van apa kamu punya teman, gadis yang cantik serta baik hatinya, cocok untuk abang mu yang sedang merana itu?" Tanya Lusi kepada putranya.
Vano memang terbilang playboy di kampusnya, Ia memiliki banyak teman cewe yang kece cantik-cantik menurutnya, tapi untuk mencarikan abangnya yang super cool dan super setia ini susah rasanya.
"Iya Bun, sekarang belum nemu yang pas buat Bang Evin, nanti kalau sudah ada kandidatnya, Vano kenalkan sama bunda." Kata Vano cengengesan.
Itulah mereka Marvin dan Vano yang dibesarkan bersama, memiliki ketampanan yang hampir sempurna, dari orang tua yang masih satu darah, namun dilihat dari sifat mereka sangatlah berbeda.
********
Di desa Ica.
"Dah.. Buk, Bapak... semua Dahh.." Ica masuk kedalam mobil travel yang telah menjemputnya.
Perjalanan dari Desa A ke kota Z sebenarnya tidaklah jauh hanya memakan waktu 7 jam saja, Ica yang dari tadi malam bercengkrama dengan sepupu-sepupunya. Merasakan kantuk yang sangat berat dimatanya. Tidak perlu waktu yang lama, Ica sudah lelap tertidur, syukurlah sebelah kiri kanan Ica adalah penumpang perempuan.
Setelah enam jam berlalu, pak sopir mengingatkan para penumpangnya, agar mempersiapkan diri, agar tidak terlewat alamat yang dituju.
"Dek.. dek, bangun dek." Seorang ibu paruh baya membangunkan Ica. Beliau lah penumpang yang berada di samping Ica.
"I-iya Bu." jawab Ica gelagapan dalam keadaan setengah sadar.
"Saya berhenti di alun-alun pusat kota yaa Pak." Lanjut Ica memulihkan kesadarannya.
"Iya dik." Pak sopir singkat.
Mobil travel terus melaju dengan kecepatan rata-rata. setelah menurunkan seorang penumpang. Sekarang saatnya giliran Ica turun berhenti. Setelah menurunkan barang yang ada yaitu koper berwarna coklat berukuran sedang didalamnya berisikan pakaian Ica dan beberapa surat-surat penting.
Sedangkan sebuah tas kecil ada ditangan Ica,
Ica merapikan baju dan rambutnya yang berantakan karena tertidur di mobil tadi. Baru saja mau mengalungkan tas kecilnya agar tidak repot. Tiba-tiba.....
srettttt
Seorang berbaju serba hitam mengambil paksa dan berlari membawa tas kecil Ica.
"Tolongggg... copet, tas ku dirampas." Teriak Ica
"Tolongggg..." Ica berteriak sekeras mungkin sambil mengejar laki-laki yang merampas tasnya tadi.
Di seberang jalan Vano dan dua temannya Agung dan Dian lagi santai menikmati kopi yang mereka pesan, seiring mereka memainkan gitar bergantian.
"Vano, Dian..kalian mendengar teriakan itu?" Tanya Agung langsung berdiri dan mencari sumber suara.
Diikuti oleh Vano dan Dian, susah mencari pakai mata mereka karena memang banyak orang lalu lalang dengan segala aktivitas mereka.
"Gadis itu." kata Dian menatap tajam kearah seberang jalan.
"Ayok, kita ke sana." Sahut Vano dan Agung bersamaan.
Ica yang sedari tadi sudah menyerah untuk mengejar copet, Ia duduk bersandar di tembok pagar sebuah kantor di samping alun-alun.
"Ada apa mbak?" Tanya Agung hati-hati.
Ica yang kaget melihat ada tiga orang didepannya. Siapa mereka dalam hati Ica, tidak mungkin orang jahat semua kan di kota ini? batinnya bertanya. Lagian kalau dilihat-lihat mereka orang baik-baik dan berpendidikan.
"Ini Bang, saya baru saja kecopetan." kata Ica sambil mengusap sisa air matanya.
"Mbak mau kemana, biar kami antar kan." Dian menawarkan diri.
Memang kalau dilihat-lihat memang Spica utami itu cantik sih, dengan rambut lurus sebahu, tinggi sekitar 165cm dan berat badan 50kg, kulit kekuningan tapi terlihat bersih.
"hm.." Ica berfikir sejenak.
"Sebenarnya saya kesini mau memulai kuliah tahun ajaran ini, sekalian mau cari kos-kosan juga, tapi..."
Belum sempat Ica melanjutkannya, Vano yang sedari tadi berdiam diri.
"Uang mu diambil copet tadi ya?" Tanya Vano asal menebak.
"Iya abang benar, HP, uang, perhiasan pemberian Ibuk yang rencana mau saya jual, KTP dan kartu-kartu diambil sama copet tadi." Jelas Ica. Matanya hampir menangis lagi.
Dian dan Agung yang sedari tadi bisik-bisik. Tidak memperhatikan Ica yang sedang menjelaskan masalahnya.
"Gimana Bro?" Tanya Vano.
"Apanya?" Sahut Agung dan Dian bersamaan.
"Mbak ini bingung mau pulang kemana? uangnya semua hilang, padahal rencana dia mau kuliah disini?" Tanya Vano.
"Namaku Ica." Mengulurkan tangan ke Vano, Agung, dan Dian.
"Eeh.. iya lupa kenalan." Dian cengengesan.
"Gimana yaa? Aku tinggal di kontrakan, sebenarnya gak masalah di tempatku ada dua kamar, tapi takutnya warga salah paham." Terang Agung, kasihan tapi takut juga.
"Apalagi aku bro, kos-kosanku cuma sepetak.. aku sih senang-senang aja, hehehe." Timpal Dian.
Vano berpikir sejenak, Bunda pasti tidak tega melihat seorang anak gadis dijalan tanpa keluarga seperti gadis ini.
"Sebentar saya telpon Bunda dulu yaa." Vano agak menjauh dari teman temannya.
Drrtt Drrrrrrttttt
HP nyonya Lusiana bergetar.
"Halo Vano, ada apa sayang?" Tanya Vano dari sambungan telepon.
"Bunda boleh gak kalau Vano bawah seorang gadis ke rumah bunda, bukan apa-apa bunda Vano menemukannya dijalan habis kecopetan." Jelas Vano.
"Gpp Nak, Bawa kemari. kalau dia mau kan bisa bantu-bantu bunda, mbok ina kan lagi izin pulang ke desa anak lagi sakit." Terang Lusiana mengizinkan.
"Terimakasih Bunda, Love you." Sahut Vano mematikan sambungan telponnya.
"Gimana bro?" Tanya Agung yang sedari kasihan terhadap gadis yang baru ditemukannya itu.
"Boleh sama Bunda." Sahut Vano pendek.
"Sementara mbak Ica tinggal bersama kami dulu, ayok saya bawakan kopernya.. itu mobil kami." Kata Vano menunjuk ke seberang jalan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Agustina99
hay kakk 🖐️🖐️ ,, aku mampir nih
2022-12-20
0
Via Ge
mohon dukungannya🙏
2022-10-22
6