Diskusi sudah selesai itu artinya pertemuan organisasi Dewan Mahasiswa yang di pimpin oleh Vano cukup untuk hari ini. Vano dapat giliran terakhir keluar bersamaan dengan Elvita.
"El, malam besok ada acara gak?" Tanya Vano.
"Hem, gak ada Van. Emangnya kenapa?" Elvita balik bertanya.
"Kalau bisa, temani saya beli hadiah untuk seseorang?" Jawab Vano.
Elvita sedikit cemburu mengetahui Vano sudah terang-terangan memiliki seseorang dan akan memberinya hadiah. Namun tidak enak menolak permintaan Vano.
"Boleh Van, kebetulan sepupu ku bentar lagi ulang tahun, sekalian saya juga mau beli kado." Sahut Elvita.
"Oke, Terima kasih kekasihku, Daah see you." Canda Vano sambil berlalu.
Elvita memandangi punggung Vano yang sudah jauh meninggalkannya. Ia berfikir apa mungkin Vano merasakan yang sama seperti dirinya. Tapi pikiran itu di buang jauh-jauh, mengingat Vano tadi pagi membawa seorang gadis dan mereka nampak mesra dan bahagia.
Elvita masih memikirkan hal tersebut. Di lihatnya dari jauh Vano membukakan pintu mobil untuk seseorang. "Gadis yang tadi pagi bersama dengan Vano kan, Apa hubungannya dengan Vano yaa?" Tanya Elvita dalam hati.
*********
Vano melajukan mobilnya, rencana mau seharian jalan-jalan hari ini sepertinya gagal, setelah Vano mendapat telpon dari Bunda Lusi. Mereka mengabarkan bahwa Kakek Surya yang ada di desa K harus di rawat di Rumah Sakit.
Vano harus segera pulang dan berangkat bersama Bunda Lusi. Sedangkan Pak David akan menyusul nanti malam karena masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan sore ini.
Vano dan Ica masih dalam perjalanan pulang dari kampus C.D.E.
"Hey..." Vano mengagetkan Ica yang sedari tadi berdiam diri.
"Kenapa Tuan?" Tanya Ica.
"Hari ini Saya bersama Bunda mau ke desa K, ke rumah kakek. Kakek di rawat di rumah sakit. Kamu mau ikut gak?" Tanya Vano.
Sebenarnya Vano tidak punya teman di desa K, makanya setiap ke rumah kakek waktu terasa panjang bagi Vano.
"Tidak usah Tuan, saya bersama bibi di rumah saja." Jawab Ica.
Sebenarnya Ica mau ikut, mengingat kejadian buruk yang menimpa dirinya saat bersama Tuan Marvin. Tapi Ica merasa sungkan untuk mengatakan kepada Bunda Lusi untuk ikut bersama mereka.
Akhirnya Vano dan Ica sampai ke depan rumah, Pak Yon tidak lupa membukakan pintu pagar secara otomatis. Vano memarkirkan mobil dan segera masuk ke rumah di ikuti oleh Ica dari belakang.
Bunda Lusi terlihat sedang mengemasi beberapa barang yang akan di bawa ke rumah kakek nantinya. Sebuah koper bewarna coklat sudah siap di ruang tamu dan beberapa kotak kue sudah siap juga di atas meja.
"Sudah pulang nak?" Sapa Bunda Lusi.
"Sudah Bunda." Jawab Vano.
Ica yang sedari tadi diam berdiri mematung, Ia bingung mau membantu mengerjakan apa.
"Ca kamu besok ke kampus naik taksi aja yaa, Bunda sama Vano akan ke rumah Kakek Surya, beliau sedang di rawat di rumah sakit." Jelas Bunda Lusi.
"Ini sedikit uang, untuk ongkos dan keperluan mu selama kami tinggal." Bunda Lusi menyerahkan sejumlah uang berwarna merah dari dompetnya.
"Tidak usah Bu, lagian besok Ica belum ke kampus lagi, nunggu Vano pulang saja." Tolak Ica.
"Yaah sudah gak apa-apa, tapi uangnya ambil nak untuk pegangan kamu." Kata Bunda Lusi.
"Ambil saja sweaty, anggap aja dari mama mertua." Sela Vano sedang menuruni anak tangga.
Ica yang dari tadi ragu untuk menerima uang tersebut, akhirnya mengalah juga. Ia mengulurkan tangan sambil mengucapkan Terimakasih.
"Terimakasih banyak yaa Bu, Ica tidak bisa membalas kebaikan Ibu." Kata Ica tidak enak hati.
"Anggap saja ini bagian dari beasiswa yang kami berikan." Ujar Bunda Lusi.
"Oh, iya Bunda titip Marvin ya Nak Ica, tolong di antar makanannya." Lanjut Bunda Lusi.
Ica merasa lemas mendengar permintaan tersebut. Baru saja ia bahagia menerima satu lagi kebaikan keluarga ini. Tiba-tiba saja di suruh kan lagi memasuki kamar Tuan tidak tahu diri itu. Tapi untuk menolak rasanya Ica tidak mungkin.
"Iya Bu, Pasti Ica akan mengantarnya." Jawab Ica lemas tapi tidak di perlihatkannya.
Vano yang dari tadi sudah kembali ke kamar, setelah menggoda Ica dan mengambil sepotong roti. Ponselnya berbunyi, Ia lupa bahwa ponselnya berada di meja ruang tamu, dekat Ica dan Bunda Lucu berada.
"Vano, Handphone mu berbunyi." Bunda Lusi sedikit berteriak memanggil Vano di dalam kamar.
"Iya, Bunda." Jawab Vano.
"Sweaty.. tolong my handphone." panggil Vano kepada Ica.
"Iya, Tuan, sebentar." Jawab Ica sedikit berteriak.
Bunda Lusi hanya menggelengkan kepala melihat tingkah laku anaknya. Karena dari kecil Bunda Lusi sudah paham akan tingkah laku anaknya yang satu ini. Berbeda sekali dengan Marvin, Ia nampak tertutup dengan orang baru dan sulit di tebak orangnya. "Hm.. mereka sangatlah berbeda." Gumam Bunda Lusi.
"Terimakasih sweaty, masuklah kamarmu, selamat istirahat yaa." Ucap Vano.
Ica segera menuruni tangga, meninggalkan Vano yaang akan mengangkat telpon.
***********
Marvin yang mendengar sedikit-sedikit percakapan adiknya itu, mendadak bergetar cemas. "Siapa wanita itu? Jangan-jangan ia kekasih Vano adiknya? Kalau dia benar kekasih Vano, apa yang telah ku lakukan kepadanya kemarin, sungguh tidak bisa di maafkan. Tapi salahnya mengapa mengaku pembantu baru disini? Hah, entah lah rumit sekali." Lirih Marvin di tempat tidurnya.
Marvin masih dengan pemikirannya mengingat-ingat kejadian kemarin saat ia memperlakukan seorang wanita tak bersalah, sangatlah tidak sopan. Saat Marvin hendak menenangkan pikirannya barang sejenak. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu kamarnya.
Tok
Tok
Tok
"Boleh Bunda masuk?" Tanya Bunda Lusi.
"Hm, Iya Bun." Jawab Marvin dari dalam kamar.
"Ada apa Bunda?" Tanya Marvin.
"Bunda, Vano, dan Ayah hari ini akan berangkat ke desa K, kakek di rawat di rumah sakit. Nanti kalau kamu butuh sesuatu nanti bisa minta tolong Bi Sunem. Bunda tidak akan lama meninggalkan mu, sayang." Bunda Lusi mencium kening Marvin. Sambil berbalik ingin keluar kamar.
"Bun-da..." Panggil Marvin agak tertahan.
"Iya, ada apa nak?" Tanya Bunda Lusi memutar tubuhnya kearah Marvin.
"Gak jadi Bun, hati-hati di jalan yaa Bunda, love you." Jawab Marvin.
Sebenarnya Marvin ingin menanyakan siapa orang asing yang ada di rumahnya. Yang tadi bercanda mesra dengan adiknya Vano. Karena seingat Marvin tidak ada sepupu mereka perempuan seusia itu, kalau pun ada pasti Marvin mengingat wajahnya barang sedikit.
Vano dan Bunda Lusi baru saja berangkat. Ica teringat dengan pesan Bunda Lusi sebelum ia berangkat tadi, untuk mengantar makanan ke kamarnya Tuan Marvin. Ica segera menyiapkan makanan dan kemudian menuju kamar Tuan Marvin dengan takut dan cemas.
"Tuan, saya mengantar makanan." Kata Ica melihat pintu kamar Marvin sedikit terbuka.
Deg, perasaan Marvin tidak menentu, rasa bersalah nya pada Vano, jika nanti terbukti ia adalah kekasih adiknya itu. "Akan ku tanyakan langsung." Gumam Marvin.
"Iya, silahkan masuk." Jawab Marvin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Sela Sea
semoga semakin seru ceritanya😁
2022-10-27
3