Marvin sudah sampai di rumah. Rumah keluarga Wiraarga tersebut nampak sepi. Hanya di gardu jaga tadi nampak Pak Yon.
Marvin mencari keberadaan penghuni rumah tapi tetap nihil. "Kemana mereka yaa?" Tanya Marvin dalam hati.
Setau Marvin Bunda Lusi hari ini tidak masuk ke kantor. Para Bibi pembantu tak nampak satu pun.
Marvin segera menaiki anak tangga berharap Ica ada di kamarnya. Ia mencoba mengetuk pintu tetapi tidak ada jawaban. Marvin menekan gagang pintu ternyata pintu kamar Ica tidak di kunci. Marvin melihat sekeliling dalam kamar Ica. Tetapi Ica tidak ada.
Marvin turun lagi ke lantai bawah, Ia menemukan Pak Yon di gardu.
"Siang Pak." Sapa Marvin menyodorkan sebotol minuman dingin.
"Selamat siang Den, Terimakasih minumannya." Jawab Pak Yon.
"Pak, Bunda sama yang lain kemana?" Tanya Marvin.
"Oh, Nyonya tadi pamit mau jajan-jalan sebentar. Bersama Nak Ica dan wanita-wanita dapur itu. Saya saja yang nggak di ajak." Kata Pak Yon tersenyum.
"Oh, gitu ya Pak. Terimakasih. Nanti Marvin usulkan saya ayah agar Pak Yon sekali-kali jalan-jalan. Bila perlu ke luar negeri sekalian." Marvin berusaha menghibur Pak Yon.
"Janji yaa Den!" Pak Yon sedikit berteriak, karena Marvin sudah menuju ke dalam rumah.
"Siap Pak." Teriak Marvin.
Di tempat yang berbeda, Bunda Lusi hari ini sengaja mengajak Ica, Bi Nina, Bi Siti dan Bi Sunem untuk memanjakan diri dengan perawatan.
Terkhusus untuk Ica, Bunda Lusi sengaja memberikan perawatan agar Marvin terpesona dengan kecantikannya. Dan untuk asistennya, Bunda Lusi memberikan perhargaan untuk mereka yang setiap hari menyiapkan kebutuhan keluarganya.
Bunda Lusi memang terbiasa menyetir sendiri. Terlebih dulu ia mengajak calon menantu dan asistennya menikmati sajian restoran ternama di kota tersebut.
"Ayok, silahkan duduk." Kata Bunda Lusi di dalam restoran.
"Bunda, kami di izinkan duduk juga?" Kata Bi Siti sungkan.
"Iya Bu, ayok duduklah. Kapan juga saya mengasingkan Bibi, saat makan bersama." Tutur Bunda Lusi lembut.
"Iya Bu, maafkan saya." Kata Bi Siti.
"Hari ini, semua boleh memilih makanan yang kalian sukai." Kata Bunda Lusi.
Mereka menikmati makanan yang sudah mereka pesan. Bunda Lusi membayar makanan. Setelah itu Bunda Lusi mengajak mereka ke salon Tante Lena yang sekalian ada butiknya.
"Hay, Jeng apa kabar? silahkan masuk." Sapa Tante Lena sambil memeluk Bunda Lusi.
"Hay, Jeng lama tak bertemu jadi rindu." Sahut Bunda Lusi.
"Jeng Lina, kami sudah rindu dengan perawatan dari salon Jeng." Kata Bunda Lusi.
Mereka semua melakukan perawatan. Mulai dari rambut, wajah dan lulur seluruh badan. Tante Lena memilihkan dress warna moca yang anggun untuk Ica.
Setelah itu mereka pulang ke rumah milik keluarga Wiraarga tersebut. Para asisten kembali dengan pekerjaannya. Sedangkan Bunda Lusi naik ke atas untuk beristirahat siang.
Ica juga akan berganti pakaian dan membantu bibi menyiapkan menu nanti malam. Ia segera naik ke atas menyusul Bunda Lusi. Ica masuk ke kamar yang ia tempati sekarang, sebenarnya kamar ini adalah milik Marvin.
Setelah masuk kamar, tidak lupa Ica mengunci pintu. Ia segera mencari pakaiannya di dalam lemari. Lalu ia mengganti pakaiannya. Ia segera membanting tubuhnya ke ranjang.
"Hah... Siapa ini?" Ica menjerit mengetahui badannya terganjal dengan benda dari dalam selimut.
"Sayang..." Marvin memeluk tubuh ramping Ica.
"Abang kenapa disini?" Tanya Ica yang masih marah sama Marvin.
"Nungguin kamu sayang." Kata Marvin.
Marvin mengeratkan pelukannya. Ia seakan tidak ingin kekasihnya itu pergi.
"Sudahlah Ica mau mandi dulu." Kata Ica berusaha melepaskan pelukan dari Marvin.
"Gak mau yang, nanti mandinya." Kata Marvin lagi.
Marvin merasakan gunungan kenyal milik Ica. Karena tidak melewatkan kesempatan itu, Ia menapakkan jemarinya dengan perasaan. "Ah, indahnya kalau bisa terlihat." Pikir Marvin dalam hati.
"Sayang, Abang..." Kata Marvin terputus.
Marvin tidak bisa menahan lebih lama lagi. Ia segera melahap dengan rakus gunungan kenyal milik Ica.
Ica yang tadinya ingin menolak. Tetapi bahasa tubuhnya menginginkan agar Marvin lebih dalam lagi.
"Sayang, Abang mau merasakan lembah milik sayang. Apa sudah basah?" Kata Marvin menikmati permainannya.
"Hem..." Ica hanya melenguh.
Membiarkan jari-jari Marvin bergerilya, memasuki gua lebih dalam lagi. Marvin yang sedang bergairah, perlahan berpindah melahap lembah milik Ica yang sudah basah. Sedangkan tangannya di meremas kedua gunungan kenyal itu.
"Ahhg..." Teriak Ica yang sudah mencapai puncaknya.
"Enak tapi kan sayang? " Tanya Marvin menyudahi aktivitasnya.
"Bang, Ica mau membersihkan diri" Kata Ica.
"Ayok, sama-sama...Biar abang gosok punggungnya." Tawar Marvin.
Tidak menunggu jawaban Ica, Marvin menggendong Ica ke kamar pembersihan diri.
"Sayang, apa kamu menyukai Beni?" Kata Marvin sambil menggosok punggung Ica.
"Mengapa apa Abang berpikiran seperti itu." Kata Marvin.
"Enggak, Abang lihat kamu sangat akrab dengannya. Awas lho hati-hati." Kata Marvin cemburu.
"Hem... Enggak, Ica hanya menganggapnya sebagai kakak, tidak lebih. Lagian Kak Beni punya seseorang yang sangat mencintainya dan Kak Beni menghargai perasaan wanita, tidak seperti laki-laki lain." Sindir Ica.
"Termasuk Abang juga?" Tanya Marvin memastikan.
"Mungkin?" Jawab Ica malas.
"Jadi sekarang sudah mulai suka sama Beni nih... Awas lho nanti suka benaran." Kata Marvin mengingatkan.
"Nggak tau kedepannya, bisa jadi bisa enggak." Kata Ica.
"Kamu tidak mencintai saya lagi?" Kata Marvin membalik badan Ica.
"Ayo tatap mata saya, dan katakan kalau kamu tidak mencintai saya lagi." Kata Marvin dengan muka merah.
"Hem... Seharusnya saya yang berkata seperti itu." Jawab Ica.
"Maksudnya?" Tanya Marvin cepat.
"Seharusnya Abang sudah tau maksud saya." Kata Ica lagi.
Ica keluar dari kamar mandi. Ia takut kalau Marvin melihatnya sedang menangis. "Bisa besar kepala orang itu." Gumam Ica.
Marvin rupanya menyusul Ica. Hanya mengenakan celana bokser.
"Heh, maksudnya apa sayang?" Marvin mencoba menenangkan Ica dengan pelukan dari belakang.
"Seharusnya Ica yang tanya sama Abang. Apakah Abang masih mencintai kekasih Abang yang dulu?" Tanya Ica meneteskan air mata.
"Oh, itu... Enggak sayang. Kemarin ia mau menjelaskan alasannya pergi meninggalkan Abang dan meminta maaf. Tapi Abang tidak menerimanya kembali." Kata Marvin.
"Tapi Abang masih cinta sama dia kan?" Selidik Ica.
"Cinta? Mungkin karena sudah lama bersama. Tapi yakinlah semuanya akan terkikis oleh waktu." Jawab Marvin jujur.
"Apa Abang yakin dengan perasaan Abang?" Tanya Ica lagi.
"Abang sangat yakin Ica, karena semenjak kehadiranmu Abang menjadi semangat lagi menjalani hidup. Dan Ayah Bunda pun sangat sayang padamu." Kata Marvin.
"Bang, boleh Ica minta sesuatu?" Pinta Ica.
"Apa sayang?" Tanya Marvin.
"Kalau boleh, Ica ingin Abang segera memutuskan Sean. Supaya ia tidak salah paham." Kata Ica menunduk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Rubyna
nunggu review mampir
2022-12-28
0
Via Ge
Terimakasih sudah berkunjung😍🙏
2022-11-09
3