Vano dengan hati berbunga-bunga pulang ke rumah. Perasaannya terhadap Elvita tidak sia-sia. Sesekali ia memandangi keluar rumah dengan perasaan bahagia.
Berbeda dengan Ica yang merasakan bahwa Vano telah berubah. Impian yang selama ini ia
ia rajut nampaknya akan segera kandas.
Ica yang selesai mengantar makanan untuk Marvin tak sengaja melihat Vano yang berada di mengedarkan pandangannya dari balkon.
"Hay.. tuan, nampaknya sedang serius sekali? Ini teh hangat minumlah tuan." Kata Ica.
"Iya, terimakasih Ca." Jawab Vano.
"Ca hari ini saya merasa bahagia banget." Lanjut Vano.
"Memangnya kenapa Tuan?" Tanya Ica.
"Kamu ingatkan gadis yang berpapasan dengan kita waktu di kampus?" Tanya Vano.
"Iya, ada apa dengan gadis itu Tuan?" Tanya Ica lagi.
"Ca, Elvita menerima pernyataan cinta saya." Kata Vano sambil memeluk Ica.
"Maaf... maaf Ca." Vano melepaskan pelukannya.
Deg
Perasaan Ica tidak keruan, di satu sisi Ica bahagia melihat tuannya yang sangat baik padanya mendapat kebahagiaan. Tapi di sisi lain hatinya menjerit seakan luka tersiram air garam.
Ica berusaha menenangkan hatinya agar tidak nampak dihadapan Vano. "Tenanglah Spica utami." Ujarnya dalam hati.
"Kenapa Ca, kamu sakit atau kamu di perlakukan tidak baik selama kami pergi?" Tanya Vano memutar tubuh Ica.
Vano melihat air muka Ica yang tidak bersemangat seperti biasanya. Sedangkan Ica hanya menggerutu dalam hati. Seharusnya Ia tidak mengagumi lelaki yang baru di kenalnya tersebut di dalam hati. Sekalian Vano berbuat baik, mungkin memang seperti itu sikapnya kepada semua orang.
"Hem.. saya tidak apa-apa Tuan, dan semua orang di rumah ini sangatlah baik kepada saya." Ucap Spica.
"Okelah, kalau begitu sweaty. Senyum dong." Kata Vano menggoda Ica.
"Ca, di sini maupun diluar sana tidak ada yang boleh menyakitimu, karena Ayah Bunda, Abang mu ini sudah menganggap kamu sebagai keluarga kami, adik perempuan kami, jadi tetaplah ceria yaa." Jelas Vano sambil memegang pundak Ica.
"Nah, satu lagi panggil Revanno Wiraarga ini dengan sebutan A-B-A-N-G, kecuali kamu nggak menganggap kami keluarga?" Ujar Vano.
"Iya Bang, terimakasih banyak untuk keluarga abang. saya turun dulu."Jawab Ica.
***********
Satu minggu telah berlalu, Kakek Surya sudah diperbolehkan pulang dua hari yang lalu. Bunda Lusi sedang dalam perjalanan pulang ke rumah sejak tadi pagi.
Di rumah kediaman David Wiraarga semua merasa cemas sudah hampir dua puluh empat jam Marvin pergi meninggalkan rumah tanpa seorang pun mengetahui kemana ia pergi.
Di luar hari sudah sangat terik, keluarga David berkumpul diruang tamu. Mereka menunggu Bunda Lusi tiba dan menunggu kepulangan Marvin.
Tidak lama kemudian Bunda Lusi datang bersama Om Budi dan Tante Rika. Mereka datang kerena mendengar bahwa keponakan mereka Marvin pergi dari rumah dalam kondisi sakit.
"Assalamu'alaikum." Sapa Om Budi.
"Iya, selamat datang." Sahut Pak David.
"Apa sudah ada kabar tentang anak kita Yah?" Tanya Bunda Lusi.
"Tenanglah Bun, istirahatlah sebentar sekalian ajak Budi dan Dik Rika makan siang dulu." Jawab Pak David.
Mereka makan siang bersama, setelah itu rencananya akan mencari Marvin dengan menggunakan empat kendaraan sekaligus.
Selesai menikmati makan siang, mereka membagi anggota yang akan mencari Marvin. Kelompok pertama Pak David, Bunda Lusi, dan Bi Siti. Kelompok kedua Om Budi, Tante Rika dan Bi Sunem. Kelompok ketiga Vano dan Elvita. Kelompok keempat Agung, dion dan Ayu.
Sedangkan Bi Nina dan Ica serta Pak Yon, mereka mengunggu di rumah.
Rombongan sudah pergi sekitar satu jam memutari kota serta mengunjungi teman-taman Marvin dulu.
Di rumah Ica sedang menyiram tanaman yang ada di halaman rumah.
"Hey.."
Tiba-tiba suara yang tidak asing lagi mengagetkan Ica dari belakang. Ica refleks memutar badannya.
"Tuan Marvin? Dari mana Tuan? Kok udah se...?" Cecar Ica.
Belum sempat Ica bertanya banyak, Marvin sudah membekap mulut Ica dan mengendap-endap membawa Ica ke kamarnya. Setelah sampai di kamar Marvin segera mengunci pintu.
Hanya ada Marvin dan Ica di dalam kamar tersebut. Ica duduk di sofa tidak mengerti yang di pikirkan oleh tuannya ini.
"Nona.. kita belum kenalan sampai sekarang, Siapa namamu?" Tanya Marvin.
"Spica Utami, bisa di panggil Ica."
"Nama yang cantik, secantik orangnya." Marvin mengangguk-angguk.
"Nama saya Marvinno Wiraarga, B boleh di panggil Marvin." Kata Marvin.
Marvin mendekati muka Ica, Ica mundur pelan-pelan satu langkah, dua langkah, akhirnya ia tepat nempel di dinding.
"Sepertinya saya menyukaimu dan saya sudah mempertimbangkan hal ini seharian." Kata Marvin.
Marvin semakin dekat dengan Ica dan Marvin melihat bib*r merona milik Ica, ia ingin merasakannya. Mereka merasakan perpaduan benda kenyal yang di mainkan seirama.
"Ica, Saya ingin memilikimu sayang." Desah Marvin.
"Saya pastikan akan menjaga mu mulai hari ini, Marvinno Wiraarga mencintaimu Ica." Gumam Marvin.
Sejak Ica menari di depannya, Marvin susah melupakan gadis yang menumpang di rumahnya itu. Bahkan ia selalu memikirkannya siang dan malam, hingga melupakan sakit yang telah dianggapnga abadi selama ini.
Ica mendorong tubuh Marvin. Ica tidak mau mencari masalah saat ia sedang berjuang untuk kehidupannya.
"Maaf Tuan, saya tidak bisa." Kata Ica.
"Tapi mengapa?" Jawab Marvin.
"Kita belum sah Tuan, Ini terlarang." Terang Ica.
"Jadi biar kamu mau, kita menikah dulu?" Cecar Marvin menggebu-gebu.
"Baiklah, saya akan segera telpon Bunda dan orang tuamu, Kita menikah dalam minggu ini. Bersiaplah sayang..." Kata Marvin sambil berlalu keluar kamar.
Marvin dengan ponselnya menelpon Bunda Lusi. Mereka putar arah menuju rumah. Karena menurut keterangan anak tersebut ia sudah ada di rumah.
Lebih kurang satu jam, mereka yang pergi mencari Marvin sudah sampai di rumah Tuan David. Menurut Marvin didalam sambungan telepon ia ingin menyampaikan sesuatu yang sangat penting baginya.
Setelah berkumpul semua di ruang tamu. Marvin dan Ica pun ada diantara mereka.
"Ada apa nak? Sepertinya kamu segar sekali hari ini, tidak terlihat sakit lagi?" Tanya Bunda Lusi.
"Iya nak, kamu katakan sama Ayah, kecuali tentang wanita itu." Sambung Pak David.
"Jadi selain itu Ayah memperbolehkan Marvin meminta sesuatu?" Kata Marvin.
Vano dan teman-temannya sedari tadi memperhatikan keluarga tersebut. Akhirnya Vano pamit menghantarkan Elvita dan Ayu sekalian mereka akan nongkrong sore hari ini.
"Iya Marvin, karena sangat besar kasih sayangnya kami, satu hal yang harus kamu ketahui, kami tidak ingin melihat kamu dan Vano terluka." Kata Pak David.
"Marvin ingin menikah, Ayah, Bunda." Lirik Marvin kepada Ayah Bunda nya.
Deg
Perasaan Bunda Lusi tidak menentu, tapi tetap di tahannya agar tidak terlihat kecemasan seorang Ibu kepada putranya.
"Menikah? Dengan siapa nak?" Tanya Bunda Lusi.
"Iya, Marvin. Kamu akan menikah dengan siapa?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Nono
Semangat.
2022-11-01
4