Pagi telah menyapa, hari ini Marvin terpaksa harus masuk kantor karena ayahnya sedang berkunjung ke perusahaan cabang yang ada di luar kota.
Berdasarkan jadwal hari ini ia harus menemui pemilik perusahaan milik Adikara group. Pak David adalah sahabat baik dari Hendro Adikara.
Sebenarnya hari ini Marvin mau melapor soal hilangnya Ica. Bunda Lusi sengaja tidak ke kantor untuk menunggu kabar calon menantunya tersebut.
Sedangkan Vano ke kampus sekalian meminta izin ke pada Dekan karena Ica tidak masuk kuliah sudah lima hari.
Marvin sudah bersiap dengan stelan jasnya. Pada saat sedang di parkiran tiba-tiba ponselnya berdering. "Nomor tak dikenal lagi." Gumam Marvin.
"Halo... Siapa ini?" Kata Marvin.
"Halo, Marvinno Wiraarga. Saya akan mengantar tunangan mu hari ini." Kata seseorang dari sambungan telpon.
"Saya tunggu niat baik anda. Cepat antar kan tunangan saya, karena kalau tidak saya akan melaporkan mu atas dugaan penculikan." Jawab Marvin.
Tidak ada jawaban setelahnya tetapi sambungan telpon langsung di matikan. Marvin segera memberi tahu Bunda Lusi mengenai kabar gembira ini, dan dia juga berniat menunda pertemuan dengan rekan bisnisnya dari keluarga Adikara.
"Bunda... Bunda." Marvin mencari Bunda Lusi.
"Ada apa Vin?" Tanya bunda mendekati Marvin dari arah garasi samping rumah.
"Bun, tadi penculik Ica telpon. Katanya ia akan mengantar Ica ke rumah kita pagi ini. Marvin minta agar tetap siaga, siapa tau penculik itu meminta bayaran kepada kita." Ujar Marvin.
"Bunda rasa Ica bukan di culik deh, masa iya ada penculik mau mengantar orang yang di culik ke rumah langsung." Bunda Lusi tidak percaya dengan dugaan Marvin.
"Iya Bunda, semoga saja hanya Ica tersesat. Dan orang yang menemukannya baru bisa menghantar Ica hari ini." Marvin menenangkan hatinya.
Bunda Lusi menyuruh Bi Nina untuk memasak makanan untuk menyambut kepulangan calon menantunya tersebut.
***********
Di rumah Beni, Ica dan Sera sudah bangun dari tidurnya yang sangat pulas tadi malam. Mereka membantu Bi Tuti menyiapkan sarapan pagi ini. Setelah itu mereka membersihkan diri masing-masing.
Rencananya hari ini Sera akan pulang ke rumahnya menggunakan taksi online. Sebenarnya Beni menawarkan Sera untuk mengantar pulang, karena sekalian akan mengantar Ica.
Namun Sera menolak, alasannya ia takut ketahuan dengan Redi kakaknya, kalau ia sudah menginap di rumah Beni.
Sedangkan Beni mempertimbangkan niatnya, untuk membalas sakit hatinya kepada Marvin. Karena merebut Sean cinta pertamanya. Sebetulnya tidak sepenuhnya kesalahan Marvin karena saat berkenalan Sean mengaku sedang tidak punya pacar.
Beni sudah mempertimbangkan hal ini semalaman. Dan akhirnya ia memutuskan tidak mengikuti hasrat jahatnya.
Pertama, karena orang tua mereka bersahabat baik. Kedua, tidak baik memiliki tetapi hasil merebut milik orang lain. Ketiga, Ia menyukai Ica karena ia tidak punya saudara. Keempat, Ia sepertinya akan memberi kesempatan kepada Sera nantinya.
Alasan itulah ia memutuskan menelpon keluarga Wiraarga pagi ini. Untuk mengantarkan Ica calon menantu di keluarga Wiraarga.
"Ayok Ca, sudah Siap?" Kata Beni.
"Iya Kak."Jawab Ica.
"Saya juga ada kepentingan kerja sama dengan keluarga Wiraarga." Kata Beni.
"Kakak sudah mengenal keluarga Ayah David?" Tanya Ica.
"Tidak terlalu. Sebatas rekan bisnis Papa." Jawab Beni.
Ia tidak ingin membahas masa lalunya dengan Marvin. Karena takut menyakiti perasaan Ica yang sudah dianggapnya sebagai adik nya sendiri.
"Silahkan masuk Tuan putri." Beni membukakan pintu mobil untuk Ica.
Sera sudah duluan berangkat. Karena tadi sudah datang taksi online yang dipesannya.
"Iya Kak terimakasih." Jawab Ica.
Di perjalanan, Ica hanya berdiam diri. Ia segan untuk memulai pembicaraan.
"Ca ini ada sebuah ponsel untukmu, sebagai ucapan terimakasih." Beni menyerahkan sebuah ponsel baru untuk Ica.
"Terimakasih untuk apa Kak? Ica lho seharusnya berterima kasih banyak sama Kakak." Jawab Ica sungkan.
"Tidak apa-apa, kamu dan Sera sudah meramaikan rumah saya malam ini." Kata Beni.
Ica menerima ponsel pemberian dari Beni dengan senang hati.
"Ica, seandainya saya punya niat mengangkat kamu jadi adik saya, apa kamu berkenan?" Kata Beni sungguh-sungguh.
"Maksudnya Kak? Saya senang karena saya anak tunggal di keluarga kami." Ujar Ica.
"Nanti saya bicarakan dulu kepada tunangan mu dan kepada orang tua saya. Untuk surat menyuratnya." Kata Beni.
"Hem...Iya kak." Jawab Ica singkat.
"Hemm..." Gumam Beni.
"Ada apa Kak?" Tanya Ica.
"Menurutmu sesama perempuan apakah Sera benar-benar menyukai saya, atau sekedar emosinya seorang ABG yaa?" Tanya Beni Ragu-Ragu.
"Menurut Ica, sepertinya Sera menyukai Kak Beni tulus. Tapi entah hanya mengagumi lalu menyukai, atau memang ia sudah memutuskan untuk mencintai Kakak selamanya. Hehehe." Kata Ica sok tau.
"Tadi malam saat melihatnya menangis, saya tak sengaja memberikan kesempatan jika ia masih mempunyai rasa yang sama. Setelah tiga tahun kemudian." Kata Beni.
"Iya... Itu lebih baik Kak. Agar dia bisa membedakan antara emosi dan memang perasaan sesungguhnya." Ujar Ica.
"Iya ca, sebentar lagi kita akan sampai ni... Di rumah mama mertuamu." Kata Beni menoleh ke arah Ica.
Mobil Beni sudah di depan pintu gerbang rumah kediaman keluarga Wiraarga. Gerbang secara otomatis terbuka karena satpam. bisa melihat dari cctv yang di pasang atas pintu gerbang.
Beni langsung memarkirkan mobilnya di halaman rumah. Ica segera turun dan mengucapkan salam di depan pintu.
"Ica..." Bunda Lusi menghampiri dan memeluk Ica dengan erat.
Setelah melepas rindu, Bunda Lusi melepaskan pelukannya dan menyadari bahwa Ica tidak datang seorang diri.
"Bunda, Perkenalkan ini Kak Beni." Kata Ica.
"Saya Beni, Tante. " Kata Beni mengulurkan tangan.
"Saya Lusi, Bundanya Ica... Hem, sepertinya kamu tidak asing, apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Kata Bunda Lusi seperti mengenal Beni.
"Iya, Tante benar kita sudah beberapa kali bertemu. Saya Anak Pak Hendro Adikara." Kata Beni.
"Oh, Iya-ya... maaf Tante lupa, maklum faktor umur ini." Bunda Lusi tersenyum.
"Ayo... Silahkan masuk." Kata Bunda Lusi.
Mereka duduk di sofa ruang tamu. Bunda Lusi meminta Bi Nina membuatkan minum untuk tamunya. Ia juga memanggil Marvin yang sudah sejak tadi menunggu kepulangan Ica.
"Vin, Ica sudah datang." Panggil Bunda Lusi setengah berteriak.
"Iya Bunda." Marvin turun tergesa-gesa.
Ia melihat ada seorang laki-laki bersama dengan Ica. Emosinya menjadi naik tetapi tetap di tahannya karena harus menunggu penjelasan dari Ica.
"Lama tak berjumpa, senang bertemu dengan anda." Marvin mengulurkan tangannya kepada Beni.
Beni menjabat tangan Marvin. Ia melihat Marvin tetap egois seperti dulu.
"Kalian sudah saling mengenal nak?" Tanya Bunda Lusi.
"Iya, Tante. Satu universitas." Jawab Beni cepat.
Ica menceritakan semuanya kepada Bunda Lusi. Pertemuannya dengan Beni dan karena Beni sakit perut ia tidak bisa langsung pulang sore itu. Tetapi ada seorang gadis temannya Beni tidur bersamanya tadi malam.
Marvin menyesal mengingat ia ingin sekali bermusuhan dengan Beni.
"Terimakasih sudah mengantar tunangan saya." Kata Marvin.
"Hem.. Jangankan merebut, yang saya temukan pun akan saya kembalikan, kepada pemiliknya." Sindir Beni.
"Tuan Beni, saya sungguh meminta maaf untuk kejadian itu." Kata Marvin.
"Tapi sepertinya kalian langgeng? Tapi mulai saat ini pastikan, Ica tidak menangis bersama mu, atau dia akan menjadi milik ku." Beni tegas memperingatkan.
"Sebenarnya ada apa?" Tanya Bunda Lusi.
"Tidak apa-apa Tante, hanya salah paham saja." Beni meredam suasana.
"Oh, iya Tante... Sepertinya hari ini ada pertemuan Adikara Group dan Wiraaga group? Bisa kita bahas sekarang? kebetulan saya membawa berkasnya." Kata Beni.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments