Ica sudah keluar dari kamar Marvino, perasaan cemas dan disertai takut. Ia segera menemui bibi Nina yang terlihat sedang mengerjakan sesuatu di dapur.
"Sedang apa bi?" Tanya Ica hati-hati agar tidak membuat bi Nina kaget.
"Oh, sudah selesai neng?" Bi Nina balik bertanya.
"Sudah bi, tapi sayang tuan Marvin tidak mau makan." Jawab Ica dengan perasaan sedih.
"Ayo, Neng duduk dulu, nikmati nasi goreng yang bibi buat tadi."
Bi Nina menarik tangan Ica kemeja dekat dapur yang biasanya tempat para pembantu menikmati makan bersama. Ica yang sedari tadi penasaran dengan penyakit yang di derita pemilik rumah ingin segera menanyakan kepada pembantu yang puluhan tahun kerja di rumah ini.
Sepiring nasi goreng dengan telur dan ayam goreng serta sayur dan tomat segera disodorkan Bi Nina kehadapan Ica.
"Ini makan dulu nduk, pasti kamu lapar." Ucap Bi Nina mengakrabkan diri.
Ica yang sedari tadi penasaran dengan sakitnya Marvin segera bertanya kepada Bi Nina.
"Bi sebenarnya tuan Marvin sakit apa sih Bi?" Selidik Ica.
"Sebenarnya Den Marvin tidak sakit apa-apa neng." Jelas Bi Nina dengan raut wajah sedih.
"Trus..Kenapa dia kayak gak bisa untuk sekedar gerakan tangannya kalau gak sakit Bi?" Timpal Ica semakin penasaran.
"Dulu Den Marvin punya seorang kekasih namanya Non Sean, sepengetahuan Bibi Non Sean sering main ke rumah ini. Mereka sering bercanda sambil bernyanyi bersama diruang tamu lantai atas, kadang Den Marvin terdengar menyanyikan lagu untuk Non Sean, setelah Non Sean tidak pernah terlihat lagi kesini, Yeaahh...begitulah kondisi Den Marvin." Cerita Bi Nina.
"Hm...Gitu yaa bi." Ica mengangguk-angguk.
Hari sudah hampir magrib Vano, Ibu Lusiana dan Pak David, diikuti Bi Sunem dari belakang masuk dari arah pintu utama. Ica yang terlihat sungkan menghampiri mereka.
"Selamat sore Bu, Pak, Tuan Vano." Sapa Ica.
Ica menyalami Pak David dan Bik Sunem dengan kepala sedikit menunduk.
"Ealah.. Tadi siang kamu panggil abang, sama Vano yang keren ini." Kata Vano sambil cengengesan.
"Hush.. Vano mulai dehh." Timpal Bunda Lusi.
"Gadis ini siapa Bunda?" Tanya Pak David.
"Ini Pak, tadi Vano ketemu dijalan, dia dari desa, habis kena rampok. Tadinya dia ini berniat untuk kuliah di sini. Vano kasihan dan telpon Bunda, boleh gak tinggal di rumah kita untuk sementara waktu, ya udah Bunda bolehkan." Jelas Bunda Lusi.
"Oh, gitu Bun. Tidak apa-apa, semoga kamu betah yaa." David segera berlalu, meninggalkan Lusi dan Ica, membuntuti Vano yang sudah duluan ke naik ke atas.
"Terimakasih Bu, atas kebaikan keluarga Ibu kepada saya." Ucap Ica dengan mata berkaca-kaca.
"Iya tidak apa-apa nak, mungkin ini hikmah dari kejadian kemarin." Kata Lusi sambil berlalu mengikuti suaminya.
***************
Ica masuk ke kamar dan segera membersihkan diri. Setelah itu ia membantu Bi Nina, Bi Sunem, dan Bi Siti untuk menyiapkan makanan karena Bunda Lusi ingin makan malam bersama. Menurut cerita Bi Nina sore tadi, biasanya kalau tuan rumah sudah meminta menyiapkan makan malam seperti ini, ada sesuatu yang akan dibahas keluarga besar itu. Tanpa terkecuali baik pembantu, Tamu, maupun satpam, siapapun ada di rumah itu harus satu meja makan dengan para tuannya. Itulah keharmonisan menurut Pak David.
Di meja makan sudah terhidang segala makanan yang enak-enak menurut Ica. Tidak lupa Bi Siti yang bertugas memanggil semua tuanya maupun Pak Yon yang masih di pos jaga dekat gerbang.
"Ayok.. semua tanpa terkecuali duduk la, kita makan bersama." Ajak Pak David yang sudah duluan sampai dimeja makan.
Bunda Lusi di ikuti Vano dari lantai atas, sedangkan Pak Yon, Bi Sunem, Bi Siti, Bi Nina dan Ica segera mengambil tempat duduk masing-masing.
"Yuk..silahkan di nikmati, oh yaa Bun, Marvin mana?" Kata Pak David.
"Sudah Bunda ajak Pak, Vano juga..tapi begitu lah anak itu sekarang, Bunda sudah habis akal." Jelas Bunda Lusi.
Mereka makan bersama kecuali Marvin yang masih berbaring dik kamar tanpa gairah hidup. Sehabis makan, Pak Yon kembali ketempat gardu jaga dekat gerbang rumah. Sedangkan para pembantu membereskan bekas makan mereka tadi. Ica mau membantu Bi Nina ke dapur tapi belum sempat beranjak dari tempat duduk, Bunda Lusi mencegahnya.
"Ica, Saya dengar kamu ke kota mau berkuliah?" Tanya Bu Lusi kepada Ica.
"Iya Bu, tapi sekarang uang untuk bekal kuliah sudah tidak ada, kalau boleh saya mau pinjam handphone nanti Bu, mau nelpon orang tua saya, mau pulang ke desa saja Bu." Jelas Ica menunduk karena air matanya mau jatuh tapi ditahan.
"Tapi kan sayang Bunda." Ujar Vano ikut prihatin.
"Vano...Kwatir, atau?" Goda Bu Lusi.
Pak David yang sedari tadi diam terlihat sedang memikirkan sesuatu. Akhirnya beliau mendapat ide yang cemerlang mengingat Ica sepertinya anak yang baik dan sopan menurutnya.
"Hm.. begini Nak Ica, saya memberikan kesempatan untuk Nak Ica memilih, saya bisa kuliah kan kamu sampai selesai, semua biaya kuliah dan tempat tinggal kami yang tanggung. Nanti setelah tamat kuliah mu sebagai bayarannya kamu bisa bekerja di perusahaan saya, bersama Marvin dan Vano nantinya. Gimana Bun? Kasian anak ini." Pak David melirik kearah istrinya.
"Bunda setuju-setuju saja Pak." Jawab Bunda Lusi kepada suaminya.
"Gimana Nak Ica?" Lanjut Pak David.
"Saya sangat senang Pak, Bu. Saya sangat bersyukur atas kesempatan ini. Terimakasih banyak." Jawab Ica dengan mata berkaca-kaca.
"Mulai besok kamu berkuliah di kampus nya Vano, nanti Vano akan menemani mengurus pendaftaran mu." Kata Bunda Lusi.
"Siappp...Bunda cantik." Kata Vano sambil mencium pipi Bunda nya sambil berlalu.
Vano sudah pergi ke kamar nya. Sedangkan Pak David sudah pamit ada pertemuan dengan rekan bisnisnya habis magrib ini. Tinggal Bunda Lusi dan Ica yang masih ngobrol di meja makan sambil minum teh.
"Ica, Tolong antar kan makanan ini ke kamar Marvin yaa, Tolong buat dia suka sama kamu, nanti Bunda akan berikan beasiswa kamu sampai S2, seandainya Marvin berubah." Pinta Bunda Lusi sambil menggenggam tangan Ica.
" Iya Bu, tanpa Ibu minta pun saya akan berusaha, keluarga Ibu sudah begitu baik kepada saya, tapi saya tidak yakin karena saya Tuan marvin bisa ceria seperti dulu" Jawab Ica ragu.
Dalam hati Ica jangan kan untuk membuat Marvin sembuh, mengantar makanan saat dia terbaring lemah saja, saya di usir nya. Memang nasib ini, tidaklah mudah yang mereka pinta pikir Ica.
"Ya sudah, tolong antar kan makanan ini ke kamar Marvin yaa Ca." Kata Bunda Lusi.
"Iya Bu." jawab Ica pelan.
Ica langsung memutar badan, menaiki tangga. Berharap dalam hati Tuan Marvin hari ini berbaik kepadanya.
Sepanjang melamun ternyata Ica sudah tepat berdiri di depan pintu kamar Marvin.
"Tuan, saya mengantar makanan." Kata Ica.
"Iya masuk lah." Sahut suara serak dari dalam.
Ica membuka pintu dengan hati-hati menuju meja kecil yang ada di dekat ranjang besar milik Tuan Marvin. Sebenarnya Ica mau cepat-cepat keluar dari kamar itu, tapi berat langkahnya.
"Ini Tuan makanannya sudah saya letak di atas meja, saya permisi." Kata Ica pelan.
Baru memutar badan hendak pergi. Tiba-tiba pergelangan tangan Ica di cengkram kuat dengan tangan yang besar.
"Ada apa Tuan?" Tanya Ica hati-hati.
"Sini, ambilkan makanannya dan suapin saya." Perintah Marvin.
Tanpa menjawab Ica langsung mengambilkan makanan yang tadi di letaknya di atas meja dan menyuapkannya kepada Marvin. Setelah tiga suapan, mata Marvin terlihat menangis.
"Sean mengapa engkau tinggalkan saya?" Lirih Marvin.
"Tuan, anda baik-baik saja?" Tanya Ica.
Marvin menoleh dan memandang Ica, Marvin melihat Sean didepannya, entah kekuatan apa yang merasukinya, kerinduan akan Sean benar-benar membuatnya gila.
Marvin memeluk Ica dengan sangat erat, tanpa mau melepaskannya, Ica yang berusaha melepaskan diri sedari tadi nampaknya sia-sia belaka.
"Tuan tolong lepaskan saya." Kata Ica sambil menangis.
Marvin menciumi Bib*r Ica dengan rakus, merah merona dari lipglosse tadi sore habis seketika.
"Sean.." Lirih Marvin
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Nono
😘
2022-10-27
3
Via Ge
mohon dukungannya, silahkan mampir🙏
2022-10-25
4