Pagi itu Ica melihat Marvin terburu-buru setelah menerima telpon dari seseorang. "Ada apa ya." Ica bertanya dalam hati.
Marvin keluar dengan pakaian santai tapi tetap terlihat ketampanan yang sudah ia bawa sejak lahir itu. Ia segera mengendarai mobilnya tanpa berpamitan dengan Ica, tak seperti biasanya.
Di kafe kemarin, Seseorang telah menunggu Marvin. Dengan balutan pakaian elegan wanita tinggi semampai itu duduk sambil memainkan ponselnya.
"Hay..Sudah lama menunggu? Sapa Marvin.
" Enggak juga sayang." Jawabnya.
Ialah Jasean Gretty kekasih Marvin yang sudah lama menghilang. Hari ini Marvin akan mendengarkan penjelasan dari kekasih yang telah meninggalkannya itu.
"Mau pesan apa sayang?" Ujar Sean.
"Hem..Terserah, samakan aja." Jawab Marvin.
Dalam hati Marvin ada perasaan tidak menentu. Satu sisi ia sangat senang akhirnya Sean kembali dan ingin meminta maaf kepadanya. Di lain sisi bahasa tubuh akan menolak jika Sean ingin mendekati dirinya.
"Sayang, sebelumnya Sean minta maaf, memohon ampun sama Abang." Ucap Sean di lebih-lebihkan.
"Sean mengaku salah kepada Abang, ternyata lelaki yang selama ini mendekati Sean sudah punya anak dan istri. Sedangkan uang Sean yang di rekening juga di kuras habis ratusan juta oleh laki-laki itu." Jelas Sean.
Marvin yang melihat Sean menangis menyesali perbuatannya. Tidak bisa Ia pungkiri masih ada tersisa perasaannya pada Sean. Marvin mendekati Sean dan membawanya kedalam pelukan.
"Sudahlah, yang paling penting jadikan pelajaran untuk kedepannya." Kata Marvin.
"Sayang, Sean minta maaf. Kita mulai hubungan ini dari awal, Sean janji tidak akan mengulang kesalahan Sean lagi." Ucap Sean terbata-bata karena ia sambil menangis.
"Tenangkan dirimu dulu Sean, jangan dulu banyak pikiran." Jawab Marvin.
Sebenarnya inilah kata-kata yang Marvin tunggu selama dua tahun ini. Tapi entah mengapa Marvin mendengar ucapan itu menjadi biasa saja. Ia tidak merasa tidak ada yang spesial dari kata-kata Sean.
"Bang, kalau Abang tidak mau memaafkan Sean, untuk apa lagi Sean hidup. Papa sama Mama sudah mengusir Sean dari rumah." Ucap Sean tangisnya semakin pecah.
Marvin terkaget mendengar pernyataan Sean yang baru saja ia dengar. Marvin tau di balik kecerdasan dan keceriaan Sean, kelemahannya adalah terlalu buru-buru dalam mengambil keputusan. Ia takut Sean benar-benar mengakhiri hidupnya dengan mengenaskan.
"Iya Sean, Abang selalu memaafkan mu." Kata Marvin masih memeluk Sean.
***********
Marvin tidak sadar bahwa Ica sedari tadi mendengar percakapannya dengan Sean. Bahkan melihat detik demi detik mereka bermesraan.
Sebenarnya Ica mengikuti Marvin menggunakan ojek. Karena melihat gelagat Marvin yang sangat terburu-buru. Ica menghawatirkan apa mungkin keluarganya ada yang mengalami keadaan darurat, misalnya kecelakaan.
"Kalau tau seperti ini mending Ica tidak usah ikuti." Lirih Ica pelan.
Ica yang tidak sanggup lagi melihat Marvin dan Sean. Ia segera keluar dari kafe, karena ia tadi belum memesan makanan.
Ica terus menyusuri jalanan kota tanpa tau arah dan tujuan. "Mengapa harus seperti ini Bang? Disaat Ica sudah membuka hati? Bukankah lebih baik Ica menjadi adik angkat Abang dan Bang Vano?" Sesal Ica dalam hati.
Entah sudah berapa jauh Ica meninggalkan kafe tersebut. Ia hanya melangkah dan terus melangkah tanpa tau ke arah utara atau selatan.
Tiiittt Tiiittt
Klakson mobil di belakang membuyarkan lamunannya. Ica terjatuh bukan karena kena tabrak oleh mobil tersebut, melainkan karena setengah jiwanya seakan melayang. Dan harapannya untuk kuliah juga terbang, ia tidak kuat jika tetap di rumah itu melihat kemesraan Marvin dan Sean kekasihnya itu.
"Apa ada yang luka Nona?" Tanya pemilik mobil yang menghampiri Ica.
"Oh, enggak apa-apa Kak." Kata Ica.
Terlihat pemilik mobil seumuran dengan Marvin. Kegantengannya pun di nilai 11 12 dengan Marvin. Menggunakan Jas hitam dan senada dengan sepatu yang di kenakan nya.
"Nama saya Beni, nama Nona siapa?" Tanya Beni seraya membantu Ica berdiri.
"Nama saya Spica Kak, bisa dipanggil Ica." Jawab Ica.
"Oh iya..Ica pulang kemana biar saya antar." Ujar Beni menawarkan.
"Terimakasih sebelumnya..Tapi tidak usah Kak." Kata Ica segera menolak mengingat ia tidak mungkin pulang ke rumah Marvin.
"Kamu pulang kemana? Di sini sepi lho, Taksi jarang lewat daerah sini." Jawab Beni mengingatkan.
"Sepertinya kamu sedang ada masalah. Mari istirahat dulu di rumah saya, saya tidak tinggal sendiri ada pembantu saya perempuan, nanti kaki kamu bisa di urut sama Bi Tuti." Kata Beni meyakinkan.
"Nanti sore saya baru saya antar kamu pulang." Kata Beni.
"Iya Kak." Jawab Ica.
Sebenarnya terbesit di dalam hati Ica, mengapa ia percaya saja dengan orang yang baru dia kenal. Namun ia sudah tidak mampu berpikir dengan logika, mengingat ia sudah mempercayai Marvin yang sudah mengikat janji kepadanya sudah memeluk wanita lain.
"Hey.. Kok melamun." Beni sudah membuka pintu mobil untuk Ica yang masih berdiri di pinggir jalan.
"I-iya Kak." Jawab Ica.
Tidak butuh waktu lama mereka sudah sampai di rumah Beni. Rumahnya cukup mega di tambah dengan perpaduan warna silver dan gold. Nampak ada satpam yang membuka gerbang saat mobil Beni datang.
"Ayok, silahkan masuk." Kata Beni.
"Iya Kak." Jawab Ica.
Mereka masuk ke dalam rumah. Ica duduk di sofa ruang tamu, sedangkan Beni langsung ke ruang makan mengambil minuman di dalam kulkas.
"Bi, tolong di urut teman Beni tadi jatuh." Kata Beni.
Bi Tuti langsung menemui tamu majikannya tersebut.
"Oh, ada neng cantik. Siapa namanya neng?" Tanya Bi Tuti.
"Saya Ica Bi." Jawab Ica.
"Di mana yang keseleo neng?" Tanya Bi Tuti.
"Ini Bi." Ica memegang pergelangan kaki kirinya.
Selagi Bi Tuti mengurut Ica. Beni datang membawakan tiga botol minuman dan beberapa toples camilan.
Ica yang berkeringat menahan sakit di urut Bi Tuti, mengambil botol minuman yang di suguhkan oleh tuan rumah.
"Siapa neng cantik ini Den?" Tanya Bi Tuti.
"Nona ini hampir tertabrak sama Beni Bi." Kata Beni.
"Siapa tau nanti jatuh cinta, belum pernah lho neng Den Beni membawa gadis ke rumah ini." Ujar Bi Tuti.
"Hem.." Ica melirik ke arah Beni.
"Selesai neng." Kata Bi Tuti lagi.
"Oh iya Bi..Terimakasih banyak yaa Bi." Kata Ica.
Bi Tuti langsung berpamitan kebelakang. Iya tidak mau menggangu pembicaraan majikannya.
"Ica kalau mau istirahat, boleh ke kamar sana." Kata Beni menunjuk kamar tamu yang tidak jauh dari sofa mereka duduk.
"Enggak Kak, Ica di disini saja." Jawab Ica.
"Hem..Sepertinya kamu sedang dalam masalah, kalau tidak keberatan kamu boleh cerita dengan saya." Kata Beni.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Via Ge
Apakah perasaan Ica akan berpindah kepada Arbeni Adikara? ikuti terus yaa perbabnya😍😘
2022-11-05
5