"Vano, apa kamu melihat Ica?" Tanya Bunda Lusi.
"Enggak Bun, mungkin di kamar." Jawab Vano tanpa beban.
Melihat anaknya yang baru sampai ke rumah, tidak mungkin rasanya Ica bersama Vano pikir Bunda Lusi.
Bunda Lusi dan Marvin sejak tadi diruang tamu. Marvin yang pulang dari Kafe, tidak menyangka bahwa Ica tidak ada di rumah. Sejak pagi tadi ia meninggalkan Ica, Marvin terakhir melihat Ica saat ia menghantar segelas susu pagi tadi.
"Marvin, apa Ica terlibat pertengkaran dengan kamu?" Selidik Bunda Lusi.
"Tidak Bunda, Tadi pagi Ica masih mengantar segelas susu ke kamar Marvin." Jawab Marvin.
Vano yang sudah berganti pakaian di kamarnya, segera turun mendekati Bunda Lusi dan Marvin.
"Emang Ica hilang?" Tanya Vano.
"Hus.. Kamu." kata Bunda Lusi.
"Ica dari tadi tidak ada di rumah, kami pikir ikut ke kampus denganmu." Kata Marvin.
"Memangnya tadi abang kemana? Yeah enggak lah Ica sama Vano, kan sekarang udah ada Bang Marvin yang jagain." Cecar Vano.
"Iya Vin, Vano benar. Kamu tadi ke mana? Ica kan belum lama tinggal di sini, kamu juga belum kerja lagi. Seharusnya kamu temani mau kemana dia?" Jelas Bunda Lusi.
Marvin merasa bersalah dalam hal ini, Meninggalkan Ica tanpa pamit dan menemui Sean. Tapi untuk mengatakan yang sejujurnya pun Marvin merasa enggan.
"Ya sudah..Intinya kita akan mencari Ica sekarang. Marvin dan Vano jangan saling menyalahkan. Mungkin Ica tidak sengaja nyasar mau keluar beli sesuatu." Kata Bunda Lusi lagi.
"Siap Bunda." Sahut Vano dan Marvin hampir bersamaan.
"Bunda belum bisa pergi, soalnya lelah sekali habis rapat hampir tiga jam tadi." Kata Bunda Lusi.
"Iya, enggak apa-apa. Bunda istirahat saja, nanti Vano telpon." Jawab Vano.
Vano dan Marvin segera berangkat mengendarai mobil masing-masing. Mereka menyusuri jalan yang berbeda, Vano merasa kehilangan karena selama ini Vano sudah menganggap Ica sebagai saudara perempuannya.
Berbeda dengan Vano, Marvin merasa bersalah kepada Ica, Pertama ia pergi tadi pagi tanpa pamit. Kedua ia diam-diam telah menemui Sean kekasihnya dulu.
Sudah berapa jauh Marvin mengendarai mobilnya. Terkadang ia turun untuk menanyakan apakah ada orang berpapasan Ica dengan memperlihatkan fotonya.
Vano mencoba menghubungi Bunda Lusi sesuai janjinya. Ia akan mengabarkan kalau ia belum menemukan Ica.
"Halo.. Bun." Kata Vano di ujung telpon.
"Bagaimana Vano sudah ketemu?" Tanya Bunda Lusi.
"Belum Bun, Dari jalan besar sampai gang sempit Vano telusuri." Jawab Vano.
"Ya sudah, Pulanglah dulu Nak." Kata Bunda Lusi.
"Iya Bunda. Vano tutup telponnya selamat sore." Jawab Vano.
Vano memutar mobilnya, ia akan pulang dulu mengingat hari hampir beranjak malam. Azan Magrib pun sudah berkumandang.
Bunda Lusi menelpon suaminya yang sedang pergi bermain golf di rumah temannya.
"Halo..Ayah tidak lagi sibuk?" Tanya Bunda Lusi.
"Tidak Bunda. Lagi ngobrol santai. Ada apa Bun?" Tanya Pak David dari sambungan telpon.
" Ica, Yah..Tidak ada di rumah. Tadi Marvin pergi setengah harian, Tiba-tiba sudah tidak ada di rumah." Kata Bunda Lusi.
"Apa mungkin tersesat saat keluar beli sesuatu Bun? Sudah di cari sekitar komplek?" Tanya Pak David.
"Marvin dan Vano sedang mencari Yah." Jawab Bunda Lusi.
"Iya Bun. Sebentar lagi Ayah pulang." Jawab Pak David.
*********
Marvin pulang ke rumah dengan perasaan kacau dan sangat merasa bersalah. Ia masuk ke rumah langsung membersihkan diri. Sore ini juga ia berniat ke desanya Ica yang menempuh perjalanan sekitar empat jam. Sebenarnya ia sangat menghawatirkan tunangannya itu.
"Bunda, Bun...." Marvin mencari keberadaan Bunda Lusi.
"Iya sayang, ada apa nak." Sahut Bunda Lusi dari arah dapur.
"Sore ini Marvin mau ke rumah orang tuanya Ica Bun. Siapa tau ada hal mendesak sehingga ia pulang tiba-tiba." Kata Marvin.
"Iya Nak, tapi kamu jangan sendiri minta diantarkan sama Pak Ujon atau minta Vano menemani." Bunda Lusi mengingatkan.
"Marvin sama Redi Bunda temannya Vano yang sering ke sini itu." Kata Marvin.
"Oh, yang sering main gitar dulu, sebelum kamu patah hati?" Cecar Bunda Lusi.
"Iya Bun, Abang nya Sera. Anaknya Om Ishardi Mehana." Kata Marvin.
"Oh, jadi Redi itu keluarga Mehana?" Bunda Lusi bertanya kaget.
"Memangnya kenapa Bunda?" Tanya Marvin.
"Mehana itu adalah singkatan dari Merhan dan hana, Hana itulah saudara dari Kakek Suryo. Hana menikah diam-diam dengan Merhan dan tidak pulang sampai saat ini. Ada terdengar kabar bahwa mereka sudah sukses dan tinggal di kota ini."Jelas Bunda Lusi.
" Berarti Marvin dan Redi saudara Bun?" Tanya Marvin.
"Kalau benar mereka itu cucu Bibi Hana, kalian saudara." Jelas Bunda Lusi.
"Bunda, Marvin ke rumah Redi dulu Bun." Pamit Marvin pada Bunda nya.
"Iya, Hati-hati Evin." Balas Bunda Lusi.
Marvin menuju garasi, ia ingin memastikan apakah Ica pulang ke desa atau tidak. Soalnya mau menelpon Marvin tidak punya nomor ponsel calon mertuanya itu.
Ia menyetir sendiri mobilnya ke rumah orang tua Redi. Menempuh perjalanan sekitar empat puluh lima menit kalau sedang tidak mengalami kemacetan.
Siang tadi Marvin sudah menelpon Redi untuk menemaninya ke desa orang tua Ica. Redi yang besok hari tidak ada pekerjaan yang mendesak, ia bersedia menemani sahabatnya tersebut.
Marvin sudah sampai di depan rumah orang tua Redi.
Tint Tinnntttt
Suara klakson mobil Marvin. Terlihat pagar terbuka secara otomatis. Marvin segera memarkirkan mobilnya di halaman rumah Redi. Kebetulan Redi sedang duduk di halaman rumahnya.
"Hay.. Red, Saya jadi minta tolong nih." kata Marvin.
"Iya, Vin sudah di tunggu dari tadi. Saya pikir nggak jadi." Kata Redi.
"Hem.. Saya mandi dulu ya Vin. Ayok masuk biar di buatkan teh." Ajak Redi.
Marvin duduk diruang tamu, sedangkan Redi segera berlalu ke kamarnya setelah meminta Bi ina pembantunya membuatkan minum untuk Marvin.
Marvin melihat-lihat photo yang ada di rumah Redi sambil meminum teh hangat. Tiba-tiba ponsel milik Marvin berbunyi. Terlihat nomor tidak di kenal menelponnya.
"Halo.. Dengan siapa?" Tanya Marvin.
"Halo Tuan Marvin yang terhormat. Sebenarnya saya berniat baik ingin mengantar pulang tunangan Tuan. Tapi..." Kata orang di sambungan telpon.
"Tapi apa, ini siapa?!" Kata Marvin.
"Tapi dianya nggak mau pulang, setelah melihat Tuan bermesraan di kafe tadi pagi." Suara orang di ujung telpon.
Deg
Seakan darah Marvin berhenti mengalir dan pandangannya pun berkunang-kunang. Tapi Marvin menguatkan diri. "Bagaimana orang ini mengetahui semuanya dengan rinci? Apakah Ica bersama dengannya? Lalu bagaimana keadaan Ica?" Beribu pertanyaan muncul dalam hatinya.
"Ini siapa? dimana Ica? Anda mau bermain-main dengan saya." Ancam Marvin.
Tanpa menjawab pertanyaan dari Marvin. Sambungan telpon sudah terputus. Tidak sampai satu menit kemudian, ada pesan whatsapp masuk berupa gambar. Gambar tersebut adalah photo Ica yang sedang menonton televisi dengan seorang wanita paruh baya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments