Kotak susu yang dipegang Rai dengan cepat habis karena diminum oleh Rai. Dia menyesap satu kotak susu dalam sekali tenggak.
Melihat kotak susu yang telah kosong, Rai melemparkan kota susu itu ke lubang tempat pembuangan sampah pribadinya.
Menoleh ke samping kiri, Rai menatap anak kucing yang kecil nan imut ini, si kecil ini sedang sibuk meminum susunya.
Ukuran tubuh anak kucing ini sedikit lebih besar dari telapak tangannya, kira-kira seukuran dengan anak kucing berumur dua bulan.
Diperhatikan lagi, kedua mata kucing ini memiliki warna yang berbeda, mata kanan berwarna merah darah, dan mata kiri berwarna violet. Terlihat indah, mungkin ini kucing yang paling bagus yang pernah Rai lihat.
“Sepertinya dia menyukai susu itu.“
Rai memandangi anak kucing tanpa ingin mengganggunya.
Sembari menunggu anak kucing itu selesai menjilati air susu, Rai memasukkan kembali meja lipat ke dalam tas ransel.
'Miaw~'
Suara tangisan kecil anak kucing terdengar, seolah memanggil Rai.
Mendengar ini, Rai menoleh, melihat ke arah anak kucing.
“Apa kamu sudah selesai meminumnya? Atau ingin tambah lagi?“ tanya Rai dengan tatapan lembutnya.
'Miaw ….' Anak kucing itu menggelengkan kepalanya, isyarat tidak mau.
“Oke,” ucap Rai sambil mengelus kepala anak kucing dengan penuh kelembutan. Kali ini anak kucing itu tidak lagi marah saat ingin disentuh. Alih-alih marah dia malah mendengkur nyaman.
“Aku akan pergi sekarang, jaga dirimu baik-baik, teman kecil,” ujar Rai berpamitan kepada anak kucing ini.
Kenapa Rai tidak membawanya pergi, itu karena dia belum berniat untuk memeliharanya, dia takut ibu dari anak kucing ini datang, dia akan merasa bersalah jika membawa perginya.
Setelah mengatakan itu, Rai menyimpan mangkuk kecil yang telah bersih dari air susu ke dalam ranselnya. Dia tidak ingin meninggalkan jejak. Lalu dia berdiri dan bersiap untuk pergi.
“Selamat tinggal, teman kecil~”
Berpamitan kepada anak kucing, Rai melambaikan tangannya dengan wajahnya yang tersenyum tampak tulus.
Melangkah ke depan dan meninggalkan ruangan kamar tanpa melihat ke belakang.
Anak kucing itu hanya menatap Rai yang menghilang meninggalkan tempat ini, dengan tatapan matanya yang besar dan bulat.
'Miaw?'
Pada mata anak kucing itu terdapat keengganan yang dapat dilihat jelas.
Melihat ke bawah, dia bergerak turun ke lantai yang basah, anak kucing itu meloncat dan berlari mengikuti jejak kaki Rai.
Sementara itu, Rai sedang berjalan mengitari sisi lubang untuk pergi ke bagian hotel di seberangnya. Ia tidak tahu bahwa anak kucing itu mengikutinya dari belakang.
“Basah sekali tempat ini, tanah banyak digenangi air dan berubah menjadi seperti lumpur. Untungnya sepatuku anti-noda.“ Rai mengeluh sambil berjalan menghindari lantai bertanah yang basah.
Suara langkah kaki Rai terdengar ketika menginjak lantai yang berair, cukup mengganggu.
Gedung ini sangat nampak sulit untuk dieksplorasi, jikalau dijelajahi akan kecil peluangnya untuk menemukan informasi.
Rai cukup skeptis dan pesimis terhadap gedung ini. Karena itu Rai hanya ingin lewat saja dan langsung menuju ke bangunan berikutnya.
Berjalan di lorong yang lembab dan penuh tumbuhan di sisi kanan dan kirinya, Rai melihat jendela yang telah pecah di ujung lorong. Dari jendela itu Rai dapat melihat bangunan bertingkat.
Segera Rai berhenti berjalan, jarak jendela dengannya masih cukup jauh, lorong lurus ini bisa menjadi landasan pacu untuk dia berlari dan melompat.
Sambil menatap jendela, Rai mulai berancang-ancang melakukan gerakan untuk membuat tubuhnya tidak kaku dan tubuhnya siap untuk melakukan sebuah aksi.
Dengan tatapan mata yang tajam, Rai mengambil posisi untuk memulai berlari, dan mulai menghitung mundur waktu di dalam hatinya.
'Tiga ….'
'Dua ….'
Kaki Rai digoyangkan untuk merelaksasi ototnya. Rai sangat siap untuk berakselerasi dengan cepat, dan dia menyebutkan angka terakhir di hatinya.
'Sa ….'
'Miaw~'
Sebuah suara kecil seperti anak kucing memotong hitungan mundur Rai di saat terakhir.
Tubuh Rai tersentak, lalu segera menoleh melihat ke arah belakang.
Seekor anak kucing berwarna hitam yang ditemuinya tadi, tiba-tiba saja muncul di sini.
Wajah Rai nampak bingung, dia tidak berharap anak kucing ini mengikutinya sampai sini.
Terlebih lagi dia bingung dan merasa aneh, karena dia tidak menyadari sama sekali keberadaan anak kucing ini.
Semestinya Rai bisa merasakan makhluk hidup yang ada di jarak tertentu darinya. Kemampuan ini dia temui setelah sekian banyak ia bertarung melawan Huuzer Crawler, secara tidak sengaja kemampuan itu muncul dengan sendirinya.
Kejadian ini merupakan hal aneh bagi Rai.
Membalikkan badannya, Rai perlahan menghampiri, berjongkok di depan anak kucing, lalu dia berkata, “Kenapa kau mengikutiku?“
Mata Rai menatap kedua bola mata indah dan cantik itu.
'Miaw!' Anak kucing itu merespon pertanyaan Rai.
Sayangnya Rai tidak tahu arti suara itu.
“Ke mana orang tuamu? Apakah kamu tidak kembali kepada mereka? Di sini sangat berbahaya, sebaiknya kau pergi dan berlindung bersama orang tuamu.“ Rai bertanya beberapa pertanyaan dalam satu kali nafas dan memberi saran kepada anak kucing itu.
Tampak aneh, seseorang berbicara dengan anak kucing yang secara logika tidak akan bisa memunculkan percakapan dua arah yang berhubungan. Dua bahasa yang berbeda dan ras yang sangat berbeda.
'Miaw ….'
Mendadak kucing itu terlihat sayu, seolah sedang sedih akan sesuatu.
Rai terheran dengan perilaku anak kucing ini, mirip sekali dengan manusia.
Melihat wajah anak kucing yang lucu ini berubah menjadi sedih dan lesu, Rai peka dengan perasaan yang dirasakan anak kucing.
“Apa kau sendiri di sini?“ tanya Rai untuk memastikan dugaannya benar.
'Miaw!' Respon anak kucing kali ini berbeda, dia mendongak dan kembali menatap Rai dengan matanya yang mengungkapkan rasa kesedihan.
Perasaan kasihan muncul di hati Rai, tanpa sadar dia mengulurkan tangan kanannya untuk membelai kepala kecilnya.
“Pasti kamu merasa kesepian, kan?“ Rai tersenyum saat bertanya, lalu melanjutkan, “Tenang, kamu tidak sendirian lagi sekarang.“
Perlahan Rai mengangkat tubuh anak kucing itu, dan meletakkan di bahu kanannya.
“Kita ini sebenarnya sama. Kita bernasib hidup tanpa kedua orang tua dan satu pun orang yang peduli ….“
Senjatanya dia pegang di tangan kanan, dan Rai mengusap lembut kepala anak kucing ini dengan tangan kirinya.
“ Tapi … sekarang kita telah bertemu. Jangan sedih lagi, teman kecil.“ Rai berkata dengan nada yang lembut dan senyum yang tulus.
'Miaw~' Anak kucing itu membalas dengan suara yang lucu.
“Sekarang, kita akan mulai bertualang bersama. Apakah kamu siap?“ tanya Rai sambil sedikit menoleh ke kanan.
'Miaw …!' Anak kucing itu mengeong penuh semangat dengan kedua matanya yang terlihat membara, seakan dia sangat antusias dengan petualangannya.
“Ayo kita berangkat!“
'Miaw!'
Keduanya berseru hampir bersamaan terdengar penuh semangat.
“Kencangkan cakaranmu, teman. Aku akan mulai berlari sekarang.“ Rai memperingati anak kucing untuk berpegangan pada kain hoodienya.
Sebuah tusukan kecil menyentuh kulit Rai, dan dia langsung merasakannya. Sepertinya itu cakar kecil milik anak kucing.
Detik berikutnya…
Rai berlari cepat, dan dalam beberapa nafas, dia sampai di ujung lorong dan meloncat.
Seluruh tubuh Rai mengudara selama beberapa detik dan dia memecahkan kaca jendela sebelum mendarat di sebuah ruangan di gedung ini.
“Apakah kau baik-baik saja, teman?“ Rai mengambil anak kucing itu dan bertanya di depan wajahnya.
'Miaw' Anak kucing itu merespon sambil mengangguk.
“Oke, kita akan menjelajahi gedung ini.“
Rai menyimpan kembali anak kucing itu di bahunya, dan melangkahkan kaki mulai mengeksplorasi ke setiap ruangan di lantai gedung ini.
Tanpa Rai dan Anak kucing itu sadar, hari telah berganti malam, Rai mengaktifkan senternya untuk bisa melihat sekitarnya.
Waktu berjalan begitu cepat, Rai bersama anak kucing sedang duduk di pinggiran atap, lantai paling atas dari sebuah gedung yang telah dijelajahi.
Memandangi langit gelap berhias sinar redup dari bulan, Rai duduk bersantai bersama dengan anak kucing yang meringkuk di paha kakinya. Anak kucing ini juga memandangi langit yang sama dengan Rai.
Hasil penjelajahan tujuh gedung hanya membuahkan satu kertas yang berisikan sesuatu informasi. Tidak buruk, setidaknya masih ada sesuatu yang diperoleh.
Selembar kertas itu memberi dia informasi mengenai peristiwa yang melanda Kota Lhee pada suatu waktu.
Sebenarnya tidak terlalu penting, tapi tidak apa-apa, adanya kertas-kertas ini menunjukkan bahwa tempat yang dia tinggali ini benar-benar Kota Lhee Pusat.
“Aneh … tiga gedung terakhir yang sudah aku jelajahi tidak terdapat satu pun monster jelek yang merangkak itu. Ke mana mereka?“ gumam Rai tiba-tiba, setelah terbesit hal tersebut.
Tiga gedung dimulai dari gedung yang tempat bertemu anak kucing hingga dua gedung berikutnya, dia sama sekali tidak menemukan satu monster Huuzer Crawler di sana.
Tidak biasanya. Normalnya setiap gedung akan ada beberapa Huuzer Crawler yang tinggal.
Dari pengamatan Rai setelah seminggu menjelajahi puluhan gedung.
Tentu saja, ini hal yang aneh bagi Rai.
“Aku memiliki perasaan yang buruk untuk ini,” ucap Rai dengan wajahnya yang nampak khawatir.
Kemungkinan besar ini adalah pertanda buruk.
Rai memikirkan segala sebab dan alasan dari tidak adanya satu Huuzer Crawler yang tinggal di tiga gedung bertingkat itu.
Alasan yang masuk akal bagi Rai adalah adanya makhluk yang lebih kuat dari Huuzer Crawler, kemudian makhluk itu membunuhnya.
Alasan ini masih bisa dikaitkan dengan informasi yang telah dia dapatkan.
“Apakah makhluk besar yang di catatan itu yang membunuh mereka?“ Rai bergumam dengan kepala tertunduk dan tangannya yang memegang dagu, terlihat sedang memikirkan hipotesa atas perkiraannya.
“Kalau memang dia. Artinya sekarang aku tidak terlalu jauh dengan keberadaan makhluk itu ….“ Rai diam sesaat, dan dia menggelengkan kepalanya. “Sudahlah, aku memikirkannya nanti. Lebih baik aku makan malam sekarang. Sekaligus makan malam untuk merayakan kedatangan anak kucing ini.“
Rai betah mengelus bulu halus anak kucing ini, ketika dia sedang berpikir dan merenung tadi.
“Hei, teman kecil. Apa kamu lapar sekarang?“ Rai bertanya sambil menatap anak kucing di pangkuannya.
Mendengar suara Rai, anak kucing itu membalikkan badannya dan memperlihatkan perutnya, lalu mengangguk sambil menepuk perutnya.
“Hahaha oke-oke.“ Rai tertawa melihat tingkah anak kucing ini. “Kamu bangun dulu dari pahaku. Aku ingin mendirikan tenda untuk kita istirahat berdua.“
Setelah Rai mengatakan kalimat itu, anak kucing itu bangkit dan melompat ke sisi pinggiran atap.
Rai bangun dari duduk, berjalan ke tengah atap lantai, dan mulai menyiapkan tempat untuk tidur untuk dia sendiri seperti biasanya.
Namun, malam ini berbeda, karena ada seekor anak kucing yang mulai malam ini akan ikut tidur bersamanya di dalam tenda kemah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
~Kepala Kampung~
nih Thor kopi moga bisa crazy up
2022-10-29
0
~Kepala Kampung~
temen baru hahaha
2022-10-29
0