Mimpi yang belum pernah dia alami selama dia tidur di hidupnya, mimpi itu baru muncul dan dia alami tadi malam. Salah satu potongan adegan dalam mimpi itu membuat dirinya terharu dan teringat di dalam pikirannya, yaitu saat dia berbicara dan menunjukkan kehebatan yang dia punya kepada orang tua dan yang paling membuatnya terkesan adalah saat dirinya dipuji oleh mereka berdua.
Sebagai seorang anak, pasti mereka memimpikan hal itu terjadi di kehidupannya, dipuji dan dibanggakan oleh orang tuanya karena prestasinya yang dia raih dengan susah payah.
Meski hanya di dalam mimpi, dia dapat merasakan sedikit kehangatan dari sebuah keluarga dan Orang tua.
Selama dirinya hidup hingga saat ini, dia belum pernah merasakan hal itu.
Dari kecil dia diurus oleh salah satu Lembaga Panti Asuhan di Daerah Jakarta. Pemuda ini adalah seorang yatim piatu yang tidak memiliki seorang ayah maupun seorang ibu.
Saat kecil dia selalu dibully karena fisiknya yang lemah dan mudah sakit. Dianggap oleh orang-orang di sana sebagai orang yang sangat merepotkan dan membebankan. Bahkan walinya tampak capek dan lelah untuk mengurusnya yang seringkali sakit.
Padahal dia sakit bukan karena keinginannya sendiri, melainkan datang dengan sendirinya. Semakin lama dirinya tinggal, orang-orang di sana benar-benar tidak memedulikan dirinya. Bahkan saat dia sakit para pengurus dan walinya seperti tidak ikhlas saat mengobatinya. Tidak hanya itu semua teman-teman di sana juga sangat sering menghina dan mengucilkan dia.
Pandangan mereka terhadap dirinya sangat-sangat buruk, dan itu membuatnya sakit hati dan ingatan itu tertanam di kepalanya hingga dewasa.
Bertahun-tahun dia tumbuh di Panti Asuhan dengan perlakuan yang tidak adil, akhirnya dia berhasil keluar dari tempat yang suram itu setelah ia lulus Sekolah Menengah Pertama.
Atas izin pengurus Panti Asuhan dia akhirnya diperbolehkan keluar dari tempat itu dan dibiarkan hidup sendiri.
Pengalaman masa kecilnya, membuat dirinya tahu bahwa ada Panti Asuhan seperti itu. Lagipula jika dilihat dari tempatnya sepertinya Panti Asuhan ini agak bermasalah.
Di umur 15 tahun, tubuhnya telah bertumbuh menjadi lebih kuat, tidak selemah waktu dirinya masih kecil.
Setelah keluar dari Panti Asuhan, dia beruntung mendapatkan sebuah pekerjaan di salah satu warung makan di Jakarta Barat. Dia tidak melanjutkan jenjang pendidikannya, dan memilih untuk bekerja agar bisa menghidupi dirinya sendiri.
Pada dasarnya tubuhnya memang lemah dan tidak kuat sebagai seorang pekerja. Pada akhirnya dia mengundurkan diri dan berhenti bekerja di umurnya 19 tahun.
Pandangan cuek dan acuh tak acuh dari pemilik Warung Makan itu ketika dia mengundurkan diri teringat jelas di benaknya, seolah membekas di ingatannya.
Di sana, dia bekerja selalu disertai dengan hinaan dan cibiran halus dari rekan-rekannya. Terkadang dia mendengar jelas percakapan mereka yang isinya hanya menjelekkan dirinya. Mereka menghina mencaci maki di belakang, saat dirinya sibuk bekerja melayani pelanggan.
Sejujurnya, dia tidak mengerti penyebab dan alasan orang-orang bersikap seperti itu terhadapnya. Padahal dia tidak pernah sekali pun menyakiti seseorang, secara logika orang yang fisiknya lemah seperti dirinya tidak mampu menyakiti seseorang yang lebih kuat darinya
Di kehidupan sehari-harinya dia selalu bersikap baik kepada sesama, dia tidak membebani orang. Tempat tinggal pun dia Indekos atau sewa kos di sebuah kosan di dekat tempat dia bekerja, dan tidak menumpang tanpa membayar. Untungnya pemilik kosan menerima dia di sana, walaupun dirinya masih di bawah umur.
Tentu, dia membayar uang kos menggunakan sebagian dari hasil dirinya bekerja yaitu gajinya. Dapat dikatakan bahwa dia hidup serba dicukupkan, bukan berkecukupan. Jika tidak seperti itu, dia pasti kekurangan di setiap bulan.
Pemuda ini sangat berperilaku baik, ia berbicara sangat sopan dan ramah kepada semua orang, bahkan kepada orang yang sangat membenci kepada dirinya sekalipun.
Tetapi, anehnya dia selalu direndahkan, dihina, diremehkan, dikucilkan, dibenci oleh orang-orang. Sampai sekarang, dia tidak pernah mengerti kenapa hidupnya seperti ini.
Dan datangnya mimpi semalam yang berkesan itu, membuat hidupnya terasa sedikit lebih baik. Setidaknya dia merasakan betapa baik dan indahnya dunia.
Pikirannya selalu mengingat adegan di dalam mimpinya itu, seperti terus di ulang di benaknya. Mungkin dirinya memang sudah saatnya membutuhkan kasih sayang dari seseorang.
Puk ... Puk ...
Tetesan air jatuh di atas selimutnya, membuat suara tumpul dari benda yang empuk, dan suara itu membuat pemuda tersadar.
“Kenapa aku tiba-tiba menangis?“
Pemuda itu berkata sambil mengusap matanya. Tanpa disadari olehnya, dia tiba-tiba meneteskan air mata saat mengingat lagi mimpi yang baru saja dia alami.
“Orang tua … mungkin suatu saat aku membutuhkan sosok itu.“
Tok! Tok! Tok!
Seseorang mengetuk pintu kosannya sangat keras, seolah orang itu tidak sabar untuk cepat dibukakan pintunya untuknya.
Wajah Pemuda itu langsung berubah, dia kesal oleh ketukan yang kasar ini.
Pagi-pagi buta seperti ini ada saja orang yang mengganggunya.
Tok-Tok-Tok!!!
“Tunggu sebentar! Aku akan membukakan pintu!“
Pemuda itu menjadi tidak senang hati akibat perilaku orang yang mengetuk keras pintunya ini.
Menyingkirkan selimut ditubuhnya, pemuda itu mengambil baju hitam polos yang menggantung di gantungan pakaian, lalu memakainya.
Saat tidur dan beristirahat di malam hari, dia biasanya tidak memakai baju sehelai pun, selalu bertelanjang dada saat tidur pada malam hari.
Melangkah ke depan menuju pintu, mengulurkan tangannya untuk memegang kenop pintu dan membuka pintu dengan ekspresi dongkolnya.
Kreeett …
Pintu kayu yang sudah rapuh itu mengeluarkan suara, pintu itu langsung terbuka dan memperlihatkan seorang pelaku yang mengetuk pintu kosan pemuda itu dengan tidak sabaran.
“Ada ap ….“
Kalimat dari pemuda tiba-tiba terhenti, dia tercengang, dan tubuhnya mematung tidak bergerak ketika melihat sosok yang menggedor pintunya.
Di depannya terdapat seorang wanita tua bertubuh cukup besar karena lemak yang menggumpal di tubuhnya.
Wanita berbadan besar yang cemberut ini memiliki aura yang menyeramkan dan dingin di sekujur tubuhnya. Wanita ini adalah Ibu Tari, pemilik kosan yang pemuda itu tempati.
“Sampai kapan kamu ingin menunggak?“ Nada Ibu Tari terdengar seram dengan wajahnya yang datar dan dingin saat melihatnya.
Pemuda ini langsung terlihat bingung, dia berusaha berpikir untuk mencari jawaban yang tepat untuk pertanyaan yang dilontarkan oleh pemilik rumah.
“Ini sudah hampir satu bulan kamu menunggak!Kapan kamu ingin membayar sewa untuk satu bulan sekarang?!“
Wajah Ibu Tari menjadi galak, dia sengaja meninggikan suaranya agar pemuda ini takut dan akan membayar sewa kosannya.
“Anu itu ....”
Pemuda ini ragu-ragu untuk berbicara, lebih tepatnya dia tidak tahu harus menjawab apa.
“Anu apa? Bilang saja kamu tidak bisa membayar uang sewa! Jika kamu tidak bisa membayar sekarang .… Segera bereskan barang-barangmu dan keluar dari sini!“ Perkataan ini keluar dari mulut pemilik rumah, suaranya sangat kasar dan kencang hingga terdengar sampai kamar kosan di sampingnya.
Bangunan kosan ini adalah sebuah rumah yang tidak kecil dan tidak besar berbentuk kotak yang sedikit memanjang di satu sisi. Dalamnya ada total enam buah ruangan, yaitu empat buah kamar yang kecil memiliki ukuran 3x4, dan dua ruangan yang tersisa adalah ruang dapur dan kamar mandi.
Wanita gemuk itu berkata dengan lantang dengan memasang wajahnya yang garang. Meletakkannya tangan kirinya di pinggang dan tangan kirinya menunjuk keluar rumah sambil melototi pemuda ini, terlihat sedang mengancam.
Pupil mata pemuda itu menyusut, tubuhnya mematung dengan ekspresinya yang terkejut. Dia benar-benar tidak percaya pemilik rumah berbicara seperti ini kepadanya.
Dia kira pemilik rumah ini sangat baik kepadanya, ternyata… perkiraannya itu salah. Selama lima tahun lamanya dia hidup di tempat yang kecil ini, dia selalu mendapatkan perlakuan layaknya orang biasa yang menyewa di sini oleh pemilik rumah, bisa dibilang dia tidak dianggap sebagai orang yang merepotkan, tapi diperlakukan sama dengan orang lain.
Tidak ada sikap dari pemilik rumah yang kurang mengenakkan seperti membedakan dirinya dengan penyewa lain atau pun mencibir kepadanya, dan sebagainya yang menyakiti hatinya.
Tapi, sekarang hanya karena masalah dia belum membayar uang sewa satu bulan ini, dia langsung mendapatkan pengusiran yang kasar dari pemilik rumah.
Sejujurnya pemuda ini sudah terlalu nyaman dengan kosan yang dia tempati ini. Oleh karena itu, dia sangat enggan dan bahkan tidak mau jika dia dipaksa meninggalkan kakinya dari sini.
Setelah beberapa detik berpikir, dia memutuskan untuk meminta waktu kepada pemilik kosan. Hanya itu yang bisa dia lakukan sekarang.
“Tolong beri saya waktu .…”
“…Beri saya waktu tiga hari lagi. Saya pastikan … saya membayar uang sewa, Bu!“
Pemuda itu memohon dengan penuh kecemasan dan kekhawatiran di wajahnya, berkata sambil sedikit membungkukkan tubuhnya.
Jika dia tidak memohon seperti ini, kemungkinan besar dia tidak akan memiliki kesempatan untuk bisa hidup di tempat ini lagi.
Ibu Tari merasa kasihan saat melihat pemuda yang memohon seperti ini di depannya, hati nuraninya tergerak untuk memberi pemuda ini waktu lagi agar bisa membayar uang sewa kosannya.
“Baiklah. Aku memberimu waktu sampai satu minggu. Apabila kamu masih tidak bisa membayarnya sampai jatuh tempo habis …. Mau tidak mau kamu harus pergi dari sini.“
Ibu Tari mengubah ekspresinya, dia berkata dengan sedikit keramahan di dalam nada bicaranya, tidak seperti sebelumnya yang terlihat sedang marah besar.
“Terima kasih! Terima kasih!“ Pemuda itu menundukkan tubuhnya berulang kali sambil menangkupkan tangannya. “Saya usahakan bisa membayar uang sewanya. Terima kasih sebelumnya, Bu!“
“Aku akan kembali tiga hari kemudian .… Jangan lupa untuk siapkan uang sewa pada hari itu.“
Setelah mengucapkan pengingat itu, Ibu Tari berbalik dan pergi meninggalkan kosan tanpa ingin mendengar jawaban pemuda itu.
Melihat punggung lebar dan besar pemilik kosan yang semakin menghilang, pemuda itu segera menutup pintunya.
“Haa~. Hari yang beruntung. Ibu Tari memberi waktu sekali lagi untuk aku bisa membayar uang kosan.“ Pemuda itu bersandar di belakang pintu sambil menghela napas berat, dan meratapi ruangannya yang berantakan akan barang-barang.
“Sepertinya aku harus membersihkan tubuhku dan kamarku terlebih dahulu, lalu melanjutkan untuk mengerjakan pekerjaan yang masih belum selesai ....“ Pemuda itu berkata lemah, kemudian dia melangkahkan kaki untuk mengambil peralatan mandi, dan keluar dari kosannya untuk pergi menuju kamar mandi yang ada di luar ruangan.
Sesampainya di sana, pemuda itu menggantungkan handuk di gantungan yang ada di balik pintu kamar mandi, lalu mengaitkan keranjang kecil yang berisikan peralatan mandi di salah satu paku yang menempel di dinding.
Pemuda itu berjalan menuju depan cermin yang tergantung di dinding, berhenti dan berdiri tepat di depan cermin.
“Haa .… Sedari kecil hidupmu selalu sulit, Rai. Syukuri hari ini karena kamu masih bisa hidup di tempat yang nyaman ini.“ Pemuda itu berkata pada dirinya sendiri sambil menatapi sosoknya di dalam refleksi cermin.
Nama pemuda ini adalah Rai Caelan. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, dia adalah seorang pemuda yang hidup sebatang kara, tanpa adanya kerabat atau sanak keluarga. Dia mengandalkan dirinya sendiri untuk hidup, dan tidak bergantung kepada orang lain, kecuali untuk kasus satu ini yang masih belum bisa membayar uang sewa kosannya. Terpaksa dia harus bergantung pada pemilik kosan.
Ada beberapa faktor yang membuatnya tidak bisa membayar uang sewa dengan tepat waktu pada bulan ini. Kalau boleh dikatakan, dia selalu tepat waktu dalam membayar uang sewa bulanan.
Pertama, Rai adalah seorang freelancer sebagai penulis, itu membuatnya tidak mendapatkan penghasilan yang tetap.
Kedua, pelanggannya hilang satu per satu membuat job atau permintaan menjadi sepi dan itu dimulai dari tiga bulan yang lalu, dia tidak tahu kenapa itu bisa terjadi. Dia tetap berpikiran positif bahwa ini memang dirinya sedang mengalami penurunan permintaan klien. Tidak setiap saat orang itu selalu untung dan ramai pembeli, pasti ada fase di mana mereka mengalami sepi akan pelanggan yang membeli, itu adalah resiko pedagang atau yang menawarkan jasa.
Ketiga, uang yang tersisa dari pendapatan yang terakhir dia terima sudah hampir habis, uang itu telah dia gunakan untuk membeli makanan dan membeli kebutuhan sehari-hari. Juga ada satu pengeluaran yang mendadak atau tiba-tiba seminggu yang lalu, itu tidak ada di list pengeluaran bulanannya yaitu membeli bantal baru.
Satu minggu yang lalu dia mendapatkan tamu yang tidak terduga di kosannya, seorang Kakek-kakek tua paruh baya datang ke kosannya dan menawarkan barang dagangannya.
Barang dagangannya adalah bantal dan guling. Kakek itu merupakan penjual bantal dan guling keliling, bukan yang menetap di suatu tempat. Kebetulan juga Rai sedang membutuhkan bantal untuk dia tidur, itu karena bantal yang lama sudah tidak nyaman lagi, terasa keras jika dia gunakan dan itu membuat lehernya sakit setelah bangun tidur.
Dia akhirnya membeli satu bantal berwarna ungu gelap yang menurutnya cukup empuk. Walaupun uang yang tersisa semakin berkurang, tetapi itu tidaklah mengapa, hitung-hitung membantu kakek meski tidak membantu banyak.
Senyuman di wajah kakek yang keriput itu masih ingat di benaknya ketika dia membeli salah satu barang dagangannya. Tanpa disadari, Rai pun ikut merasakan kebahagiaan pada saat itu.
Ternyata menolong orang yang sedang kesusahan dan mendapatkan ucapan terima kasih serta senyuman dari orang yang kita bantu bisa membuat kita menjadi senang.
Ternyata suatu kebahagiaan bisa didapatkan dengan cara yang sesederhana itu.
Tapi … banyak orang yang menganggap dirinya adalah orang yang sangat sial karena tidak pernah merasakan kebahagiaan, nyatanya bukannya dia tidak pernah merasakan kebahagiaan tetapi dirinya yang tidak pernah menerima apa yang telah dia dapatkan.
Sehingga kebahagiaan yang datang, mereka anggap sebagai suatu hal yang biasa. Tanpa mereka sadari hal yang telah mereka dapatkan adalah sebuah kebahagiaan bagi orang yang sedang kesusahan dan kurang beruntung hidupnya.
Berhentilah untuk terus membanding-bandingkan kehidupan kita dengan kehidupan orang yang berada di atas kita atau orang yang lebih beruntung hidupnya daripada kita, karena jika kita terus menerus melihat orang itu, kita akan terus merasakan bahwa hidup kita itu serba kekurangan, dan hal itulah membuat kita tidak dapat merasakan apa itu kebahagiaan.
Sering-seringlah melihat orang yang kurang beruntung hidupnya daripada kehidupan kita. Di saat itulah kita akan merasakan betapa beruntungnya hidup kita dan diri kita. Ingatlah bahwa segala sesuatu yang kita punya merupakan suatu kebahagiaan yang ingin dicapai oleh orang lain.
Kita harus bahagia dengan apa yang kita punya sekarang.
Pemikiran ini dijadikan suatu prinsip bagi Rai sendiri dan itu tidak pernah berubah sampai hari ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Wong kam fung
Keren muncul pesan moral
2022-10-31
0
Rianoir⏳⃟⃝㉉
ayo lanjut kak. sampe bab 2 ini masih prolog, blm masuk cerita😁
jadi penasaran sama dunia lain, settingnya bakal seperti apa😀
2022-10-20
2