Salah Nikah

Salah Nikah

Ayo Main Bersamaku

Dentuman suara musik memekakkan telinga di sebuah ruangan malam itu. Botol minuman yang berada di atas meja, makin bertambah seiring datangnya malam. Lima orang gadis sedang merayakan pesta lajang. Ya, Evangeline akan menikah sebulan lagi dengan pria pujaannya, Ryan Pratama Jaya. Seorang pengusaha yang telah meminangnya semalam.

Karena begitu antusias dengan pernikahannya, dan dia adalah gadis pertama yang akan menikah diantara kelima anggota gengnya itu, maka Eva merayakan dengan pesta.

"Aku mengundang kalian, untuk bersenang-senang ya, minum sepuasnya. Aku bayar! Besok aku tak akan kuatir dengan hidupku! Dia kaya! Aku akan hidup berkelimpahan," racaunya saat mulai hilang kesadaran.

Empat sahabat yaitu Pradita, Amel, Vani dan Vonda tersenyum sinis. Mereka mulai tak suka saat melihat perubahan sifat Evangeline ketika seorang pengusaha yaitu Ryan Pratama Jaya menyukai Eva. Gadis itu menjadi congkak. Lebih-lebih saat Ryan membuatnya seperti putri yang dibelikan macam-macam untuk mempercantik diri.

Eva seperti kehilangan sosok pribadinya yang sederhana. Mungkin dia bosan hidup sederhana, hingga semua harta itu menyilaukan pandangannya. Satu hal yang masih bertahan, dia masih mau berteman dengan para sahabatnya itu.

Namun, apa yang keluar dari mulut Eva, seringkali membuat mereka muak. Sombong, dan penuh gaya. Bahkan saat diajak membeli tas, dia tak mau menyentuh tas yang murah.

"Sudah kamu siapkan kamarnya?" lirik Dita pada Vonda.

"Sudah, lah."

Dengan yakin, Vonda menganggukkan kepalanya. Ketiga lainnya mulai membisikkan sesuatu ke telinga Eva yang sudah menelungkupkan kepalanya di atas meja.

"Eva, calon suami kamu sudah menunggu di dalam kamar. Dia gagah sekali," ujar Amel.

Eva menarik tubuhnya mendengar kata 'calon suami'. Dia memaksakan matanya untuk terbuka lebar.

"Ryan? Mana?" tanya dia mengedarkan pandang. Pandangannya agak buram karena efek wine.

"Ayo, ikut aku!" Dita menarik tangan Eva melingkari lehernya lalu mengajaknya keluar dari ruangan itu dan berjalan memasuki lift.

"Bantu! Berat banget dia ini!" gerutu Dita ke arah Amel dan Vani yang hanya menahan tawa melihat kerepotan Dita.

Mereka berdua kemudian membantu Dita untuk memapah Eva keluar dari lift berjalan ke kamar hotel yang telah disiapkan.

"Ayo, masuk."

Vonda telah menyiapkan segalanya! Dialah otak semua ini dan karena keempatnya sudah muak dengan sikap Eva, mereka pun menyetujui ide Vonda. Mereka merebahkan tubuh Eva di atas ranjang.

"Mana, Ryan?" tanyanya lirih.

"Tunggu sebentar, pangeranmu akan datang," sahut Vonda.

Dia pun keluar dari hotel dan membawa seorang lelaki yang kebetulan lewat untuk dia kelabui dengan dimintai pertolongan.

"Tolong aku, Kak. Ada temanku di dalam yang butuh pertolongan."

Vonda memasang tampang memelas. Lelaki itu sedikit bingung. Saat itu jalanan sepi dan wanita itu memaksanya untuk masuk ke dalam hotel. Apa yang terjadi di dalamnya? Pikiran-pikiran jelek terbersit di kepalanya seketika itu.

"Aku ... tidak bisa," tolaknya cepat.

Vonda menarik napas, tak sabar. Efek obat itu mungkin akan bereaksi sebentar lagi. Dia menawarkan sesuatu yang disukai setiap orang.

"Hey, kamu mau uang?" tawar Vonda melihat lelaki itu. Wajahnya biasa saja. Dia sepertinya seorang karyawan yang telah selesai bekerja. Cocok sekali seperti yang dimaui oleh Vonda agar Eva tak lagi congkak.

Benar saja, dia bukanlah pria kaya. Mendengar kata 'uang', dia mengangguk tanpa berpikir lama. Dengan cepat mengingat ibunya yang sakit di rumah dan butuh banyak uang untuk pengobatan.

"Berapa?" tantang Vonda.

Kedua mata Lelaki itu terbelalak mendengarnya. Bukan diberi tapi malah ditantang jumlahnya. Masa sih gadis ini mau memberiku lima juta rupiah? Baiklah, dia akan mencoba menyebutkan nominal. Jika serius, gadis itu pasti mau, tapi jika main-main, dia akan menolak.

"Lima juta rupiah," ujar Denis mantap.

"Oke. Siapa namamu?" sahut Vonda tanpa menawar. Dia tahu, dia akan mendapatkan berkali lipat dari uang yang disebutkan oleh Lelaki itu jika malam ini berhasil.

"K-kamu benar mau memberiku—"

"Psst! Jawab saja pertanyaanku!" potong Vonda.

"Denis," sahut lelaki itu.

"Ayo, ikut aku Denis. Berikan nomor rekeningmu. Nanti malam atau paling lambat besok pagi akan aku transfer uang itu ke rekeningmu. Sekarang, ayo, kamu harus melakukan apa yang harus kamu lakukan."

Denis yang tak mengerti apapun, mengikuti Vonda masuk ke hotel dengan ijin resepsionis. Mereka memasuki lift. Di dalam lift, Denis menyebutkan nomor rekening yang langsung dicatat oleh Vonda. Sekeluarnya dari lift, mereka berjalan ke sebuah kamar yang dijaga oleh tiga gadis lainnya.

"Apa ini maksudnya?" tanya Denis tak paham. Melihat tiga gadis lagi di sana dengan wajah tak ramah.

"Masuklah. Tugasmu hanya masuk ke dalam kamar itu," tunjuk Vonda ke pintu kamar nomor 201.

"I-ini bukan obat terlarang, kan?" tanya Denis.

"Bukan! Sudah, mau uangnya tidak??" ulang Vonda. "Kalau tak mau, masih banyak lelaki lain yang mau!"

"I-iya, mau!"

Demi ibunya, lelaki itu mengiyakan perintah gadis itu.

"Yang pasti kamu ingat, desakan apapun, jangan kamu bilang siapa-siapa tentang ini semua kalo masih mau uangnya."

Denis mengangguk cepat lalu membuka pintu dan masuk ke dalam dengan penasaran. Kedua matanya nanap, terpana melihat seorang gadis di atas ranjang yang menggeliat kepanasan.

"Sayang ... ayo!"

Kedua mata Denis terbelalak, jakunnya naik turun karena menelan saliva saat melihat gadis yang hanya memakai tank-top dengan cardigan terbuka dan celana pendek itu duduk lalu menatapnya dengan tatapan penuh hasrat.

Denis mundur selangkah, lalu meraih knop pintu. Ingin membuka pintu, tapi godaan di depannya lebih menawan daripada membuka pintu. Gadis itu terus saja melepaskan satu per satu pakaiannya di hadapan Denis. Bahkan robek bagian belakang saat menarik cardigan yang rasanya susah dilepas saat mabuk. Makin kering tenggorokannya melihat tubuh mulus bak pahatan patung yang putih dan elok.

Wajah gadis itupun cantik dengan rambut gelombangnya yang tergerai. Acak tapi mempesona. Denis menyadari bahwa dia jatuh cinta pada pandangan pertama pada gadis yang sekarang mendatanginya. Entah kenapa, tangan Denis tak jadi membuka pintu.

Dia menurut saja saat gadis itu melingkari tengkuknya dan menariknya ke tubuh tanpa busana itu.

"Ayo, main bersamaku, Ryan."

Denis agak bingung. "Aku bukan Ryan, aku Den—"

Sebuah kecupan mendarat di bibir Denis, menghentikan perkenalan dirinya. Kecupan yang semakin dalam dan menuntut.

Hingga akhirnya tanpa sadar, Denis pun telah menanggalkan pakaiannya. Mengikuti alur yang dibuat oleh gadis itu. Malam itu, mereka melakukan hal yang menyenangkan. Denis sungguh tak percaya. Dibayar dan melakukan hal yang nikmat dan belum pernah dia rasakan sebelumnya.

Sulit sekali menembus milik gadis itu. Denis sempat berpikir apakah karena dia memang belum berpengalaman atau apa. Ah, belum selesai berpikir, gadis itu mengejarnya untuk menembus bagian intimnya.

Agak terhenyak Denis melihat noda darah di atas sprei. Gadis itu masih perawan! Namun, permainannya semahir seorang wanita malam.

Sementara itu di ruangan sebelah, para gadis merekam adegan panas yang dilakukan oleh kedua orang itu.

"Voila! Kita berhasil," ujar Vonda senang.

Selangkah lagi menuju kemenangan. Vonda mulai mengambil ponselnya, lalu mengetikkan nominal uang dan mengirimkan pada lelaki itu.

Terpopuler

Comments

Crazy writer

Crazy writer

jahara teman-temannya

2023-01-08

0

☠🦃⃝⃡ℱTyaSetya✏️𝕵𝖕𝖌🌈༂နզ

☠🦃⃝⃡ℱTyaSetya✏️𝕵𝖕𝖌🌈༂နզ

Ikutan mampir ya kak Nita, semangat berkarya 👍👍👍

Awal yang bikin panas dingin 🏃🏃

2022-10-28

2

Machan

Machan

waaaah, baru awal dah dijebak aja.

2022-10-27

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!