Pagi Yang Tidak Disangka

Ryan terbelalak saat Vonda selesai mengatakan tentang Eva.

 

“Apa? Apa yang kamu katakan? Eva hamil?” tanya Ryan, tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Vonda.

 

Vonda memasang wajah polosnya, seolah dia tidak tahu bahwa Ryan tidak mengetahui tentang kehamilan Eva. Padahal, sesuai tebakannya, janin yang ada di perut Eva bukanlah anak Ryan melainkan pria yang tidur bersama Eva di hotel itu.

 

“Lho, bukannya Eva hamil denganmu, Ryan?” tanya Vonda.

 

Ryan memijat pangkal hidungnya. Rasanya sangat pusing dan dia segera ingin menghubungi Eva, padahal dia baru saja menutup teleponnya.

 

“Tidak, aku selalu menjaganya,” ucap Ryan, masih meraup wajahnya. Rasanya campur aduk tak karuan dengan berita itu. Tangannya sudah bergetar dan keringat dingin mengucur dari dahinya. Namun, masih tampak tak ada emosi dari wajahnya di hadapan Vonda.

 

“Jangan kamu hubungi sekarang, lebih baik kamu cari tahu dulu, Ryan. Maaf, bukan aku ingin mengacau, tapi Eva bilang kalo dia hamil denganmu dan kamu ingin agar dia menggugurkan kandungannya.” 

 

Vonda mengusap lengan Ryan. Pria itu tidak sadar tiba-tiba Vonda sudah berada di sampingnya dan mengelus lengannya. Ryan mengangguk, dengan pikiran kacau, dia berterima kasih pada Vonda karena telah memberitahukannya sesuatu yang sangat mengagetkan. Ryan menepis halus tangan Vonda. Dia hanya tersenyum tipis, menutupi luka yang baru saja menyayat.

 

“Makasih, kurasa ini cukup. Lebih baik sekarang kita pulang.”

 

Ryan berdiri dan langsung beranjak untuk meninggalkan Vonda yang tersenyum menyeringai karena melihat pria itu terluka. Dia mengambil gelas jusnya lalu menyeruput isinya hingga habis sembari menatap kepergian lelaki tampan yang sebentar lagi dia kira akan menggagalkan pernikahannya itu.

 

“Sungguh menyenangkan sekali drama ini,” gumamnya seraya melebarkan senyuman.

 

***

Eva tak mengerti saat panggilan teleponnya ditolak oleh Ryan. Dia menghela napas karena rasanya sangat ingin menghubungi Ryan yang berjanji untuk segera menelepon, tapi hingga malam ini pria itu tidak pernah menghubunginya. Eva merasa pusing karenanya. Entah berapa jam dia tidak bisa memejamkan mata malam itu. Semua nomor Ryan tidak dapat dia hubungi.

 

“Ryan, kamu di mana sih?” keluh Eva.

 

Dia melemparkan ponsel ke samping, merasa bahwa sudah tidak mungkin lagi lelaki itu akan menghubunginya. Jam menunjukkan pukul dua pagi dan tidak ada tanda-tanda ponselnya akan berbunyi. Eva menjadi curiga pada Ryan, padahal mereka sudah akan menikah, tapi entah kenapa perasaannya tidak enak.

 

“Ya Tuhan, inikah ujian di saat menjelang pernikahan? Jangan-jangan Ryan akan... ah, kenapa aku berpikiran seperti itu?”

 

Saat ingin mengenyahkan pikiran buruknya tentang Ryan, Eva kembali teringat dengan perutnya. Dia tambah merasa cemas akan hal itu. Eva meraih ponselnya kembali dan menghubungi Vonda. Namun, kembali dia harus merasakan kecewa karena Vonda tidak mengangkat panggilannya.

 

“Bodoh benar aku ini. Vonda pasti sedang kerja,” gumamnya, berdecak.

 

Eva mengacak rambut panjangnya. Tidak sabar rasanya ingin mendengar dari Vonda di mana dia bisa menggugurkan kandungan. Eva menguap lebar kala kantuk pada akhirnya menerpa juga. Dia pun terpejam dan tidur.

 

Beberapa jam kemudian, Eva membuka mata. Dia tidak tahu jam berapa saat itu. Dia rasa, dia telah tidur selama  tiga jam lamanya. Dan suara ribut di depan rumah mampu menggugah Eva untuk terduduk mendengarkan suara ribut itu. Dia terperanjat saat mendengar samar-samar suara di depan.

 

Eva segera turun dari tempat tidur dan membuka pintu. Segera dia berjalan cepat keluar. Dia sangat kaget melihat Ryan bersama dengan kedua orang tuanya telah berdiri di depan pintu berhadapan dengan kedua orang tua Eva yang menunduk malu. Eva tidak melihat sedikitpun sikap ramah dari keluarga Ryan. Dia menelan salivanya melihat suasana itu. Perasaannya tidak enak. Dia tidak ingin mendekat, tapi rasa penasaran membuat kedua kakinya malah mendekati pintu utama rumahnya.

 

“S-Silakan masuk,” ajak Rahma yang tersadar karena memang sedari tadi hanya bisa mematung sebab kaget dengan kedatangan keluarga Ryan yang mendadak.

Orang tua Ryan pun saling berpandangan lalu mengangguk dan mulai berjalan memasuki ruangan berukuran empat kali empat meter persegi itu. Ryan bergeming, tapi ibunya segera menarik tangannya agar mau masuk.

 

“Ryan,” panggil Eva lirih dan mencoba tersenyum, tapi raut wajahnya kembali berubah saat sang pujaan hati tidak merespon senyumannya.

 

Sementara itu, Pramono berkali mengusap wajah, seolah merasakan pertanda buruk akan kedatangan keluarga Ryan. Dia sendiri sedang dirundung pikiran tentang anak perempuannya dan mencoba mencari solusi, tapi ternyata kedatangan keluarga Ryan lebih cepat dari pemikirannya.

 

“Saya buatkan minum—“

 

“Tidak usah, Bu. Tidak perlu repot-repot. Kami hanya sebentar.”

 

Ucapan itu membuat Rahma kembali duduk dengan hati yang campur aduk. Keluarga yang sudah kelihatan terpandang dengan kedatangan mereka menggunakan mobil mewah yang sekarang terparkir di depan rumah itu saja sudah membuatnya keder, apalagi sikap tegas ibunda Ryan yang membuatnya menurut seperti kerbau dicocok hidungnya hanya karena sebuah kalimat saja. Terlebih lagi, dia melihat Eva yang tidak juga melepaskan pandangan dari wajah Ryan, pria yang memang sangat tampan itu.

 

Eva sendiri merasa takut dengan kedatangan keluarga Ryan yang tiba-tiba di pagi itu. Apalagi, sikap Ryan yang sangat dingin, membuatnya bertanya-tanya dan menyimpan ketakutan yang teramat sangat. Dia mulai meraba maksud kedatangan pria itu dengan kedua orang tuanya.

 

“Kami datang kemari hanya ingin menyampaikan sesuatu,” ujar Marina mendahului percakapan. Tampak suaminya, Atmadjaya sedang duduk di samping dan terlihat tidak berminat dengan pembicaraan ini.

 

“Iya, Nyonya,” sahut Rahma yang juga melihat suaminya sedang duduk dengan depresi.

 

“Langsung saja, kami ingin meminta maaf atas kedatangan kami yang mendadak ini. Pak, Bu, kita tahu bahwa jodoh, kelahiran dan kematian adalah rahasia Tuhan. Ikatan yang telah rekat saja bisa putus, apalagi akan menikah.”

 

Ucapan Marina membuat sekujur tubuh Eva mendadak mengucurkan keringat dingin. Tangannya bergetar. Namun, dia masih menahan diri agar kuat mendengar ucapan selanjutnya. Rahma, yang walau kecewa dengannya, tapi masih memegang tangan Eva yang dingin untuk menenangkannya.

 

“Kami ingin menggagalkan pernikahan ini,” ucap Marina membuat Eva berteriak tak percaya.

 

“Tidaaaak! Ryan! Kenapa ini? Ada apa dengan ini semua??” raung Eva melepaskan tangan Rahma dan berlari ke arah Ryan yang menunduk dengan kedua mata memerah menahan amarah dan emosi yang telah meradang itu.

 

Eva menggoyangkan tangan Ryan dengan sesenggukan. Rahma mencoba membujuknya untuk bangun dan tidak lagi memegangi tangan Ryan, tapi tidak berhasil.

 

“Eva, hargailah keputusanku. Aku sudah tahu apa yang terjadi padamu. Anak siapa di dalam kandunganmu itu? Selama ini, aku belum pernah melakukan hal kotor padamu sebelum menikah. Namun, kamu mengkhianatiku,” ucap Ryan masih tidak mau memandang wajah Eva, terasa perih dalam hatinya mengatakan hal itu, tapi harus walau berat.

 

“Tidak! Tidak! Bohong! Aku tidak hamil!” jerit Eva, yang masih terduduk bersimpuh di atas keramik ruang tamu, demi mempertahankan cintanya.

 

“Aku bawa test pack. Kita bisa membuktikannya sekarang,” tantang Ryan.

 

Eva tidak dapat menyanggupi tantangan Ryan. Dia hanya menggelengkan kepala. Ryan meminta maaf pada kedua orang tua Eva setelah Eva tidak sanggup. Rahma dan Pramono tidak dapat berbuat apa-apa karena itu adalah hak Ryan untuk membuat keputusan karena kesalahan anaknya. Atmadjaya dan Marina pun menyalami kedua orang tua Eva, meminta maaf atas segala yang mereka putuskan, lalu beranjak pergi saat itu juga.Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Rahma selain ikut menangisi kejadian itu. Sedangkan Pramono hanya bisa membisu, tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun karena malu.

 

“Tidaaak! Ryan jangan batalkan pernikahan kita!” raung Eva melihat kekasihnya pergi meninggalkannya.

 

“Sudah, Eva, relakan dia pergi. Ini salahmu,” ucap Pramono yang tidak tahan melihat anaknya meraung.

 

Seketika pandangan Eva gelap dan Rahma meneriakkan nama anaknya yang ambruk di lantai rumah mereka.

Terpopuler

Comments

safa safa

safa safa

kasihan sekali si Ryan

2023-01-03

0

lovely

lovely

harusnya Eva jangan di buat bodoh

2022-12-25

0

Machan

Machan

ingin ku teriak, ingin ku menangis.

🥺🤧 sedihnya jadi eva

2022-11-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!