Eva berjalan dengan high heelsnya dengan susah payah. Padahal biasanya dia nampak santai. Namun kali ini daerah kewanitaannya terasa agak perih.
"Sial, bisa-bisanya aku menyerahkan kehormatanku pada lelaki yang tidak aku mengerti asal-usulnya! Nggak ada yang menarik pula dari tampangnya itu!" omel Eva berjalan ke pinggir jalan mencari taksi.
Sebuah taksi berhenti di depannya. Eva menaiki taksi itu dengan pandangan aneh sang sopir. Namun Eva tak perduli. Banyak pria memandangnya seperti itu.
Tujuannya sekarang hanya satu, kembali ke tempat kostnya. Rasa kantuk menyerang kedua mata, tapi dia harus tetap waspada. Banyak sekali korban kejahatan karena ketidakwaspadaan. Apalagi seorang wanita.
"Ini, Pak."
Eva mengulurkan uang untuk sopir taksi yang terus saja menatapnya dengan aneh. Wanita itu masuk ke kamar kost dengan santai kemudian mengamati dirinya sendiri. Apakah ada yang salah?
"Ah, pantas saja lelaki itu melihatku! Baju bagian punggungku sobek! Apa yang dia pikirkan melihatku keluar dari hotel! Sial sekali," umpat Eva.
Dengan bergidik, Eva membayangkan bagaimana dia melakukan hal itu dengan lelaki bernama Denis di hotel hingga sobek bajunya. Apakah sedahsyat itu?
"Iihh...."
Eva segera mengganti baju di kamar kost. Membuang baju yang dia pakai barusan ke tong sampah. Berusaha melupakan apa yang terjadi padanya di kamar hotel.Eva menghempaskan tubuhnya ke tempat tidurnya yang nyaman. Namun, kenyamanan itu sirna saat teringat kembali apa yang dia lakukan semalam dengan pria yang dia kira Ryan, tunangannya.
"Sial sekali. Kenapa aku sampai kehilangan keperawananku dengan pria yang tak aku kenal? Bagaimana bisa??" Eva menekan dahinya dengan telunjuk dan ibu jarinya. Dia tak habis pikir dengan kejadian semalam.
Eva berusaha untuk menenangkan diri. Dia meyakinkan diri bahwa Ryan akan menerimanya bagaimana pun keadaannya.
“Jika Ryan mencintaiku, pasti dia akan menerimaku dengan kondisi seperti ini. Semua kejadian buruk yang menimpaku ini bisa saja terjadi pada siapapun,” gumam Eva, mencoba mencari pembelaan dirinya, meski rasa kecewa merambati diri kala menyadari bahwa dia selama ini telah menjaga kehormatannya sebagai seorang wanita.
***
Ryan Pratama. Pengusaha berusia tiga puluhan tahun itu berjalan menyusuri lorong kantor tempat dia bekerja. Langkahnya tiba di lift, hendak memencet tombol buka, seorang gadis mendahuluinya. Ryan menatap heran pada gadis itu dari atas ke bawah. Sepertinya dia tak pernah mengenalinya.
"Kak Ryan, benar kan? Anda Kak Ryan?" tanya gadis itu.
"Iya," sahut Ryan singkat. Memang seperti itulah dirinya. Dingin dan hanya mengeluarkan sepatah atau dua patah kata saja jika diperlukan. Hal itulah yang membuatnya dikejar banyak wanita.
“Bulan depan kalian akan menikah, kan?” tanya Dita lagi dibalas dengan tatapan marah Ryan yang menunjukkan bahwa dia hanya memiliki sedikit waktu untuk bicara.
Dita menyadari hal itu dan segera merogoh tasnya.
"Kak, aku punya informasi penting untuk Kakak soal... Eva," ujar Dita menghalau pria itu untuk masuk ke dalam lift.
Mendengar nama Eva, Ryan lebih fokus menatap ke wajah Dita. Gadis itu manis dengan lesung pipi yang nampak samar saat tersenyum pada Ryan. Namun, semanis apapun, Ryan belum meresponnya dengan baik.
"Eva... tidur dengan seorang pria di hotel," papar Dita menyerahkan gambar di layar ponselnya dengan tangan bergetar. Tak disangkal, dia sendiri merasa takut menyampaikan hal itu. Namun, karena desakan dari Vonda agar dia menyusup masuk ke dalam kantor, maka dia kepalang basah telah menyetujui perintah Vonda. Sekarang, dia telah berdiri di hadapan pria yang dimaksud dengan tangan menunjukkan layar ponselnya.
Ryan bergeming. Tak sedikitpun menunjukkan rasa kaget. Benar-benar reaksi yang tak diharapkan oleh Dita. Gadis itu meneguk salivanya, takut sendiri akan apa yang nekat dia lakukan.
"Singkirkan ponselmu," ujar Ryan melewati Dita.
Dita menuruti apa kata pria itu. Dia menurunkan ponselnya perlahan seiring dengan bergulir salivanya di tenggorokan. Aura dingin lelaki itu sangat kental. Dia tak hanya menghujam jantung Dita, tapi juga membuat Dita tak berkutik hanya dengan perkataannya.
"M-maaf, Kak."
Dita hanya bisa mengucap lirih seiring berjalannya pria itu masuk ke dalam lift yang baru saja berhasil dia buka. Gadis itu bisa bernapas lega. Setidaknya dia sudah menyampaikan apa yang ada di layar ponselnya. Gadis itu telah berusaha masuk ke kantor tempat di mana pria yang merupakan calon suami temannya itu berada dengan mengatakan pada satpam akan mengirimkan pesanan Pak Ryan Pratama.
“Duh, semoga pria itu mempercayai apa yang kutunjukkan padanya,” harap Dita, memasukkan kembali ponsel ke dalam tasnya lalu berbalik pulang ke tempatnya bekerja.
***
Ryan berdecak duduk di kursi ruangannya. Dia mencoba untuk mengabaikan ucapan dan apa yang ditunjukkan oleh gadis yang menghadangnya tadi di depan lift. Dia memijat kening, karena seketika kepalanya berdenyut karena hal itu. Terbayang baru saja mereka berbelanja bersama dengan bahagia dua hari yang lalu dan Ryan juga mengantarkan Eva ke kampungnya minggu lalu untuk mempersiapkan segalanya di rumah. Hari ini adalah hari terakhir Eva berada di kota, karena dua hari yang lalu dia telah memilih resign karena akan menikah dan Ryan tidak mempermasalahkan hal itu.
“Apa benar yang dibilang cewek itu tadi?” ucapnya, lalu meraih ponsel di atas meja. Dia menggulirkan layar dan memencet nomor calon istrinya, yang sebulan lagi akan dia nikahi. Bahkan, semua vendor telah siap. Dia telah membayar semua yang mereka pesan. Pikiran Ryan langsung kacau saat ini.
Semua terasa makin kacau ketika nomor Eva tidak dapat dia hubungi. Ryan nyaris melempar ponselnya dan membuat pecah berkeping-keping. Untung akal sehatnya masih berjalan. Dia memilih untuk menarik napas panjang lalu mengembuskannya agar pikirannya sedikit tenang.
“Bisa saja itu hanya tipuan kamera. Tenang saja, Ryan.”
Pria itu agak tenang dengan pikirannya sendiri. Selama ini dia belum pernah menyentuh calon istrinya untuk menjaga kehormatan wanita itu. Dia pun telah mengenal calon istrinya dengan baik. Anak dari seorang pengusaha kecil di kampungnya, tapi Eva seorang gadis yang malas berusaha. Ryan menyukai Eva karena dia cantik dan selalu menjaga diri dari pergaulan bebas. Jadi, Ryan tidak mudah percaya pada omongan orang.
Kedua bola mata Ryan mengarah pada pigura di atas meja. Sebuah gambar seorang gadis cantik yang ada di pikirannya itu terpampang di sana. Gadis yang sedang tersenyum padanya seolah mengatakan bahwa semua akan berjalan lancar sampai hari H pernikahan mereka.
'Ya, aku tidak percaya dengan apa yang dikatakan orang lain tentangmu, Eva. Kita akan segera menikah dan ini kuanggap sebagai ujian sebelum pernikahan. Kita pasti dapat melaluinya.'
“Pak Ryan,” panggil sekertarisnya, mengagetkan pria yang sedang melamun itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Sery
jahara lu Dita
2023-01-10
0
lovely
dasar teman² laucnuttt😡
2022-12-24
0
☠🦃⃝⃡ℱTyaSetya✏️𝕵𝖕𝖌🌈༂နզ
hhhmm kasihan Ryan, akankah berlanjut pesta itu 🤔🤔🤔
2022-10-28
2