Menikmati 'Kencan'

Ryan menengok dan mendapati seorang gadis yang berhenti dengan sepeda motornya, masih dengan helm dan masker, duduk mengamatinya di parkiran. Ryan mengerutkan dahi melihat gadis itu. Sepertinya dia jarang melihat gadis itu.

 

“Ini aku, Vonda.”

 

Vonda menurunkan maskernya lalu tersenyum manis pada Ryan dan turun dari sepeda motor. Dia melangkah mendekati Ryan yang masih berdiri dan sedikit bereaksi saat menyadari bahwa itu adalah Vonda yang mengajaknya ke tempat kost Eva.

 

“Oh, Vonda! Maaf, aku pangling,” ujar Ryan, menutup pintu mobil dan menyambut tangan gadis yang terulur padanya.

 

“Nggak apa-apa.”

 

Vonda tersenyum dan menghela napas. Dia membuang pandangan ke sembarang arah saat Ryan menatapnya heran. Hati Vonda berdesir dengan tatapan biasa dari Ryan.

 

“Kamu kenapa ke sini?” tanya Ryan menatap ke samping kiri dan kanan. Bukankah itu masih berada di area perusahaan? Kenapa Vonda sampai di situ?

 

“A-Aku sengaja ingin berbicara denganmu,” ujar Vonda menunduk. Sesekali pandangannya ke arah Ryan, tapi lalu menunduk lagi. Salah tingkah.

 

“Oh, begitu. Sepertinya penting? Ada masalah apa? Di mana kita bisa bicara?” tanya Ryan melihat sekitar, tempat di mana mereka tidak mungkin berbincang karena masih di sekitar perusahaan. Tentu saja akan terganggu dengan lalu lalang orang-orang.

 

“Bisa di mana aja,” sahut Vonda yang tidak bisa memutuskan di mana Ryan biasa duduk menikmati suasana. Jika dia mengatakan suatu tempat, belum tentu pria itu setuju. Jadi, dia menurut saja.

 

“Oke, gimana kalo kita ke cafe ujung jalan sana. Aku juga agak lapar, kita bisa ngobrol sambil makan di sana,” ajak Ryan.

 

“Baik, aku naik motor aja. Buntutin kamu,” ujar Vonda, mendahului Ryan agar dia tidak bingung.

 

“Oke,” sahut Ryan tersenyum.

 

Vonda makin berdebar dengan senyuman Ryan yang dari tadi membuatnya keki. Pria itu menunjukkan lesung pipi pada Vonda yang baru disadarinya kali itu. Dia pun kembali ke sepeda motornya lalu menunggu mobil Ryan keluar dari tempat parkir.

 

Senyum tipis terbentuk di wajah Vonda kala itu. Dia bisa berbincang dengan Ryan sebentar lagi berduaan di cafe meski dia akan memberitahu hal yang mungkin akan membuat pria itu kecewa. Namun, rasa kecewa itu yang diharapkan olehnya. Celah yang akan dia masuki, yang bisa menjadi harapan besar untuknya.

 

“Ayo,” tutur Ryan membuat Vonda tergagap saat telah memasuki area cafe.

 

“Iya,” sahut Vonda mengacungkan ibu jarinya ke arah Ryan yang kepalanya muncul dari jendela mobilnya.

 

Mereka sampai di parkiran dan kembali mencari tempat yang nyaman untuk parkir. Vonda menata rambutnya dan melihat rupa wajahnya di kaca spion. Dia cukup puas dengan riasan wajahnya tadi. Vonda memang ahli merias wajah hingga tampak cantik.

 

Keduanya memasuki cafe dan duduk di sudut ruangan itu.

 

“Aku sama Eva biasa duduk di sini,” ujar Ryan tersenyum.

 

Vonda ingin menggerutu saat Ryan mengucapkan nama Eva, tapi dia harus tetap berusaha untuk menunjukkan bahwa dia adalah sahabat yang baik bagi Eva di depan Ryan.

 

“Iyakah? Wah, beruntungnya aku bisa duduk menggantikan Eva,” sahut Vonda.

 

“Maksudmu?” tanya Ryan, mengerutkan dahi.

 

“Eh, nggak. Maksudku ya ini duduk di sini. Aku baru kali ini duduk di cafe dengan desain interior yang unik seperti ini. Pasti makanannya juga lezat!” ujar Vonda mengalihkan mulutnya yang sembarangan, tapi mewakilkan perasaannya itu.

 

“Oh iya, kita belum pesan makanan. Pesan aja, sesuai dugaanmu, makanan dan minuman di sini memang enak,” ujar Ryan sambil mengangkat tangannya untuk memanggil seorang pelayan.

 

“Tenang aja, nanti aku yang bayar,” ujar Ryan. Niatnya ingin sekaligus berterima kasih karena Vonda telah berbaik hati memberitahunya tentang keadaan Eva saat berada di kost waktu itu. Meski sekarang ini dia sendiri penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh Vonda padanya.

 

“Iya,” sahut Vonda menunduk dengan wajah merona.

 

“Ryan, aku nggak tau makanan apa aja yang enak di sini. Jadi, aku pesan sama denganmu aja,” ujarnya sambil memasang wajah bingung dan duduk bergeser mendekati Ryan.

 

Ryan agak heran dengan gadis itu, tapi dia berpikir mungkin memang Vonda belum pernah makan di cafe itu, jadi dia tidak tahu dan asing dengan menu-menu yang disajikan di daftar menu.

 

“Oh, baiklah. Kak, pesan Beef Steak, Ribolitta, dan untuk dessertnya Gellato aja. Semua dua porsi. Minumnya?” tawar Ryan pada Vonda usai mengatakan pada pelayan, apa yang ingin dia makan dengan Vonda.

 

“Jus aja, mangga,” sahut Vonda. Menunjukkan pada Ryan bahwa dia tidak hanya menurut, tapi juga memiliki pilihan lain.

 

“Oke, sama kayak Eva. Dia juga suka jus mangga. Sepertinya kalian bestie,” sahut Ryan terkekeh.

 

Vonda merasa sengit jika disamakan dengan Eva. Ini sudah dua kalinya Ryan menyamakan dirinya dengan Eva. Namun, Vonda tetap harus bersikap baik walau dia tidak suka dengan Ryan yang menyamakan dirinya dengan kekasihnya itu.

 

“Kak Espresso satu, jus mangga satu.”

 

Pelayan itu pun berbalik dan mengambilkan pesanan mereka.

 

“Oh ya, apa yang mau kamu katakan, Vonda?” tanya Ryan.

 

Vonda meringis. Dia sedang menikmati kebersamaan dengan Ryan dan tidak ingin semua ini berakhir begitu saja. Dia tersenyum dan mencoba memberanikan diri menatap Ryan.

 

“Lebih baik kita makan dulu, Ryan,” tutur Vonda, sambil menarik napas, takut Ryan mengejarnya untuk mengatakan apa yang ingin dia katakan tadi.

 

Wajah Ryan memang menunjukkan mimik agak kecewa, tapi dia segera tersenyum.

 

“Oh, oke.”

 

Vonda berusaha membicarakan hal lain yang menarik sembari memakan pesanan mereka. Gadis itu menarik perhatian Ryan dengan banyak bertanya tentang makanan dan sharing makanan yang pernah dia makan.

 

“Ternyata kamu juga banyak pengalaman makan makanan luar,” puji Ryan.

 

“Iya, lumayan. Ayahku kan dulu suka ajak aku makan di restoran,” tukas Vonda. Makanan mereka sudah nyaris delapan puluh persen habis.

 

“Oh, jadi sekarang di mana ayah kamu?” tanya Ryan.

 

“Dia udah meninggal,” sahut Vonda membuat Ryan berhenti sebentar karena merasa berempati.

 

“Oh, maaf.”

 

“Nggak apa-apa.”

 

Ponsel Ryan berdering. Wajah Vonda memucat dan menyesali kenapa dia tidak segera membicarakan tentang Eva. Bisa saja penelepon itu adalah Eva, kan?

 

“Sebentar,” ucap Ryan hendak menyingkir karena menerima panggilan dari Eva.

 

“Emm, Ryan. Tolong jangan katakan kamu sedang bersamaku kalo itu Eva yang menelepon,” pinta Vonda.

 

Ryan menatap Vonda dengan tidak mengerti, tapi dia menuruti saja apa kata Vonda. Mungkin gadis itu merasa tidak enak dengan Eva.

 

“Oke.”

 

Vonda mengangkat sudut bibirnya dan membiarkan Ryan menerima panggilan Eva. Dia mendengar sedikit bahwa Ryan berkata pada Eva kalau dia sedang bertemu dengan teman lelakinya. Vonda merasa lega dan memutuskan untuk segera membicarakan apa niatannya pada Ryan setelah selesai menerima telepon dari Eva.

 

“Sore ini, semuanya harus jelas,” tekad Vonda. 

Terpopuler

Comments

lovely

lovely

gue gak rela c
Ryan jatuh kepelukan c vonda wanita licik ularrr

2022-12-25

0

Machan

Machan

duuh, jadi gemes bat ini mah

2022-11-09

0

Machan

Machan

heleh, si ulet ini😤

2022-11-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!