Eva terbelalak melihat layar ponselnya. Ternyata dia agak lama memejamkan kedua matanya karena kelelahan akan semalam di hotel. Dia segera memencet kembali nomor calon suaminya itu, tapi sebelum itu, Eva menarik napas dalam-dalam untuk mengatur dirinya. Sejujurnya dalam hati dia takut dengan kejadian semalam yang akan membuat Ryan membatalkan pernikahan jika mengetahui apa yang dia lakukan bersama dengan pria bernama Denis itu.
“H-Halo,” sahut Eva tergagap kala di seberang sana, Ryan mengangkat panggilannya.
“Ryan, tadi kamu meneleponku?” tanya Eva setelah berhasil menguasai diri. Tangannya meraih sesuatu yang bisa dipegang untuk mengalihkan rasa gugupnya.
“Eva, kemana kamu semalam?” tanya Ryan, membuat Eva meneguk salivanya untuk membasahi kerongkongan yang serasa kering seketika.
“Eh, Ryan, semalam aku ... menghabiskan malam dengan teman-teman, iya, kami pesta lajang karena kamu tahu kan, kita akan menikah dan akulah orang pertama yang akan menikah diantara keempat sahabatku. Tentunya itu akan menjadi pesta terakhir, karena aku akan menghabiskan waktuku denganmu,” papar Eva, mencoba tersenyum. Sumpah, kejadian semalam masih mengganggu pikirannya. Apalagi, Ryan bertanya kemana dia semalaman.
“Apa kamu sampai tidur di hotel?” tanya Ryan lagi.
“Ng-nggak! Tentu saja nggak, aku tidur di kamar kost, Ryan. Aku pulang larut, Sayang. Maafkan aku, aku janji ini yang terakhir kalinya aku pulang larut. Aku tidak akan melakukannya lagi kalo udah jadi istrimu. Aku udah bilang kan, kalo aku mau fokus ke rumah tangga,” kilah Eva, dengan meneguk salivanya. Untung saja percakapan itu terjadi di telepon, bukan di hadapan Ryan, jadi tidak terlihat kegugupan dan wajah pucat wanita itu.
“Oh, baiklah. Aku percaya sama kamu, Eva. Istirahat ya, nanti aku ajak kamu ke suatu tempat. Siap-siap ya, Sayang?” ucap Ryan pada akhirnya, melegakan hati Eva karena pria itu tidak lagi membahas soal semalam.
“Iya, oke, sayang. Kemana pun, aku akan mengikutimu,” kekeh Eva, dengan nada yang biasa dia ucap saat berbincang dengan calon suaminya itu.
“Bisa aja, kamu. Aku lanjut kerja dulu ya, Sayang? Daaah.”
Obrolan mereka berakhir dengan kecupan jauh. Eva menunggu Ryan menutup sambungan teleponnya lalu dia menghempaskan tubuh di atas ranjang empuk sembari menghela napas panjang, lega sekali, tapi masih ada satu hal yang mengganjal hati. Bagaimana jika Ryan tahu bahwa dia telah tidur bersama dengan pria lain di kamar hotel?
Eva meraup wajahnya, mendudukkan diri dan menopang wajahnya. Dia teringat kata-kata Denis yang mengatakan akan bertanggung jawab jika dia hamil. Wajah Eva kembali pucat mengingat kata ‘hamil’. Dia lalu beranjak dan mendinginkan kepalanya di dalam kamar mandi.
***
Ryan telah berdiri di depan kamar kost sore itu. Dia membawa satu buket bunga mawar pink yang cantik untuk Evangeline, calon istrinya. Eva tersenyum lebar melihat pria tampan itu dengan wangi parfum mewah bersikap sangat romantis kepadanya.
“Makasih, Sayang.”
Eva menerima buket bunga itu dengan semringah. Wajahnya sangat bahagia, tanpa beban menaruh buket itu di dalam kamar kostnya. Dia meraih tangan Ryan yang hangat dan berjalan ke mobil mengkilat berwarna hitam milik Ryan.
“Sebenernya, mau kemana kita?” tanya Eva saat berada di dalam mobil.
“Aku mau ajak kamu ke rumah sakit. Ini kan jadwal kamu ke dokter untuk suntik **. Masa kamu lupa?” sahut Ryan, mengecup kening Eva.
Eva menepuk dahinya. Dia lupa akan segalanya gara-gara semalam. Eva tersenyum dan mengangguk-angguk.
“Iya, kamu bener, aku lupa banget!” serunya, terkekeh.
Mobil meluncur ke sebuah rumah sakit di pusat kota. Sampai di parkiran, Ryan menepikan mobil dan turun untuk membukakan pintu mobil Eva. Hal yang sangat disukai oleh Eva, yaitu keromantisan yang ditunjukkan oleh pria itu.
Wajah Eva pias saat melihat seseorang yang mendorong sebuah kursi roda dengan seorang wanita paruh baya duduk di atasnya. Wanita itu tampak tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Sebentar-sebentar, pria yang mendorong kursi roda membersihkan cairan yang keluar dari mulut si wanita paruh baya. Dari situ, Eva menebak bahwa wanita itu adalah ibu si pria. Eva segera mengalihkan pandangannya kala si pria melihatnya.
“Ayo, Sayang. Kenapa kamu berdiri di situ?” tanya Ryan membuat Eva terperanjat karena dia mematung di sebelah pintu mobil.
“Eh, iya, maaf Sayang. Ayo,” ajak Eva melingkarkan tangannya di lengan Ryan, melewati Denis yang masih menatapnya dengan pandangan yang tidak bisa diartikan.
Denis mendorong kembali kursi roda itu ke lorong parkiran karena dia tadi naik taksi dan harus menurunkan pasien di sebelah parkiran untuk naik di lift khusus pasien di sana. Saat Denis ingin masuk ke dalam lift, pintu lift segera akan tertutup. Namun, tangan Ryan menahan pintu agar tetap terbuka.
“Sayang, kenapa kamu buka lagi pintunya?” keluh Eva melihat Denis di depan pintu.
“Kasihan mas itu, Sayang. Dia seperti terburu-buru. Itu mas yang tadi kita ketemu di parkiran, kan?” tanya Ryan, melirik pada Denis yang tidak enak, merasa bersalah karena dia menyebabkan keduanya sedikit berdebat.
Namun, karena dia agak terlambat mengantarkan ibunya check-up ke rumah sakit itu ke dokter syaraf, dia pun memasuki lift bersama dengan Eva dan Ryan.
“Makasih dan maf, Mas. Saya jadi mengganggu,” ujar Denis setelah masuk ke dalam lift bersama dengan ibunya.
“Nggak, Mas.”
Ryan tersenyum pada Denis, tapi lain halnya Eva yang bersungut melipat kedua tangannya, tapi kemanapun dia membuang pandangan, dia tetap melihat wajah Denis yang memelas itu. Eva pusing sekali saat teringat pria itu telah menjelajahi tubuhnya semalam.
“Sial sekali,” gumam Eva, mengurut dahinya dan memejamkan mata. Apalagi melihat kondisi ibu Denis yang tidak bisa apa-apa itu.
Denis berkali mencuri pandang pada Eva. Dia sangat merasa bersalah, tetapi karena uang itulah dia bisa berada di rumah sakit sekarang untuk melakukan check-up penyakit ibunya.
“Ibunya ya, Mas?” tanya Ryan memecah keheningan di dalam lift.
“Iya, Mas,” sahut Denis yang juga kaget ditanya oleh Ryan.
“Stroke ya?” tanya Ryan lagi.
“Iya, benar, Mas.”
Denis hanya menjawabnya sepatah-sepatah karena dia tahu, Eva tidak suka padanya. Denis tahu diri dan mengangguk saat tiba di lantai yang dia tuju.
“Mari,” katanya pada Ryan dan mendorong kursi roda itu keluar dari lift. Sempat dia tahu mulut Eva mengerucut kesal akan adanya Denis dan ibunya di dalam lift. Namun, apa mau dikata, Denis terpaksa masuk tadi karea tergesa. Dia segera mendorong kursi roda itu lagi. Perasaannya campur aduk. Semalam dia telah merenggut keperawanan wanita tadi, dan sekarang dia melihat wanita itu bersama dengan pria yang sepertinya adalah kekasihnya.
“Apa yang telah aku lakukan?” sesal Denis.
Yuk ramaikan novel ini kalo kalian suka untuk support penulisnya biar semangat! Bisa kasih like, kado, vote atau bantu promosi di akun media sosial kalian yaa... Maacih semuaa!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
☠🦃⃝⃡ℱTyaSetya✏️𝕵𝖕𝖌🌈༂နզ
Ryan orang baik, jadi gimana ya, bingung, kasihan juga sama dia...
gimana ya selanjutnya 🤔🤔🤔
2022-10-28
1
Machan
ryan pendiem tapi sangat cerdas menurutku. pasti, nanti bakal ada kejutan yang menanti eva.
2022-10-27
0
Rini
denis mungkin kalau ada uang di make over pasti juga sangat tampan, karena di katakan sebelumnya tidak jelek 😊
2022-10-23
1