Siapa Kamu?

Mentari telah beranjak naik kala Eva mengerjapkan kedua matanya lalu menatap ke langit-langit kamar hotel. Dia mengucek kedua mata, membuat selimutnya turun.

Tunggu, dia tak memakai baju! Eva meraba tubuhnya sendiri dengan kaget lalu menengok ke samping. Wanita itu terperanjat saat melihat seorang lelaki yang nampak asing sedang tertidur pulas di sampingnya. Dengan telanjang dada!

Eva melompat dari tempat tidur dengan gaya klise menutup tubuhnya memakai selimut tebal hotel. Dia menutup mulut, hampir menangis melihat sebuah bekas bercak darah di atas sprei.

Masih kaget lagi dan mencoba mencerna kejadian semalam saat melihat semua pakaiannya berceceran di lantai, bercampur dengan pakaian lelaki itu.

"Si-siapa dia?? Ya Tuhan!" jerit Eva. Kesal, kecewa, panik, campur aduk. Eva menghentakkan kakinya dengan kasar. Menggigit bibirnya yang terasa kelu.

Sebulan lagi dia menikah. MENIKAH. Dan dia malah kehilangan keperawanan yang dijaga selama ini untuk Ryan Pratama.

Saat Eva masih tak mengerti apa yang terjadi padanya, Denis membuka mata lalu mendapati Eva yang masih mematung di sebelah tempat tidur. Berdiri mengawasi bagai seorang polisi.

"Kamu siapa!" teriak Eva menatap Denis nyalang.

Denis mendudukkan diri. Nampak dada bidang lelaki itu. Denis sudah memakai celananya semalam. Namun, wajahnya tentu saja kalah dengan Ryan yang tampan. Wajah Denis biasa saja. Tak tampan juga tak jelek.

"Aku ... sebentar, aku jelaskan. Semalam kamu menarikku masuk ke dalam kamar ini, lalu kita—"

Eva menutup mata, menarik napas lalu menyodorkan telapak tangannya agar Denis diam. Dia sudah tahu apa yang mereka lakukan semalam. Daerah intimnya terasa sakit dan noda darah itu sudah mengungkap segalanya.

"Tolong, jangan menangis," ujar Denis saat melihat Eva sudah mulai berkaca-kaca. Sesak sekali rasa dalam dada Eva menyadari nasibnya.

Dia mencubiti kedua pipi, berharap semua ini hanyalah mimpi buruk, tapi ternyata tak juga terbangun dari mimpinya.

"Gimana aku nggak menangis! Kamu itu siapa! Dan aku melakukan hal yang tidak senonoh denganmu! Pasti kamu kan yang memaksaku!" jerit Eva mengacak rambutnya.

"Aku sudah bilang kalau kamulah yang menarikku ke kamar ini, kamu mabuk semalam," jelas Denis dengan nada yang masih datar. Dia tahu perempuan di depannya ini sedang frustasi.

Wanita itu tak lagi mendengarkannya. Dia meraih semua baju yang berserakan di lantai dan masuk ke kamar mandi dengan kasar. Terdengar guyuran air dari luar. Denis memastikan wanita itu sedang mandi. Meski waktu terus berjalan, tapi dia berusaha agar tetap tenang menunggui wanita itu.

Eva keluar dari kamar mandi dengan rambut basah. Denis kembali meneguk salivanya saat melihat wanita itu. Walau sudah berpakaian, tapi pakaiannya seksi. Denis teringat lagi kejadian semalam yang begitu menggairahkan. Kedua matanya turun ke dua gundukan yang sekarang tertutup oleh baju.

Ish!

Pria itu menepis ingatannya, melihat wanita itu mulai akan beranjak pergi.

"Baiklah, begini, aku Denis. Aku akan bertanggung jawab jika terjadi apa-apa padamu. Ini nomorku," ujarnya memperlihatkan layar ponselnya.

Eva berbalik. Dia melipat tangannya dan mengangkat kepala dengan congkak.

"Apa katamu? Bertanggung jawab??" tanya Eva.

"Iya, seandainya ada akibat yang ditimbulkan seperti kehamil—"

Eva menepiskan tangannya di hadapan Denis, meski pria itu berusaha mengungkapkan tanggung jawabnya dengan penuh kehati-hatian.

"Jangan bilang itu! Aku tak perlu tanggung jawabmu!" bentak Eva.

Desah halus terdengar dari hidung Denis. Dia mencoba bersabar menghadapi perempuan cantik di depannya.

"Oke, jika kamu berubah pikiran, setiap hari aku melewati hotel ini. Kamu bisa mencariku di sana."

Eva mendengkus kasar. Dia menatap tajam wajah Denis.

"Seharusnya kamu berterima kasih padaku, karena aku tak menuntut pertanggungjawaban darimu. Bulan depan aku menikah, dan kamu tak perlu kuatir dengan apa yang kita lakukan semalam."

Sebenarnya Eva muak saat mengatakan 'kita', tapi itu mungkin memang kesalahannya. Eva pikir bulan depan dia bisa meninggalkan kesalahan di malam tadi, menikah dan beres jika terjadi sesuatu yang buruk yang dikatakan oleh lelaki itu. Hanya saja, dia harus menyiapkan seribu alasan saat Ryan menuntut keperawanannya.

Eva meninggalkan Denis yang masih duduk mematung, merenungi apa yang telah dia lakukan. Khilaf yang indah. Baru pertama kalinya Denis melakukan hal itu dengan wanita. Alarm ponselnya mengejutkan, mengingatkan akan sang ibu yang terbaring di rumah, membutuhkan beberapa obat.

Dengan wajah semringah, Denis memakai bajunya dengan lengkap dan keluar dari kamar hotel. Tujuannya satu, apotek. Dia akan membeli obat untuk ibunya.

Kedua mata Denis benar-benar takjub, dalam semalam dia bisa memperoleh lima juta rupiah. Jumlah nominal yang terpampang di layar mesin ATM. Jumlah yang sangat sulit dia dapatkan, bahkan selama satu bulan, gajinya tak sampai dua juta rupiah.

Bekerja di pabrik, dengan gaji pas-pasan, harus menyisihkan setiap bulan untuk membeli separuh saja resep obat ibunya. Hari ini dia bisa membeli bahkan empat kali lipatnya. Namun, dia membeli satu resep dulu. Masih banyak kebutuhan lain yang harus dipenuhi.

"Ibu! Aku bawa bubur ayam untuk Ibu!" teriaknya, sedikit bersalah karena dia meninggalkan sang ibu semalaman.

Wanita yang tiduran di atas tempat tidur itu sedikit menyunggingkan senyum saat anaknya tiba. Anak yang dia banggakan walau tak bisa mengungkapkannya saat ini. Suaminya telah berpulang satu tahun yang lalu. Dia hanya tinggal bersama anak lelakinya saja di rumah sempit. Sudah tiga bulan ini dia jatuh stroke setelah bekerja terlalu keras dan terlalu banyak pikiran. Tentang utang yang ditinggalkan oleh suaminya.

Denis mendudukkan ibunya lalu menyuapi ibunya dengan bubur yang masih hangat.

"Maaf Bu, semalam aku tidak bisa pulang menemani Ibu, tapi jangan sedih. Karena itu, aku dapat rejeki banyak. Obat terbeli semua, Bu. Ibu cepat sehat, ya? Makan yang banyak, Bu."

Kembali senyum tipis terbentuk di bibir wanita tua itu. Dalam hati dia bangga pada sang anak yang bisa membelikannya makan pagi yang termasuk istimewa karena biasanya dia hanya makan nasi dan sayur sup untuk seharian. Denis bisa memasak sendiri di rumah. Dia berbeda dengan lelaki pada umumnya.

Bu Marni nama ibu Denis. Bibirnya serasa ingin mengucap terima kasih, tapi kelu rasanya. Tak ada kata yang bisa keluar dari mulut. Nampak wanita itu berupaya untuk mengeluarkan kata-kata dari mulutnya. Namun, tak mampu keluar sedikit pun.

"Jangan dipaksakan bicara, Ibu. Wah, Ibu makan banyak, pintar!" puji Denis. "Sekarang aku bersihkan tubuh Ibu dulu ya?"

Denis beranjak lalu mengambil air hangat serta washlap untuk membasuh tubuh renta ibunya. Dengan hati-hati dia membersihkan tubuh ibunya. Mengganti pakaian lama dengan pakaian yang baru.

Airmata Bu Marni menetes. Denis adalah anak yang sungguh berbakti padanya. Dalam hati Bu Marni mendoakan Denis agar dia menjadi anak yang sukses.

Terpopuler

Comments

Sery

Sery

semoga kawan-kawannya mendapat balasan yang setimpal

2023-01-08

0

☠🦃⃝⃡ℱTyaSetya✏️𝕵𝖕𝖌🌈༂နզ

☠🦃⃝⃡ℱTyaSetya✏️𝕵𝖕𝖌🌈༂နզ

Aamiin.... semoga doa ibu terkabul ya, semangat Denis 💪💪

2022-10-28

1

Machan

Machan

denis pemuda yang baik, demi ibunya dia rela melakukan apapun.

duuh, gimana nantinya

2022-10-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!