Tanggung Jawab

Denis terbelalak saat mendengar apa yang dikatakan oleh Eva di saat mereka telah berdiri saling berhadapan di tepi jalan.

 

“Apa??” ucap Denis.

 

“Aku hamil, dan aku menagih apa yang menjadi perkataanmu waktu itu untuk bertanggung jawab,” ulang Eva sambil melipat kedua tangannya di dada. Rasanya begitu jengah berada di depan pria yang telah menidurinya itu dan memohon padanya untuk bertanggung jawab. Eva merasa mengemis di hadapan Denis.

 

Denis tidak tahu apakah dia harus merasa bahagia atau merasa sedih karena wanita di depannya itu berwajah ketus, seperti terpaksa. Dia tidak dapat berkata-kata dan hanya mengangkat kedua tangannya dan tampak kikuk sekali.

 

“Kenapa! Kamu tidak ingin bertanggung jawab, hah?? Keluargaku malu karena hal ini! Dan karena kamu! Karena kamu aku batal menikah dengan pria yang aku cintai!” bentak Eva sengit, menuding pada Denis yang berwajah pias mendengarnya.

 

“K-kamu, tidak jadi menikah?” tanya Denis terbata. Dia sangat merasa bersalah akan hal itu.

 

“Ya! Puas kamu!” jerit Eva, ingin sekali memukul kepala Denis, tapi mereka sedang berdiri di tepi jalan dengan lalu lalang orang di sekitar. Eva menarik napas agar air matanya tidak menetes, tapi gagal. Dia tetap menangis dan menghapus air mata yang menetes di kedua pipinya dengan kasar. Sakit sekali rasanya, tapi dia harus meminta Denis untuk menyelamatkan nama baik keluarganya. Hanya itu satu-satunya jalan yang terbersit di pikiran Eva.

 

Denis sangat sangat merasa bersalah. Dia memukul kepalanya dan berandai jika dia tidak mengambil uang lima juta yang sekarang akan menjadi masalah berkepanjangan pada gadis yang membuatnya jatuh hati itu. Dia ingin mengatakan sejujurnya bahwa dia hanya melakukan apa yang disuruh oleh seseorang, tapi Denis ragu.

 

“Maaf, iya, aku akan bertanggung jawab. Kapan kita akan menikah? Aku berjanji akan datang ke rumahmu, tapi aku mohon untuk tidak menuntutku memberi mahar sebanyak—“

 

“Aku tahu! Sekarang, yang aku mau Cuma pertanggung jawaban atas anak ini!” tunjuk Eva ke perutnya yang masih rata.

 

“Aku nggak mau bikin malu orang tuaku karena mereka nggak pengen aku gugurin kandungan sialan ini!” imbuh Eva menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan dan mulai lagi terisak. Semua hal yang telah menimpanya kembali menari-nari di benak. Dia masih merasa tidak rela dengan apa yang terjadi dalam hidup.

 

Denis bergeming menatap wanita cantik di depannya itu. Ingin sekali memeluk tubuh rapuh di depannya, tapi Denis tahu diri dia itu adalah masalah bagi Eva. Dia memijat keningnya, rasanya sangat pening. Andai dia tahu malam itu bahwa dia tidak menolong orang sakit, tapi menolong orang yang mabuk dan orang itu sekarang ada di hadapannya.

 

“Ini, kamu lihat ini!” tunjuka Eva pada pergelangan tangannya yang dibalut kain kassa.

 

Denis bertanya-tanya dalam hati dengan kening berkerut melihat pergelangan tangan yang terbungkus kain kassa itu.

 

“Aku mencoba bunuh diri karena ini. Aku ingin mengakhiri hidupku, tapi kedua orang tuakulah yang menguatkanku hingga dapat berdiri di sini menemuimu untuk menutup aib yang telah terjadi! Kalo kamu nggak datang untuk menikahiku, aku akan melakukannya sekali lagi hingga aku mati!” ancam Eva menunjukkan telunjuknya pada Denis yang termangu dan sangat merasa bersalah akan hal yang terjadi dalam hidup Eva hanya karena kenikmatan beberapa menit malam itu.

 

“Aku pastikan akan datang.”

 

Tidak ada kata-kata lagi dari mulut Denis. Dia kehilangan akal untuk mengatakan sesuatu pada Eva, bahkan tidak mampu menenangkannya saat wanita itu menangis sesenggukan, menjatuhkan tangannya ke samping dengan putus asa.

 

“Mbak Eva, ini udah malam, sebaiknya kita pulang sekarang,” ujar Kang Totok yang tiba-tiba sudah berdiri di sebelah Eva.

 

Denis menunduk. Dia melirik ke depan, saat Eva berjalan bersama pria kurus itu ke sebuah mobil.

 

Saat tersadar, Denis berlari mendekati mobil itu sebelum kendaraan itu mundur dan pergi. Dia ingat bahwa dia belum tahu alamat Eva.

 

“Eva, bisa aku tahu di mana alamat rumahmu?” tanya Denis.

 

Kang Totok melihat Eva terdiam, seolah malas sekali menyebutkan alamat rumahnya. Eva hanya mengangkat kepalanya sedikit pada Totok agar dia menjawab pertanyaan Denis.

 

“Di Kampung Baru, jalan Nangka nomor 12, Mas.”

 

“Baik, terima kasih, Mas. Saya Denis, saya akan datang beberapa hari lagi. Saya akan bertanggung jawab,” ujarnya mantap pada Totok yang dia pun tidak tahu itu siapanya Eva.

 

Totok mengangguk, lalu mengemudikan mobilnya dari parkiran. Denis hanya bisa menatap mereka dengan mobil yang berlalu dari parkiran. Sesungguhnya sebuah pernikahan adalah sesuatu yang menggembirakan bagi beberapa orang, tapi tidak dengan mereka. Denis hampir akan menikahi wanita pujaannya, tapi dia sendiri merasa sedih karena pernikahan itu bukan pernikahan impian bagi Eva.

 

***

 

Malam itu, setelah Eva masuk ke kamarnya, Totok menemui Rahma di halaman belakang rumah. Dia menyodorkan kunci mobil yang baru saja dia parkir di garasi rumah Pramono dengan rapi.

 

“Siapa yang dia temui, Kang?” tanya Rahma, tidak sabar saat menerima kunci mobil dari tangan Totok.

 

“Seorang laki-laki muda, Bu. Wajahnya lumayan, tidak terlalu tampan, tapi juga tidak jelek.”

 

Rahma memutar badannya, menghadap Totok. Dia menatap wajah Totok dengan serius.

 

“Kira-kira, siapa dia? Apa kamu mendengar apa yang mereka bicarakan?” kejar Rahma yang ingin tahu urusan anak perempuannya, apalagi dia bertemu dengan seorang lelaki.

 

“Nggak jelas sekali, Bu. Sepertinya mereka membicarakan tentang pernikahan,” tutur Totok.

 

“Pernikahan?” tanya Rahma meyakinkan pendengarannya.

 

“Iya Bu, lelaki itu akan datang beberapa hari lagi. Dia bilang namanya Denis dan juga bilang akan bertanggung jawab. Lebih baik kita tunggu saja kedatangannya,” saran Totok yang juga tidak tahu kejelasan tentang urusan Eva.

 

“Bertanggung jawab? Apa mungkin Eva menemui lelaki yang membuatnya hamil?” gumam Rahma.

 

“Saya juga kurang tahu, Bu.”

 

Rahma meluruskan pandangannya kembali, lalu menatap ke depan dengan pandangan kosong. Dia tidak mengerti dengan apa yang direncanakan oleh Eva. Namun, tebakannya bahwa Eva meminta pertanggung jawaban lelaki bernama Denis yang Rahma sendiri juga belum tahu seperti apa orangnya.

 

“Emh, ya udah Bu, ini udah malam. Saya boleh permisi pulang? Istri sama anak saya udah nunggu di rumah,” ujar Totok menggaruk kepalanya, merasa tidak enak dengan Rahma, tapi ada keluarga menunggu di rumah.

 

“Oh, iya boleh, maaf Kang. Jadi merepotkan! Ini buat beli susu anakmu, ya?” ujar Rahma mengangsurkan dua lembar uang merah ke tangan Totok yang berbinar menerimanya.

 

“Makasih, Bu.”

 

Rahma tersenyum dan menatap kepergian Totok sampai ke balik tembok. Dia lalu menerawang. Rasa penasaran tentang apa yang akan terjadi, membuat pikirannya terganggu. Dia hanya berharap yang terbaik untuk anak perempuan satu-satunya itu setelah tragedi menimpa hidupnya.

Terpopuler

Comments

Machan

Machan

gak apa wajah denis biasa aja, yang penting hatinya baik. dia mo tanggung jawab walopun eva judes ma dia

2022-11-14

0

☠🦃⃝⃡ℱTyaSetya✏️𝕵𝖕𝖌🌈༂နզ

☠🦃⃝⃡ℱTyaSetya✏️𝕵𝖕𝖌🌈༂နզ

Semoga dengan Denis bertanggung jawab, bisa menyelamatkan Eva dari pikiran buntunya 😊😊😊

2022-11-11

1

kopi pahit

kopi pahit

sayang banget yah wajah Denis pas²n, coba aja wajah Denis ganteng nya melebihi Rian, biarpun miskin gpp deh yg penting ganteng ha haaa,

semangat thor, bikin muka Denis oplas jadi lebih ganteng kaya Jaemin nya nct dream 🤣🤣🤣

2022-11-11

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!