Akara akhir-akhir ini, setelah pulang sekolah sibuk belajar cara mengelola perusahaan papanya. Papa Akara meminta Akara untuk menjadwalkan waktu tetap untuk fokus ke bisnis keluarga. Jika Akara sudah belajar dari sekarang maka nanti setelah studi sarjananya selesai, dia bisa langsung bergabung mengurus perusahaan.
"Broo... sayang nelpon ni." Suara itu berasal dari handphone Akara yang terus berbunyi sampai tiga kali.
Akara yang sedang ikut rapat dengan papanya merasa sedikit malu. Karena dia lupa mematikan nada dering handphonenya. Suara itu menandakan ada panggilan masuk dari Alara. Nada dering yang sengaja dibuat khusus untuk Alara. Tidak disangka seorang Akara! Buat nada dering seperti itu. Seketika Akara yang dingin hilang dan diganti dengan Akara si bucin.
Akara langsung keluar untuk mengangkat telpon dari Alara.
"Ka...." Terdengar suara Alara yang menahan tangis dari handphone Akara.
"Ra..., kamu kenapa...? Kamu habis nangis Ra...?" Tanya Akara dengan nada mulai khawatir.
"Mama..., Mama aku Ka." Ucap Alara dengan suara yang sudah mulai tidak terdengar karena tangisnya.
"Kamu dimana sekarang Ra...?" Tanya Akara.
Tidak ada jawaban dari pertanyaan Akara pada Alara. Telpon Akara dan Alara tiba-tiba terputus. Akara langsung pergi ke rumah Alara untuk memastikan keadaan Alara tanpa mempedulikan rapat dengan papanya yang belum selesai.
Akara sampai di rumah Alara. Tapi kata Syafa, Alara nggak di rumah. Akara langsung pamit dan membawa mobilnya menuju tempat yang biasa dikunjungi Alara. Sampai di puncak, Akara juga tidak menemukan Alara. Akara jadi berpikir, "jangan-jangan." Ucap Akara. Kemudian pergi lagi membawa mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi. Akara sampai ditujuan terakhirnya untuk mencari Alara.
"Ra...?" Ucap Akara sambil menepuk halus pundak Alara.
"Kamu ngapain panas-panasan disini...? Kata Akara.
"Aku cuman mau curhat apa yang terjadi hari ini sama papa Ka. Aku kangen papa Ka." Ucap Alara dengan air mata terus berjatuhan membasahi pipinya.
Akara mendekap erat tubuh Alara sembari menepuk-nepuk halus punggung Alara, untuk menenangkannya.
"Sekarang udah kan Ra...? Kita pulang ya!" Pinta Akara sembari membantu Alara untuk berdiri.
"Aku nggak bisa pulang dengan keadaan seperti ini Ka. Aku nggak mau Syafa jadi ikutan sedih, kalau lihat aku seperti ini Ka. Aku butuh mengendalikan perasaan dan pikiran dulu Ka." Ucap Alara.
"Ya udah. Aku punya cara untuk itu. Kamu ikut aku!" Pinta Akara sembari menarik tangan Alara untuk menuju suatu tempat.
"Kita mau kemana...?" Tanya Alara.
"Udah ikut aja dulu." Jawab Akara sambil mengendarai mobilnya.
"Nah. Kita udah sampai." Ucap Akara dengan lega.
"Kamu bercanda ya!" Kata Alara dengan ekspresi nggak percaya.
"Aku yakin, tempat ini pasti bisa buat kamu kembali happy lagi!" Tegas Akara.
Akara membawa Alara ketempat olahraga. Dimana di sana banyak jenis olahraga. Alara tinggal pilih, dia mau olahraga apa.
"Kita mulai dari latihan panjat tebing ya Ra!" Pinta Akara sambil bersiap-siap memakai alat pengaman sebelum mulai panjat tebing.
"Kata kamu aku boleh pilih, mau yang mana lebih dulu Ka." Kata Alara mulai kesal.
"Sekarang aku berubah pikiran. Ada baiknya, untuk menghilangkan stres kamu itu, kita coba ini aja dulu." Ucap Akara sembari menyodorkan alat yang akan dipakai Alara.
"Yang ada, ini makin buat aku stres Ka." Tukas Alara Betek.
"Udah. Kamu coba aja dulu!" Pinta Akara.
"Ya udah." Ucap Alara pasrah. "Dasar kodok aneh." Bisik Alara ditelinga Akara sebelum mereka mulai panjat tebing.
Usaha Akara untuk mengalihkan pikiran Alara bisa dibilang berhasil. Alara konsentrasi untuk mencapai puncak tebing. Dan berhasil. Alara sangat senang dengan keberhasilan itu.
"Apa aku bilang landak...." Ucap Akara sambil menjahili Alara.
"Aku masih belum puas!" Tegas Alara kemudian langsung berdiri dari tempat duduknya.
"Kamu mau olahraga apa lagi landak...?" Tanya Akara.
"Aku, kamu. (Sambil menunjuk dirinya dan Akara) kita main basket!" Tegas Alara dengan bersemangat.
"Basket." Ucap Akara sambil berpikir. "Oke." Sambung Akara lagi.
Mereka menuju lapangan basket. Dan mulai memainkannya.
"Kamu nggak bakalan bisa kalahin aku Ra." Ucap Akara percaya diri sembari memainkan bola ditangannya.
"Jangan terlalu yakin. Kamu kan belum pernah lihat aku main basket." Kata Alara sembari berhasil merebut bola dari Akara dan langsung memasukkannya dari garis tengah ke Reng. Dan masuk.
Akara sontak kaget serta makin kagum dengan Alara. Karena di samping jago bela diri, ternyata Alara juga jago basket. Akara mengakui kalau Alara memang jago main basket. Mereka main kurang lebih setengah jam kemudian istirahat.
Akara menyodorkan air minum ke Alara sambil berkata, "Kamu ternyata jago juga ya main basketnya."
"Siapa yang ngajarin." Tanya Akara penasaran.
Alara meminum air dari Akara kemudian menjawab, "aku dari kecil udah sering main basket sama papa."
"Papa kamu pasti jago bangat main basketnya." Puji Akara.
"Kok kamu tahu." Tanya Alara heran.
"Soalnya, anaknya aja jago bangat main basket. Apa lagi papanya. Pasti lebih jago lagi la." Ucap Akara sembari tersenyum.
"Papa aku adalah atlit basket. Bahkan papa udah jadi pelatih tetap di lomba-lomba internasional. Tapi sejak aku udah masuk SMA, papa nggak pernah ikut kegiatan basket lagi. Aku tanya kenapa, kata papa biar banyak waktu aja sama aku dan pengen istirahat aja." Kata Alara sembari membayangkan momen-momen dia dan papanya sewaktu main basket bersama.
"Hebat ya papa kamu. Aku aja yang anak cowok nggak bisa sedekat itu sama papa aku. Mungkin karena papa sibuk dengan urusan bisnisnya. Jadi jarang punya waktu luang untuk aku. Tapi untuknya ada mama yang selalu perhatian dan sayang sama aku." Ucap Akara.
"Hidup itu memang aneh. Kehidupan aku dan kamu itu kurang lebih hampir sama. Bedanya, di keluarga aku, mama yang sibuk dengan urusan bisnisnya. Tapi kamu malah kebalikannya." Tukas Alara.
"Apapun keadaannya kita harus bisa jalanin dengan ikhlas dan sabar. Tidak semua yang kita inginkan bisa terwujud. Karena itu kita harus kuat dan berlapang dada untuk mengahadapi apapun yang akan terjadi di hidup kita. Kita tidak dapat memprediksinya. Tapi kita bisa mencegah hal buruk yang akan terjadi, kalau kita memperbaiki apa yang salah pada saat ini. Agar tidak berlanjut dimasa mendatang." Ucap Akara penuh karisma.
"Tapi sekarang mama udah pergi ninggalin aku Ka. Dia lebih memilih hidup bersama kekasihnya itu. Dibanding Aku, anak satu-satunya."
Akara berusaha menguatkan Alara. "Kamu yang sabar aja Ra. Allah pasti punya rencana yang lebih baik dibalik semua yang menimpa kamu ini."
"Makasih ya Ka. Kamu selalu ada untuk aku. Aku nggak tahu harus cerita sama siapa lagi, selain sama kamu." Ucap Alara sembari tersenyum ke Akara.
Akara kembali tersenyum dan memeluk Alara.
Akara mengantarkan Alara pulang. Karena sebentar lagi matahari akan menghilang dan digantikan dengan terangnya rembulan.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments