Alaisa sudah pulang dari pemakaman ibunya. Dia duduk diruang tamu dan memperhatikan ayahnya sibuk membereskan rumah tanpa henti. Mungkin itu cara ayah Alaisa mengalihkan pikirannya agar tidak selalu ingat ibu Alaisa. Alaisa menyuruh ayahnya untuk istirahat ke kamar karena dari kemaren ayah Alaisa belum ada istirahat sama sekali. Setelah memastikan ayahnya istirahat, Alaisa pergi keluar rumah menuju suatu tempat.
Alaisa melamun di atap gedung. Tempat yang biasa dia habiskan waktu bersama Shafan. Dia melihat sekeliling tempat itu, dan berharap Shafan datang kesitu dan menemaninya.
Sejak malam itu, Shafan menghilang begitu saja. Tanpa ada kabar. Alaisa hanya mendapati beberapa panggilan tak terjawab dari Shafan. Alaisa tidak sempat mengangkatnya. Karena pada saat itu dia lagi terpuruk dan pagi ini sibuk dengan pemakaman ibunya. Jadi dia baru sempat pegang handphone, pas pulang dari pemakaman tadi.
Alaisa menangis sendirian di atap gedung. Ia tidak tahu harus merangkul atau mengadu pada siapa. Shafan tidak ada dan Alara juga tidak ada. Harusnya waktu di pemakaman tadi Alaisa panggil Alara. Dan meminta untuk tetap bersamanya, mendengarkan cerita Alaisa seperti biasa. Karena waktu Alara ke pemakaman tadi, Alaisa melihat Alara dari jauh memandang makam ibunya. Namun pas Alara pergi, Alaisa tidak menghentikannya.
Karena terlalu banyak yang melintas dalam pikiran Alaisa, Alaisa tiba-tiba merasakan sakit kepala dan di otak alaisa terngiang-ngiang suara tawa dan ejekan yang terus saja berbicara. Sampai Alaisa bilang "udah cukup! Jangan berbicara lagi!" Teriak Alaisa.
Sepertinya kondisi mental Alaisa sedikit terganggu. Karena banyak masalah yang datang menghampirinya. Dan mungkin juga sakit kepala itu berasal dari kejadian Alaisa yang di sekap waktu itu. Seingat Alaisa waktu itu, dia sadar dengan kondisi bajunya yang berantakan. Hanya itu yang diingat Alaisa. Dia tidak ingat apa-apa lagi setelah penjahat itu membius Alaisa hingga pingsan. Mungkin saja ada memori yang terlupakan oleh Alaisa karena terlalu banyak beban pikiran. Ada kemungkinan Alaisa waktu itu sempat sadar pas sudah sampai di tempat penyekapan itu, tapi kembali dibius oleh penjahat tersebut.
Alara pulang ke rumah bersama Syafa dan bibik. Tak lama setelah itu mama Alara muncul dengan penampilan berantakan dan bau alkohol. Sepertinya mama Alara habis mabuk-mabukan semalam diluar.
Alara dan bibik memapah mamanya ke kamar. Dan meminta bibik nanti untuk mengurus mama kalau mamanya sudah bangun.
Alara menjelaskan semua yang terjadi di rumah pada Syafa. Dan meminta Syafa tidak perlu khawatir. Kemudian mengantar Syafa ke kamarnya untuk beristirahat.
Bel rumah Alara berbunyi. Pak Kedi membukakan gerbang. Kemudian mempersilakan Akara untuk masuk.
Alara sedang duduk di bangku yang ada di kolam renang belakang rumahnya.
Alara melihat-lihat foto-foto dia dan Akara kemaren. Alara senyum-senyum sendiri. Tapi tiba-tiba kembali sedih. Alara melihat wallpaper handphonenya masih foto dia bersama Alaisa. Besok di sekolah Alara harus bicara dengan Alaisa.
Akara datang menghampiri Alara. "Siang menjelang sore landak." Ucap Akara sembari mengacak-acak rambut Alara.
"Kamu kok bisa masuk...? Siapa yang izinin...?" Ucap Alara bingung.
"Pak Kedi yang izinin. Karena aku bilang udah janjian sama kamu." Jawab Akara santai.
"Benar-benar ya pak Kedi. Sembarang izinin orang lain masuk rumah." Timpal Alara.
"Kan aku bukan orang lain Ra, aku kan pacar kamu." Jadi nggak papa dong kalau diizinin masuk sama pak Kedi. Kata Akara dengan sedikit tersinggung.
"Ya bukan gitu maksud aku Ka. Kalau bukan kamu yang datang misalnya orang lain yang ngaku-ngaku kenal aku, kan bahaya Ka. Lagian kamu juga tahu di rumah isinya cewek semua. Aku cemas aja. Kamu tersinggung ya...? Maaf ya Ka." Ucap Alara sembari melipat kedua tangannya dihadapan Akara.
"Ya nggak usah gitu juga landak. Nggak papa kok. Aku paham." Jawab Akara sembari menurunkan tangan Alara.
"Syafa mana Ra...?" Tanya Akara sambil melihat sekelilingnya.
"Syafa lagi istirahat. Kasihan dia dari kemaren susah tidur. Sekarang baru bisa tidur lama." Jawab Alara dengan wajah prihatin dengan kondisi Syafa.
"Semoga aja Syafa bisa ikhlas sepenuhnya untuk lepaskan kepergian mamanya." Ucap Akara.
"Aku tahu bangat bagaimana rasanya kehilangan sosok yang sangat kita sayang. Jadi aku paham bangat gimana perasaan Syafa dan juga perasaan Alaisa." Ucap Alara dengan mata yang sudah mulai berkaca-kaca.
"Sekarang hubungan kamu dengan Alaisa gimana Ra...?" Tanya Akara.
"Alaisa udah telpon kamu balik...?" Sambung Akara lagi.
"Pagi tadi aku datang ke makam ibu Alaisa. Tapi cuman lihat dari jauh. Karena hubungan kita lagi nggak baik-baik aja." Jawab Alara berusaha tegar.
"Memangnya kalian lagi ada masalah apa Ra....?" Tanya Akara lagi.
"Aku juga nggak tahu. Sepertinya Alaisa salah paham sama aku. Dan hubungan kita itu mulai tidak membaik waktu Alaisa pulang sekolah duluan. Sejak itu dia nggak pernah balas chat dan angkat telpon aku Ka." Jawab Alara.
"Sepertinya ada yang janggal deh Ra."
"Kamu bilang Alaisa nggak pernah pulang tampa bilang atau ngabarin kamu dulu, dan sekarang tiba-tiba Alaisa marah sama kamu." Kata Akara dengan merasa heran.
"Itu artinya ada sesuatu yang terjadi sama Alaisa waktu pulang sekolah itu. Dan pastinya ada kaitannya sama aku. Makanya dia marah sama aku karena nggak datang buat nolongin dia." Timpal Alara sudah paham dengan apa yang terjadi.
"Kalau benar dugaan kamu itu, berarti siapa orang yang berkemungkinan tega melampiaskan amarahnya pada Alaisa agar kamu merasa tersakiti juga. Karena kalau lewat kamu, dia tidak akan bisa balas dendam. Makanya dia pilih orang terdekat kamu Ra."
"Aku tahu siapa orangnya !" Tukas Alara sembari langsung berdiri menahan amarahnya.
"Aku harus pergi bentar Ka." Ucap Alara sembari berlari ke kamar ambil jaketnya.
"Kamu mau kemana Ra...? Bentar lagi magrib Ra." Teriak Akara berusaha menghentikan Alara.
Alara mengambil kunci motor milik papanya. Dia butuh cepat sampai ke tujuan. Makanya pakai motor, kalau pakai mobil kelamaan. Akara mengikuti Alara dengan mobilnya. Dia cemas dengan Alara. Alara pergi dalam keadaan marah dan hari udah magrib. "Ini nggak benar. Gue harus hentikan tindakan Alara." Ucap Akara dalam hati sembari mengendari mobilnya.
Alara membawa motor dengan kecepatan cukup tinggi. Dia harus selesaikan masalah ini sekarang juga.
Alara sampai di sebuah gedung kosong dekat sekolah. Dia lagi nunggu kedatangan seseorang.
"Ngapain lo ajak gue ketemuan disini...?" Tukas Kaisa.
"Gue mau tanya sama lo..., Waktu itu, pas pulang sekolah, Lo ada ketemu sama Alaisa nggak....?" Tanya Alara menahan kesal.
"Ngapain gue ketemuan sama babu lo. Nggak ada guna bangat." Jawab Kaisa santai. "Ya nggak guys...?" Sambung kaisa lagi.
"Iya dong.... Nggak penting bangat." Timpal Katra.
"Lo jangan bohong ya...!" Bentak Alara.
"Gue yakin, lo pasti bully sahabat gue waktu itu." Ucap Alara masih mengontrol emosinya.
"Apa untungnya bagi gue, apa alasan gue bully babu lo itu. Mungkin aja babu lo itu, udah bosan lo suruh-suruh terus, makanya dia sekarang cuekin lo." Jawab Kaisa sembari tertawa, diikuti dengan kedua temannya.
"Sial lo ya...!!" Bentak Alara. Udah berapa kali gue bilang Lala itu bukan babu gue !. Ngerti lo....!" Ucap Alara sembari mendorong kaisa ke lantai dengan keras.
"Emang lo punya bukti kalau gue yang udah bully orang yang katanya sahabat lo itu !" Kaisa balik membentak Alara.
"Sekarang gue memang nggak ada bukti, tapi lo jangan senang dulu. Tunggu aja. Gue bakal ngumpulin banyak bukti buat kasih lo pelajaran. Tegas Alara sambil menunjuk kearah Kaisa.
Kaisa memberi kode kepada kedua temannya. Teman Kaisa dengan cepat mengeluarkan benda dari dalam tasnya. Kemudian menempelkannya pada Alara. Seketika Alara pingsan. Kaisa menggunakan alat setrum untuk melumpuhkan Alara.
Kaisa sudah memperkirakan hal ini akan terjadi. Dia sudah tahu kalau tujuan Alara ingin bertemu dengannya pasti berkaitan dengan Alaisa. Jadi dia mempersiapkan alat itu untuk melawan Alara. Soalnya kalau pakai tangan kosong, Kaisa tidak akan bisa melawan Alara. Karena Alara jago bela diri. Tentu itu akan sulit bagi Kaisa.
Kaisa dan temannya mengikat Alara di tiang dekat gedung kosong itu. Sementara Akara masih belum sampai. Akara terjebak macet dijalan.
Kaisa menyuruh Katra untuk membuka jaket Alara. Dan kemudian menyuruh mauli siap-siap untuk merekam.
"Sekarang lo buka satu persatu kancing baju Alara. Mulai dari kancing paling atas dulu." Perintah Kaisa pada Katra.
"Ya kai." Ucap Katra sembari membuka satu persatu kancing baju Alara.
Disela-sela Katra mulai membuka satu-persatu kancing baju Alara. Baru dua kancing yang terbuka, "kayaknya ini sudah sangat keterlaluan deh Kai." Ucap Katra, sembari menghentikan tangannya untuk membuka kancing selanjutnya.
"Iya kai. Kita cari cara lain aja untuk balas perbuatan Alara sama lo kai." Sambung mauli membenarkan perkataan Katra.
"Lo berdua udah berani nolak perintah gue !" Bentak Kaisa.
"Bukan gitu kai." Jawab Katra.
"Gue nggak mau tahu! Lo berdua harus selesaikan ini sekarang juga !" Tegas Kaisa. "Buruan...!!" Teriak Kaisa.
Katra dan mauli tidak berani menolak lagi perkataan Kaisa. Kancing baju Alara sudah terbuka semua. Kaisa meminta mauli untuk segera merekam Alara.
"Rekaman ini bakal membuat hidup Alara makin hancur." Ucap Kaisa sambil tertawa puas.
Belum sempat Kaisa memasukan handphonenya ke tas, Akara berhasil merebutnya dari Kaisa dan menghancurkannya.
"Gila lo !" Bentak Akara pada Kaisa.
"Padahal Lo juga seorang wanita. Tapi nggak mikir dua kali untuk merusak kehormatan wanita lain." Sambung Akara sembari menutupi badan Alara dengan jaket.
"Gue Nggak ada urusan ya sama lo !" Bentak Kaisa.
"Kalau menyangkut Alara, lo selalu berurusan sama gue. Ngerti lo." Tegas Akara sambil menggendong Alara. Kemudian berlalu meninggalkan Kaisa menuju mobilnya.
Kaisa sangat kesal. Dia tambah marah. Beraninya Akara menghinanya seperti itu. Kaisa tambah benci pada Alara. Alara bukan hanya merebut ketenarannya di sekolah tapi juga membuat orang yang dia suka ikut membencinya. Kaisa bertekad untuk membalas Alara lebih dari ini.
Akara membantu menyadarkan Alara.
Alara tersadar dan terkejut dengan bajunya yang berantakan. Dia mengira Akara mau macam-macam dengannya. Akara menyuruh Alara untuk merapihkan bajunya terlebih dahulu. Baru setelah itu dia akan jelaskan pada Alara apa yang terjadi.
Akara menjelaskan pada Alara, apa yang terjadi setelah dia pingsan. Setelah mendengarnya Alara sangat marah. Dan bakalan bikin perhitungan besok dengan Kaisa di sekolah. Tapi Akara meminta pada Alara untuk jangan membalas lagi perbuatan Kaisa. Karena kalau tidak ada yang mengalah diantara mereka berdua, masalah ini akan terus berlanjut dan tidak akan pernah temu titik terangnya. Akara juga khawatir dengan Alara. Kaisa orangnya sangat nekat dan nggak main-main dengan tindakannya. Alara tidak bisa janji pada Akara. Dia hanya mencoba untuk mempertimbangkan ucapan Akara.
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments