Angin malam berhembus menusuk pakaian yang aku kenakan. Hawa dingin sangat terasa di sekujur tubuhku. Anehnya, hatiku tak merasakannya, hanya ada gejolak cemburu yang tersisa.
Malam ini, detik ini di kamarku, aku renungkan segala kelakuanku yang terjadi di sore tadi. Meski Kak Nisya dan Syifa tidak menanyakan hal itu padaku. Tapi, aku merasa tidak enak meninggalkan mereka begitu saja tanpa pamit terlebih dahulu.
Apa aku salah mempunyai rasa pada seseorang yang sudah menjalin hubungan dengan orang lain? Bukankah itu tidak ada larangannya? Rasa suka itu tak bisa dicegah jika ia sudah menetap. Aku tak bisa memilih kepada siapa hati ini berlabuh, aku hanya bisa mengontrol hati ini agar tidak meledak seketika.
Semua pikiranku dipenuhi bayangan-bayangan dimana Kak Nisya dan Kak Izam bersama.
Istighfar Ra, Istighfar! Kamu datang kesini untuk mencari ilmu bukan mencari jodoh, ikhlaskan semua yang terjadi dan berdoalah kepada Allah karena Dia-lah Sang Maha Segalanya.
"Ra ..." suara Maryam menghentikan lamunanku akan tetapi aku masih belum menjawab panggilannya.
"Humaira Azzahra .... " Aku tersentak saat Maryam terus memanggil namaku.
"Ah, iya kenapa Mar?" tanyaku pada Maryam.
"Kamu yang kenapa? Sudah malam jangan melamun terus! Sebaiknya kamu istirahat!" perintah Maryam padaku.
"Eh, aku nggak papa kok, baiklah sebentar lagi aku juga akan beristirahat," ujar ku pada Maryam.
"Aku tidur duluan ya, Ra. Jangan tidur malam-malam, nggak baik buat kesehatan." Maryam menasehati ku kemudian tertidur.
"Huft, kenapa aku susah sekali untuk tidur? Mungkin dengan membaca Al Quran, hati dan pikiranku akan tenang kembali." Aku berbicara pada diriku sendiri.
Aku langkahkan kaki ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Kemudian aku menggelar sajadah kesayanganku menghadap ke kiblat.
Aku teringat pada sebuah firman Allah yang artinya, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Rad ayat 28). Selalu mengingat Allah akan mendatangkan ketentraman dan kedamaian hati.
Aku mulai membaca Al Quran dengan tartil. Seketika itu pun, rasa gelisah, gundah, dan cemburu seakan menghilang terbawa oleh angin. Rasa damai, tentram, dan tenang muncul dengan sendirinya. Hingga aku tak menyadari bahwa laki-laki di balik dinding tengah mengikuti bacaan ku. Aku berhenti sejenak untuk memastikan apakah benar dia mengikuti bacaan ku? Atau mungkin hanya pendengaran ku saja yang salah? Meski kami sering membaca Al Quran bersama, tapi tak pernah sekalipun aku yang memulainya. Selalu laki-laki di balik dinding lah yang memulai.
"Kenapa berhenti ukhti? Lanjutkan lah!" Laki-laki di balik dinding mulai membuka suara.
"Kenapa kamu mengikuti bacaan ku? Bukankah ini sudah larut malam sekali? Seharusnya kamu sudah beristirahat akhi," ucapku pada laki-laki di balik dinding.
"Bukankah pertanyaan yang kamu ajukan padaku juga berlaku untuk dirimu sendiri, ukhti?" Laki-laki ini malah membalikan pertanyaan padaku.
"Hatiku sedang tidak baik, makanya aku menenangkan diri dengan membaca Al Quran," jelas ku padanya.
"Lepaskanlah semua kegelisahan mu saat kamu membaca Al Quran, dan pasrahkan semuanya kepada Sang Pencipta alam semesta. Dengan begitu, ketentraman hati akan kamu raih dengan mudahnya." Laki-laki itu berbicara dengan entengnya.
"Sudah aku lakukan, tapi belum sepenuhnya hati ini tenang," jelas ku lagi.
"Itu berarti, kamu belum sepenuhnya menyerahkan kegelisahan mu," jawab laki-laki di balik dinding.
"Mungkin kamu benar, akhi. Aku akan mencobanya sekarang. Istirahatlah! sudah larut malam tidak baik untuk kesehatanmu!" ucapku sambil menyuruh laki-laki di balik dinding beristirahat.
"Biarkan aku menemanimu, ukhti. Lagipula ini ladang pahala bagiku, disaat yang lainnya sedang tertidur dengan pulasnya, aku justru beribadah kepada Allah. Bukankah ini sebuah keuntungan besar untukku?" Laki-laki ini menawarkan diri menemaniku dan kemudian menjelaskan alasannya.
"Kamu benar, baiklah aku akan mengizinkanmu menemaniku," jawabku mengizinkan.
Kami membaca bergantian seperti biasanya. Hanya waktu yang berbeda. Biasanya kami tak pernah membaca di waktu yang selarut ini.
Aku menyadari bahwa di malam inilah, aku pertama kalinya berbincang-bincang dengan waktu yang agak lama dengan laki-laki di balik dinding. Ada rasa nyaman saat aku bisa mengobrol lebih lama dengan dia. Apa hatiku kini sudah berpindah pada laki-laki di balik dinding? Entahlah aku belum bisa memastikannya.
Selesai membaca bersama, aku berdzikir kepada Allah, mengucapkan tasbih, tahmid, tahlil dan takbir dilanjutkan dengan membaca ayat kursi.
Tahmid, yaitu mengucapkan alhamdulillah (Segala puji bagi Allah). Tasbih, yaitu mengucapkan subhanallah (Maha suci Allah). Takbir, yaitu mengucapkan allahu akbar (Allah Maha besar). Tahlil, yaitu mengucapkan Laa ilaha illa Allah (Tiada tuhan selain Allah).
Dengan diakhiri ayat kursi hatiku menjadi lebih tenang. Dengan membaca ayat kursi akan memberikan khasiat nyata karena dalam ayat ini terdapat lima nama (asma’) Sang Khaliq yang agung yaitu Allah, al-Hayy, al-Qayyum, al-‘Aliyy, al-Adhim.
Setelah aku akhiri dzikir dengan ayat kursi tak lupa aku panjatkan doa untuk kedua orangtuaku, untuk diriku, untuk orang yang aku sukai, dan untuk dia yang di balik dinding.
********
Ayam jantan berkokok pertanda pagi mulai menyapa. Aku pun terbangun dari tidurku. Sementara Syifa dan Maryam masih terlelap dalam tidurnya.
Dingin itulah yang aku rasa saat kulitku menyentuh air dalam bejana. Tapi, tak apa aku memang ingin membersihkan tubuhku. Karena mandi ketika fajar memiliki banyak manfaat. Selesai mandi aku keluar dari kamar, hendak pergi ke masjid. Namun, tanpa sengaja aku menabrak seorang wanita.
"Maaf Kak, aku tidak sengaja." Aku menunduk seraya meminta maaf.
"Nggak papa kok, Ra. Kakak juga nggak liat-liat pas jalan." Ternyata wanita yang aku tabrak adalah Kak Nisya. Mengapa aku jadi tidak hafal perawakan Kak Nisya?
"Halo, Ra. Jangan melamun masih pagi nih!" Ucapan Kak Nisya menyadarkan ku.
"Hehe, maaf Kak, lagi banyak pikiran," ucapku.
"Ra, kakak tau ko apa yang sedang kamu pikirkan. Syifa sudah menceritakan semuanya ke kakak," ucap Kak Nisya sambil tersenyum. Aku hanya membalas senyum kikuk yang tidak bisa diartikan kalau itu adalah senyum.
Ih, Syifa ember! Kenapa kamu menceritakan semuanya ke Kak Nisya? Itu kan hanya rahasia kita berdua. Aku kan jadi malu? Mau taruh dimana wajahku. Pasti Kak Nisya akan berpikir yang bukan-bukan tentang aku. Bagaimana ini? Aku takut kalau Kak Nisya cemburu aku menyukai orang yang dekat dengan dia, dumel ku dalam hati.
"Aku duluan yah, Kak." Aku berjalan lebih dulu dari Kak Nisya. Aku belum siap menerima kenyataan bahwa Kak Nisya sudah tau seluruh isi hatiku. Semua gara-gara Syifa si ember bocor.
Awas kamu ya, Syifa! Nanti siang akan aku goreng kamu di teriknya mentari! kesal ku dalam hati.
*****
Baper ga?🤣
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Tari Gan
lanjut
2022-10-15
0
Irma Wati
sumvah langsung jatuh cinta sama si izam. wkwkw
2022-10-09
0
Marlina Marlina
padahal kam Nisya
sudah tahu ya thor...
apa kak kak nisya keluar dari pesantren karena di jodohkan thor?
2022-10-09
1