Bayangan posisi matahari tepat di atas kepalaku agak condong sedikit ke barat. Pertanda waktu dhuhur telah tiba. Aku dan Syifa berhenti berbincang-bincang dan bersiap ke masjid.
"Ra, bagaimana jika Kak Riza memberimu surat lagi dan kemudian mengajak ta'aruf kembali, apakah kamu masih tetap akan menolaknya?" Syifa bertanya padaku karena hatinya belum sepenuhnya tenang.
"Syif, percaya padaku. Walupun, jika pikiranmu itu terjadi lagi, aku akan tetap menolaknya. Namun, aku bisa apa? Jika Allah sudah berkehendak aku dengan dia. Karena Allah maha membolak-balikkan hati manusia," ucapku menjelaskan.
"Iya aku mengerti, Ra. Aku hanya belum siap jika itu terjadi lagi." Syifa berusaha menahan air mata yang akan menetes.
"Berdoalah, semoga kamu nanti berjodoh dengan dia. Tapi, jangan terlalu meminta akan berjodoh dengan dia. Karena jika kamu berdoa supaya bersanding dengan dia, namun kenyataannya malah tidak, itu akan membuat hati kamu lebih tersakiti. Berdoalah meminta yang terbaik, dengan begitu jika kamu tidak bersanding dengan dia, kamu akan lebih tenang. Saat ini kosongkan pikiranmu tentang dia. Tidak baik terus berlarut dalam kesedihan," ucapku panjang lebar pada Syifa.
Aku sadar apa yang aku sampaikan pada Syifa, juga berarti untuk aku. Semoga aku bisa mencoba ikhlas dengan apa yang terjadi hari ini.
Aku dan Syifa melangkah kaki menuju ke masjid. Terlihat begitu ramai santri yang telah ada disana. Mereka memandang sinis padaku. Aku hanya berbalas senyum.
Sholat duhur pun didirikan. Selesai sholat, biasanya ada yang memberikan sebuah kultum. Kultum kali ini sangat menyentuh di hatiku. Tentang bagaimana Rasulullah menghadapi berbagai macam cacian, hinaan, mendoakan dirinya hal yang tidak baik tapi Rasulullah tetap mendoakan orang yang menyakitinya.
Dalam kisahnya, serombongan orang-orang Yahudi mengunjungi Nabi Muhammad SAW dan mengucapkan, "Kecelakaan bagimu (Muhammad)." Aisyah, istri Nabi yang ada di dekatnya tidak terima suaminya didoakan tidak baik oleh rombongan tersebut. Ia kemudian membalasnya, "Kecelakaan dan laknat Allah bagi kalian." Mendengar balasan Aisyah tersebut, Nabi menenangkan istrinya, "Santai saja wahai Aisyah, sesungguhnya Allah menyukai kasih sayang dalam setiap hal."
Aisyah mengingatkan Nabi tentang apa yang diucapkan orang-orang Yahudi yang menghinanya, "Apakah engkau tidak mendengar apa yang mereka katakan tentangmu wahai Rasulullah?" Rasulullah menjawab, "Aku sudah menjawabnya: Dan juga bagi kalian."
Sangat singkat jawaban Nabi terhadap orang-orang yang menghinanya, "Dan juga bagi kalian." Bukan hanya tidak menjawab lebih, Nabi juga melarang orang lain termasuk orang tersayangnya untuk membalas lebih dari apa yang dilakukan oleh orang yang menghinanya.
Alasannya tidak lain karena seperti sabda Beliau, "Ampunilah kaumku ya Allah! Sesungguhnya mereka (menghina/menyakitiku) karena tidak tahu."
Sungguh mulia sifat beliau! Aku tidak ada apa-apanya daripada beliau. Masalahku mungkin tidak ada seujung kuku pun dari masalah Rasulullah. Tapi, beliau selalu berbesar hati mendoakan orang yang menyakitinya.
Come on Ra! Kamu harus bisa mencontoh sikap Nabi seperti itu. Walau sulit, tapi Allah tak pernah memberikan hamba-Nya cobaan di luar batas kemampuan hamba-Nya, batinku menguatkan.
Seorang lelaki yang mengisi kultum pun turun dari mimbar nya. Pertanda kultum telah selesai. Aku dan Syifa bergegas keluar masjid. Namun terdengar bisikan-bisikan yang tak enak di dengar oleh telingaku dari depan depan masjid.
"Kalian udah tau belum? Katanya si santriwati dari Bogor itu tadi berduaan dengan Kak Riza," ucap wanita yang aku kenal. Dia adalah Helen.
"Ah, masa sih? Sepertinya Ira tidak seperti itu, dia tau betul batasan-batasan yang ada di pesantren ini," ucap santriwati lain.
"Kalian tidak percaya denganku? Aku lihat sendiri dengan mata kepalaku. Bahkan, dia juga berusaha mendekati Kak Izam," ujar Helen yang mulai geram dengan santriwati yang tidak mempercayainya.
"Astaghfirullah, tak aku sangka ternyata dia wanita yang tidak benar, sudah berduaan dengan Kak Riza, malah masih berusaha mendekati Kak Izam juga. Aku tidak habis pikir dengan kelakuannya. Harusnya keluar saja dari pesantren ini. Bisa-bisa tercemar nama baik pesantren kalau mengetahui santriwatinya ada yang kegatelan," ucap santriwati lain dengan penuh emosi.
Aku yang mendengar semua penuturan-penuturan yang tidak benar itu, ingin sekali menjelaskan bahwa apa yang mereka katakan itu salah. Tapi, aku urungkan niatku. Karena percuma saja, mungkin mereka akan bertambah membicarakan aku di belakang ku.
"Kalian tidak boleh membicarakan orang lain di belakangnya, itu sudah termasuk ghibah. Pahala kalian nantinya akan dengan sia-sia berpindah kepada orang yang kalian bicarakan," ucap santriwati yang baru mau keluar dari masjid yang tanpa sengaja mendengar kemudian pergi.
Ghibah adalah menggunjingkan orang lain untuk membicarakan aibnya, kekurangannya, kecacatannya, dan rahasianya. Bila orang yang diperbincangkan mendengar pasti merasa jengkel dan benci. Perbuatan semacam ini merupakan kedzaliman, meskipun yang dibicarakan itu sesuai dengan kenyataan.
"Dih, nggak sadar. Dia sendiri suka membicarakan orang. Tapi aku benar, aku mengatakan yang sejujurnya pada kalian. Sayangnya aku tidak mempunyai bukti untuk melaporkan dia yang sudah berduaan dengan lelaki," ucap Helen dengan emosi.
"Tenang aja Helen, kebenaran akan terungkap nantinya. Kita akan tau siapa Ira sebenarnya. Hanya menunggu waktu saja, kapan dia akan di tendang dari pesantren ini," ucap santriwati lain yang sudah dipenuhi amarah.
Aku melihat Helen tersenyum kecut, sepertinya dia masih membenciku. Entah apa salahku padanya, dia dengan teganya membicarakan aku di belakang ku.
"Ra, kamu nggak papa?" Ucapan Syifa membuat aku mendongak.
"Iya aku nggak papa kok," ucapku dengan hati yang sebenarnya teriris.
"Ayo, kita ke kamar aja. Tidak usah kamu pikirkan perkataan orang-orang itu. Mereka hanya segelintir orang yang merasa iri padamu." Ucapan Syifa sedikit membuat aku tenang.
"Makasih Syifa, ayo kita ke kamar," ucapku pada Syifa.
Kami berdua keluar dari masjid melewati para santriwati yang sedang membicarakan aku. Hatiku sakit mengingat apa yang dibicarakan mereka tadi. Aku berusaha melewati mereka dengan sopan dan ramah.
"Hai, sepertinya kalian sedang asyik bertukar cerita." Aku menyapa dengan semburat senyum di bibirku.
"Iya, dan kamu tidak perlu tau," ucap Helen dengan ketusnya. Sementara yang lain terdiam, mungkin mereka takut aku mendengar pembicaraan mereka.
"Baiklah, aku duluan yah semuanya," ucapku seraya pergi keluar masjid. Hanya dibalas dengan raut wajah tak enak dari Helen.
Ketika sudah berjalan agak jauh dari mereka, Syifa selalu menggenggam tanganku. Seakan memberikan kekuatan yang tiada hentinya.
"Aku selalu bersamamu dalam suka maupun duka. Tak perduli orang berkata apapun tentang dirimu. Bagiku, kamu adalah wanita yang baik, sabar sekaligus sahabatku." Ucapan Syifa membuat aku terharu. Tak henti-hentinya aku mengucapkan syukur kepada Allah.
Terimakasih ya Allah, Engkau telah memberikan aku sahabat yang selalu ada untukku.
Aku hanya menganggukkan kepalaku. Aku tak mampu lagi mengungkapkan kata-kata. Meski hatiku tersakiti, masih ada orang yang selalu mencoba menjadi penyembuh sakit ku. Yaitu sahabatku Syifa. Aku harus sabar menghadapi semua cobaan ini. Karena Allah selalu beserta dengan orang-orang yang sabar.
Allah berfirman, “Allah mencintai orang yang bersabar, karena merekalah yang membuktikan cinta dan pengorbanan yang tulus untuk Allah ta’ala, mereka pulalah orang yang lulus dari segala ujian yang menghadang.”
Aku harus bisa menjadi orang yang selalu dicintai Allah. Meski cobaan nya itu berat, namun akan diganti dengan nikmat yang tiada bandingannya di akhirat nanti.
****
Coba diramaikan komentarnya di bawah ya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Sari Sari
semoga Ira bisa sabar dan menghadapi helena
2022-12-12
0
Tari Gan
sabar Ira,, insya Allah buah dari kesabaran mu akan manis
2022-10-09
1
Rosmaliza Malik
iya sabar ya humaira...
2022-10-09
0