Bab 13 - Ghibah

Bayangan posisi matahari tepat di atas kepalaku agak condong sedikit ke barat. Pertanda waktu dhuhur telah tiba. Aku dan Syifa berhenti berbincang-bincang dan bersiap ke masjid.

"Ra, bagaimana jika Kak Riza memberimu surat lagi dan kemudian mengajak ta'aruf kembali, apakah kamu masih tetap akan menolaknya?" Syifa bertanya padaku karena hatinya belum sepenuhnya tenang.

"Syif, percaya padaku. Walupun, jika pikiranmu itu terjadi lagi, aku akan tetap menolaknya. Namun, aku bisa apa? Jika Allah sudah berkehendak aku dengan dia. Karena Allah maha membolak-balikkan hati manusia," ucapku menjelaskan.

"Iya aku mengerti, Ra. Aku hanya belum siap jika itu terjadi lagi." Syifa berusaha menahan air mata yang akan menetes.

"Berdoalah, semoga kamu nanti berjodoh dengan dia. Tapi, jangan terlalu meminta akan berjodoh dengan dia. Karena jika kamu berdoa supaya bersanding dengan dia, namun kenyataannya malah tidak, itu akan membuat hati kamu lebih tersakiti. Berdoalah meminta yang terbaik, dengan begitu jika kamu tidak bersanding dengan dia, kamu akan lebih tenang. Saat ini kosongkan pikiranmu tentang dia. Tidak baik terus berlarut dalam kesedihan," ucapku panjang lebar pada Syifa.

Aku sadar apa yang aku sampaikan pada Syifa, juga berarti untuk aku. Semoga aku bisa mencoba ikhlas dengan apa yang terjadi hari ini.

Aku dan Syifa melangkah kaki menuju ke masjid. Terlihat begitu ramai santri yang telah ada disana. Mereka memandang sinis padaku. Aku hanya berbalas senyum.

Sholat duhur pun didirikan. Selesai sholat, biasanya ada yang memberikan sebuah kultum. Kultum kali ini sangat menyentuh di hatiku. Tentang bagaimana Rasulullah menghadapi berbagai macam cacian, hinaan, mendoakan dirinya hal yang tidak baik tapi Rasulullah tetap mendoakan orang yang menyakitinya.

Dalam kisahnya, serombongan orang-orang Yahudi mengunjungi Nabi Muhammad SAW dan mengucapkan, "Kecelakaan bagimu (Muhammad)." Aisyah, istri Nabi yang ada di dekatnya tidak terima suaminya didoakan tidak baik oleh rombongan tersebut. Ia kemudian membalasnya, "Kecelakaan dan laknat Allah bagi kalian." Mendengar balasan Aisyah tersebut, Nabi menenangkan istrinya, "Santai saja wahai Aisyah, sesungguhnya Allah menyukai kasih sayang dalam setiap hal."

Aisyah mengingatkan Nabi tentang apa yang diucapkan orang-orang Yahudi yang menghinanya, "Apakah engkau tidak mendengar apa yang mereka katakan tentangmu wahai Rasulullah?" Rasulullah menjawab, "Aku sudah menjawabnya: Dan juga bagi kalian."

Sangat singkat jawaban Nabi terhadap orang-orang yang menghinanya, "Dan juga bagi kalian." Bukan hanya tidak menjawab lebih, Nabi juga melarang orang lain termasuk orang tersayangnya untuk membalas lebih dari apa yang dilakukan oleh orang yang menghinanya.

Alasannya tidak lain karena seperti sabda Beliau, "Ampunilah kaumku ya Allah! Sesungguhnya mereka (menghina/menyakitiku) karena tidak tahu."

Sungguh mulia sifat beliau! Aku tidak ada apa-apanya daripada beliau. Masalahku mungkin tidak ada seujung kuku pun dari masalah Rasulullah. Tapi, beliau selalu berbesar hati mendoakan orang yang menyakitinya.

Come on Ra! Kamu harus bisa mencontoh sikap Nabi seperti itu. Walau sulit, tapi Allah tak pernah memberikan hamba-Nya cobaan di luar batas kemampuan hamba-Nya, batinku menguatkan.

Seorang lelaki yang mengisi kultum pun turun dari mimbar nya. Pertanda kultum telah selesai. Aku dan Syifa bergegas keluar masjid. Namun terdengar bisikan-bisikan yang tak enak di dengar oleh telingaku dari depan depan masjid.

"Kalian udah tau belum? Katanya si santriwati dari Bogor itu tadi berduaan dengan Kak Riza," ucap wanita yang aku kenal. Dia adalah Helen.

"Ah, masa sih? Sepertinya Ira tidak seperti itu, dia tau betul batasan-batasan yang ada di pesantren ini," ucap santriwati lain.

"Kalian tidak percaya denganku? Aku lihat sendiri dengan mata kepalaku. Bahkan, dia juga berusaha mendekati Kak Izam," ujar Helen yang mulai geram dengan santriwati yang tidak mempercayainya.

"Astaghfirullah, tak aku sangka ternyata dia wanita yang tidak benar, sudah berduaan dengan Kak Riza, malah masih berusaha mendekati Kak Izam juga. Aku tidak habis pikir dengan kelakuannya. Harusnya keluar saja dari pesantren ini. Bisa-bisa tercemar nama baik pesantren kalau mengetahui santriwatinya ada yang kegatelan," ucap santriwati lain dengan penuh emosi.

Aku yang mendengar semua penuturan-penuturan yang tidak benar itu, ingin sekali menjelaskan bahwa apa yang mereka katakan itu salah. Tapi, aku urungkan niatku. Karena percuma saja, mungkin mereka akan bertambah membicarakan aku di belakang ku.

"Kalian tidak boleh membicarakan orang lain di belakangnya, itu sudah termasuk ghibah. Pahala kalian nantinya akan dengan sia-sia berpindah kepada orang yang kalian bicarakan," ucap santriwati yang baru mau keluar dari masjid yang tanpa sengaja mendengar kemudian pergi.

Ghibah adalah menggunjingkan orang lain untuk membicarakan aibnya, kekurangannya, kecacatannya, dan rahasianya. Bila orang yang diperbincangkan mendengar pasti merasa jengkel dan benci. Perbuatan semacam ini merupakan kedzaliman, meskipun yang dibicarakan itu sesuai dengan kenyataan.

"Dih, nggak sadar. Dia sendiri suka membicarakan orang. Tapi aku benar, aku mengatakan yang sejujurnya pada kalian. Sayangnya aku tidak mempunyai bukti untuk melaporkan dia yang sudah berduaan dengan lelaki," ucap Helen dengan emosi.

"Tenang aja Helen, kebenaran akan terungkap nantinya. Kita akan tau siapa Ira sebenarnya. Hanya menunggu waktu saja, kapan dia akan di tendang dari pesantren ini," ucap santriwati lain yang sudah dipenuhi amarah.

Aku melihat Helen tersenyum kecut, sepertinya dia masih membenciku. Entah apa salahku padanya, dia dengan teganya membicarakan aku di belakang ku.

"Ra, kamu nggak papa?" Ucapan Syifa membuat aku mendongak.

"Iya aku nggak papa kok," ucapku dengan hati yang sebenarnya teriris.

"Ayo, kita ke kamar aja. Tidak usah kamu pikirkan perkataan orang-orang itu. Mereka hanya segelintir orang yang merasa iri padamu." Ucapan Syifa sedikit membuat aku tenang.

"Makasih Syifa, ayo kita ke kamar," ucapku pada Syifa.

Kami berdua keluar dari masjid melewati para santriwati yang sedang membicarakan aku. Hatiku sakit mengingat apa yang dibicarakan mereka tadi. Aku berusaha melewati mereka dengan sopan dan ramah.

"Hai, sepertinya kalian sedang asyik bertukar cerita." Aku menyapa dengan semburat senyum di bibirku.

"Iya, dan kamu tidak perlu tau," ucap Helen dengan ketusnya. Sementara yang lain terdiam, mungkin mereka takut aku mendengar pembicaraan mereka.

"Baiklah, aku duluan yah semuanya," ucapku seraya pergi keluar masjid. Hanya dibalas dengan raut wajah tak enak dari Helen.

Ketika sudah berjalan agak jauh dari mereka, Syifa selalu menggenggam tanganku. Seakan memberikan kekuatan yang tiada hentinya.

"Aku selalu bersamamu dalam suka maupun duka. Tak perduli orang berkata apapun tentang dirimu. Bagiku, kamu adalah wanita yang baik, sabar sekaligus sahabatku." Ucapan Syifa membuat aku terharu. Tak henti-hentinya aku mengucapkan syukur kepada Allah.

Terimakasih ya Allah, Engkau telah memberikan aku sahabat yang selalu ada untukku.

Aku hanya menganggukkan kepalaku. Aku tak mampu lagi mengungkapkan kata-kata. Meski hatiku tersakiti, masih ada orang yang selalu mencoba menjadi penyembuh sakit ku. Yaitu sahabatku Syifa. Aku harus sabar menghadapi semua cobaan ini. Karena Allah selalu beserta dengan orang-orang yang sabar.

Allah berfirman, “Allah mencintai orang yang bersabar, karena merekalah yang membuktikan cinta dan pengorbanan yang tulus untuk Allah ta’ala, mereka pulalah orang yang lulus dari segala ujian yang menghadang.”

Aku harus bisa menjadi orang yang selalu dicintai Allah. Meski cobaan nya itu berat, namun akan diganti dengan nikmat yang tiada bandingannya di akhirat nanti.

****

Coba diramaikan komentarnya di bawah ya.

Terpopuler

Comments

Sari Sari

Sari Sari

semoga Ira bisa sabar dan menghadapi helena

2022-12-12

0

Tari Gan

Tari Gan

sabar Ira,, insya Allah buah dari kesabaran mu akan manis

2022-10-09

1

Rosmaliza Malik

Rosmaliza Malik

iya sabar ya humaira...

2022-10-09

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Bab 1 - Teman Sekamar
3 Bab 2 - Mengisi Hadroh
4 Bab 3 - Perayaan
5 Bab 4 - Siapa laki-laki di balik dinding itu?
6 Bab 5 - Kebencian Helen
7 Bab 6 - Awal Mengaji Bersama
8 Bab 7 - Jilbab Putih
9 Bab 8 - Izam Namanya
10 Bab 9 - Menulis di Buku Harian
11 Bab 10 - Sebuah Surat
12 Bab 11 - Pertemuan
13 Bab 12 - Pengakuan
14 Bab 13 - Ghibah
15 Bab 14 - Maafkan Saya Ukhti
16 Bab 15 - Firasat
17 Bab 16 - Hadiah
18 Bab 17 - Biarkan Aku Menemanimu
19 Bab 18 - Suara ini?
20 Bab 19 - Mencurigakan
21 Bab 20 - Malam Terakhir
22 Bab 21 - Fitnah
23 Bab 22 - Jangan Mengedepankan Amarah
24 Bab 23 - Pencarian Bukti (1)
25 Bab 24 - Pencarian Bukti (2)
26 Bab 25 - Sidang (1)
27 Bab 26 - Sidang (2)
28 Bab 27 - Kepergian Helen
29 Bab 28 - Perpisahan
30 Bab 29 - Sepupu
31 Bab 30 - Tahun Keempat
32 Bab 31 - Mengikuti Perlombaan
33 Bab 32 - Latihan
34 Bab 33 - Pemenang Lomba
35 Bab 34 - Cinta dalam Diam
36 Bab 35 - Memaknai Kata Cinta
37 Bab 36 - Perpisahan
38 Bab 37 - Pulang ke rumah
39 Bab 38 - Bertemu Kembali
40 Bab 39 - Diterima Kerja
41 Bab 40 - Ajakan
42 Bab 41 - Mawar
43 Bab 42 - Tak Pernah Hilang
44 Bab 43 - Laki-laki di Balik Dinding
45 Bab 44 - Surat Balasan
46 Bab 45 - Jawaban
47 Bab 46 - Pengirim Mawar
48 Bab 47 - Bukan Halusinasi
49 Bab 48 - Cerita dengan Syifa
50 Bab 49 - Tentang Malaikat
51 Bab 50 - Yang Datang?
52 Bab 51 - Bukan Keduanya
53 Bab 52 - Maaf dan Terima Kasih
54 Bab 53 - Pernikahan
55 Bab 54 - Suamiku adalah ....
56 Bab 55 - Takdir Allah Itu Indah
57 Bab 56 - Malam Pertama Yang Tak Biasa
58 Bab 57 - Malam Pertama Yang Tak Biasa (2)
59 Bab 58 - Aku Mencintaimu
60 Bab 59 - Malam Pertama Sesungguhnya
61 Epilog
62 Pengumuman
63 Pemenang
64 Sentuhan Cinta Aura by Yoyota
65 Terjebak Cinta Jorell by Yoyota
66 Cinta Sang Aktor by Yoyota
67 Dibuang Setelah Melahirkan by Yoyota
Episodes

Updated 67 Episodes

1
Prolog
2
Bab 1 - Teman Sekamar
3
Bab 2 - Mengisi Hadroh
4
Bab 3 - Perayaan
5
Bab 4 - Siapa laki-laki di balik dinding itu?
6
Bab 5 - Kebencian Helen
7
Bab 6 - Awal Mengaji Bersama
8
Bab 7 - Jilbab Putih
9
Bab 8 - Izam Namanya
10
Bab 9 - Menulis di Buku Harian
11
Bab 10 - Sebuah Surat
12
Bab 11 - Pertemuan
13
Bab 12 - Pengakuan
14
Bab 13 - Ghibah
15
Bab 14 - Maafkan Saya Ukhti
16
Bab 15 - Firasat
17
Bab 16 - Hadiah
18
Bab 17 - Biarkan Aku Menemanimu
19
Bab 18 - Suara ini?
20
Bab 19 - Mencurigakan
21
Bab 20 - Malam Terakhir
22
Bab 21 - Fitnah
23
Bab 22 - Jangan Mengedepankan Amarah
24
Bab 23 - Pencarian Bukti (1)
25
Bab 24 - Pencarian Bukti (2)
26
Bab 25 - Sidang (1)
27
Bab 26 - Sidang (2)
28
Bab 27 - Kepergian Helen
29
Bab 28 - Perpisahan
30
Bab 29 - Sepupu
31
Bab 30 - Tahun Keempat
32
Bab 31 - Mengikuti Perlombaan
33
Bab 32 - Latihan
34
Bab 33 - Pemenang Lomba
35
Bab 34 - Cinta dalam Diam
36
Bab 35 - Memaknai Kata Cinta
37
Bab 36 - Perpisahan
38
Bab 37 - Pulang ke rumah
39
Bab 38 - Bertemu Kembali
40
Bab 39 - Diterima Kerja
41
Bab 40 - Ajakan
42
Bab 41 - Mawar
43
Bab 42 - Tak Pernah Hilang
44
Bab 43 - Laki-laki di Balik Dinding
45
Bab 44 - Surat Balasan
46
Bab 45 - Jawaban
47
Bab 46 - Pengirim Mawar
48
Bab 47 - Bukan Halusinasi
49
Bab 48 - Cerita dengan Syifa
50
Bab 49 - Tentang Malaikat
51
Bab 50 - Yang Datang?
52
Bab 51 - Bukan Keduanya
53
Bab 52 - Maaf dan Terima Kasih
54
Bab 53 - Pernikahan
55
Bab 54 - Suamiku adalah ....
56
Bab 55 - Takdir Allah Itu Indah
57
Bab 56 - Malam Pertama Yang Tak Biasa
58
Bab 57 - Malam Pertama Yang Tak Biasa (2)
59
Bab 58 - Aku Mencintaimu
60
Bab 59 - Malam Pertama Sesungguhnya
61
Epilog
62
Pengumuman
63
Pemenang
64
Sentuhan Cinta Aura by Yoyota
65
Terjebak Cinta Jorell by Yoyota
66
Cinta Sang Aktor by Yoyota
67
Dibuang Setelah Melahirkan by Yoyota

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!