Tibalah pada suatu momen yang sangat menggembirakan bagi para santriwan dan santriwati. Acara pentas seni islami akan dimulai dalam beberapa menit lagi. Jantung ku berdetak, wajahku mulai berkeringat. Padahal udara sedang dingin, karena pentas diadakan pada malam hari setelah sholat isya. Sepertinya aku gugup, ini adalah kali pertama aku akan bernyanyi di depan banyak orang.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Kak Nisya sebagai pembawa acara membuka acara.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab semuanya.
"Yang terhormat KH. Abdul Rozak selaku pemilik pondok pesantren, yang Saya hormati para ustadz dan ustadzah serta para santiwan dan santriwati yang saya banggakan. Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas nikmat iman, islam serta sehat sehingga kita bisa berkumpul disini di acara pentas seni islami untuk merayakan hari jadi ke 25 pondok pesantren tercinta kita. Sholawat beserta salam semoga tetap tercurahkan kepada Baginda Rasulullah SAW. Baiklah untuk mempersingkat waktu, mari kita saksikan penampilan dari grup marawis as-shidiq."
Sholatunbisalamil mubin linugthotit ta'yii ni ya ghoroomii (6x)
Nabiyyuna kaana ashlattak wiini min 'ahdi kun fayakuunu yaa ghoroomii
Nabiyyuna kaana ashlattak wiini
min 'ahdi kun fayakuunu yaa ghoroomii.
Masyaallah, merdu sekali suara lantunan sholawat nya.
Aku sampai terkagum-kagum dengan suara lelaki ini. Sebentar lagi adalah giliran aku bersama yang lainnya maju ke atas panggung.
"Prokkk ... prokkk ... prokkk."
Terdengar suara tepuk tangan yang meriah ketika penampilan dari As-Shidiq selesai.
"Masyaallah, penampilan yang menarik dari grup marawis as-shidiq, selanjutnya mari kita saksikan penampilan dari grup hadroh firdaus."
Aku memantapkan hatiku, untuk tetap tenang. "Aku pasti bisa," ucapku menyemangati diriku sendiri.
"Ayo Ira, kamu pasti bisa," ucap Kak Nisya menyemangati ku tanpa memakai mikrofon.
Rohatil athyaru tasydu,
Bi layaa lil maulidi,
Wa bariqunnu riyabdu,
Min ma'aani Ahmadi,
Wa bariqunnu riyabdu,
Min ma'aani Ahmadi
Bi layaa lil maulidi.
Lelaki itu memberikan senyuman saat aku sedang bersholawat di depan. Entah apa maksud dari senyuman tersebut. Atau akunya saja yang gede rasa?
Aku akhirnya lega karena aku sudah tampil di depan panggung.
"Masyaallah, penampilan yang luar biasa dari grup hadroh firdaus."
Satu persatu perwakilan dari setiap kelas maju ke atas panggung. Aku menyaksikannya dengan hati gembira. Baru kali ini aku merasakan betapa indahnya bersholawat serta kebersamaan yang begitu erat.
Aku merasakan ngilu di leherku sehingga aku menengokkan kepalaku ke arah kiri. Lelaki itu pun menengokkan kepalanya ke arah kanan. Mata kami tak sengaja bertemu pandang kembali.
Kenapa aliran darahku terasa begitu cepat? apakah ini karena lelaki itu?
Setiap kelas telah menampilkan pentas seninya. Saatnya pengumuman. "Untuk juara kedua pentas seni islami kali ini, jatuh kepada grup hadroh firdaus. Dan juara yang pertama adalah grup marawis as-shidiq."
Aku sungguh tak percaya bisa menjadi juara kedua. Padahal, masih banyak penampilan yang bagus dari pada kami.
"Terimakasih kepada semuanya yang telah berpartisipasi dalam rangka memeriahkan hari jadi pesantren yang ke 25, untuk itu marilah kita berdoa supaya pesantren kita bisa menjadi lebih baik lagi. Kepada KH. Abdul Rozak, Saya persilahkan untuk memimpin doa."
Doa pun selesai dipanjatkan.
"Marilah kita tutup acara ini dengan bacaan hamdalah, alhamdulillah. Saya memohon maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan di hati. Karena sejatinya kebenaran hanya milik Allah SWT dan kesalahan adalah milik saya. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab semuanya.
Setelah acara selesai, aku langsung melangkahkan kaki menuju ke asrama. Tapi, aku berhenti ketika terdengar suara kak Nisya memanggilku.
"Ra, tungguin kakak." Kak Nisya sambil menghampiriku.
"Tadi, penampilan kamu bagus banget, Ra. Kakak nggak menyangka lho kalau kamu suara kamu sebagus itu."
"Hehe, sebenernya aku memang suka bernyanyi kak," ucapku pada kak Nisya.
"Pantas saja suaramu merdu seperti itu, ayo kita bareng aja ke asramanya."
Aku dan Kak Nisya berjalan bersama menuju asrama. Tapi telingaku mendengar sesuatu yang membuat sakit hatiku.
"Liat itu, si santri dari Bogor baru masuk aja udah dipuji, udah dekat sama kak Nisya, memang suka cari perhatian."
Kalau tidak ada Kak Nisya di sampingku mungkin aku akan menangis saat ini juga. Siapa sih yang tega berbicara seperti itu? Aku kan nggak pernah berbuat jahat sama dia. Hatiku terus membela diriku.
Sesampainya di asrama aku masuk terlebih dahulu. "Kak, aku masuk duluan yah? badanku terasa sangat cape," ucapku kemudian memasuki kamar.
Aku menjatuhkan tubuhku di atas kasur dan terasa ada butiran hangat dari mataku. Aku menangis, karena perkataan seseorang tentang diriku. Untung saja Syifa dan Maryam sudah tertidur pulas, jika tidak aku bisa jadi target bualan mereka berdua.
Terdengar suara lantunan ayat suci Al Quran dari tembok belakang kamarku. Sedihku seketika menghilang. Aku penasaran dengan siapa yang ada di balik dinding ini. Seolah-olah ia mengerti dengan perasaanku.
Aku mulai terlelap dalam tidurku, merasakan seperti ada yang menyanyikan lagu tidur untukku. Aku sungguh berterimakasih pada seseorang yang berada di balik dinding ini. Ia mampu meredakan sakit hatiku, serta menenangkan jiwaku. Yang ku tahu dia adalah seorang lelaki, karena suaranya terdengar sangat berat.
*****
Keesokan harinya, aku membersihkan tempat tidurku. "Ra, selesai membersihkan kamar kita ke pasar yuk," ajak Syifa padaku. Aku hanya menganggukkan kepalaku. Badanku penuh keringat, bajuku sudah banyak tertempel debu.
"Mandi dulu, Ra. Badanmu sudah penuh dengan keringat masam mu itu. Tadi aku udah izin ke ustadzah Lulu, kalau kita akan pergi ke pasar." Syifa kembali berbicara.
Aku menuruti saja perkataan Syifa toh sudah diizinkan oleh pengasuh asrama putri.
"Aku udah selesai mandi nih, aku mau siap-siap dulu iya, kamu tunggu di luar saja," ucapku sambil memakai jilbab.
Lima menit kemudian aku keluar dari kamar.
"Ayo, keburu kesiangan!" ajak Syifa padaku.
"Eh, kalian mau pada kemana?" tanya kak Nisya.
"Mau ke pasar kak," jawabku.
"Oh, ya sudah, hati-hati di jalan."
****
Wahh, part ini author rasa kurang greget yah..😆😆
Sekarang bertambah lagi ya, rasa penasaran Ira.
Siapa perempuan yang tega membicarakannya di belakangnya ?
Sampai saat ini saja Ira tidak tahu siapa laki-laki itu?
Ira malah dibuat penasaran lagi..
Siapa laki-laki di balik dinding kamarnya?
Tunggu part selanjutnya ...
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Umi Maryam
biar ada bumbu nya kalau ada yg julid jadi seru.
2023-05-18
0
Umi Maryam
Aku jadi ikut penasaran nih siapa yah yg mengaji di balik dinding , seperti nya calon nya Ira ya Thor? jadi semangat baca nya ,kalau cerita tentang anak2 santri aku seneng banget, tar keluarin juga yah pelajaran kitab dan Qur'an nya Thor.
2023-05-18
0
✍️⃞⃟𝑹𝑨🤎ᴹᴿˢ᭄мαмι.Ɱυɳιαɾ HIAT
di mana mana pasti ad yang julid🤭
2022-10-08
2