Lima belas menit kemudian aku dan Syifa sudah sampai di pasar. Entah apa yang mau aku beli, aku hanya mengikuti Syifa saja.
"Ra, kamu ngga mau beli apapun?" tanya Syifa padaku.
"Aku bingung mau beli apa, semua perlengkapan ku masih utuh semua, kan aku baru seminggu lebih di pesantren," ucapku memberi jawaban.
"Ya sudah, kalau gitu kita jalan-jalan dulu aja disini, kapan lagi kan kita bisa keluar," ucap Syifa sambil cengengesan.
"Ra, ayo kita liat-liat jilbab itu, siapa tau ada yang kita suka!" ajak Syifa sambil menarik tanganku.
"Boleh deh, aku juga jadi kepengen beli dalaman jilbab," ucapku seraya mengikuti Syifa.
Ketika kami berada di toko jilbab tersebut, aku melihat leelaki itu sedang memilih baju koko.
"Ra, kamu melihat apa?" tanya Syifa padaku.
"Ah, aku tidak melihat apa-apa kok," jawabku pada Syifa.
Dari toko tersebut aku membeli dalaman jilbab, sedangkan Syifa membeli jilbab.
Kami menghabiskan waktu di pasar untuk berkeliling-keliling sambil makan jajanan khas daerah sini.
"Aku senang, akhirnya aku punya teman sepertimu, Ra". Aku bingung kenapa dia berbicara seperti itu.
"Memangnya Maryam atau yang lainnya tidak pernah mengobrol seperti ini denganmu?" tanya aku berhati-hati takut menyinggung perasaan Syifa.
"Eum, lebih tepatnya mereka tidak mau mengobrol denganku, mereka selalu menjauhiku ketika aku menyapa mereka. Aku tidak punya teman disana." Terlihat raut wajah Syifa mulai berubah menjadi sedih.
"Lalu Maryam? Dia kan sekamar denganmu apakah kamu juga tidak pernah mengobrol dengannya?" Syifa menggeleng kemudian menjawab, "Aku dan dia mengobrol jika ada tugas atau ada sesuatu yang penting saja, Ra. Berbeda jika dengan kamu, aku bisa lebih menjadi diriku sendiri. Kamu selalu membalas sapaan ku."
Aku tersenyum dan berkata, "Dengarkan aku! Mulai sekarang kita akan jadi sahabat. Kalau kamu butuh aku, aku siap bantu kamu. Jangan sungkan untuk cerita ke aku kalau kamu punya masalah, sedih dan senang kita lewati bersama. Bukankah kita di pesantren diajarkan untuk mempererat ukhuwah islamiyyah? Nah, untuk itu kamu jangan pernah sungkan sama aku," ucapku menenangkan.
"Ayo kita pulang! Sebentar lagi mau dzuhur," ajak ku pada Syifa. Syifa mengangguk.
Lima belas menit kemudian kami sudah berada di depan gerbang pesantren. Ketika kami hendak memasuki gerbang pesantren, kami berpapasan dengan seorang lelaki.
"Eh, maaf. Silahkan duluan saja kak," ucapku mempersilahkan lelaki itu.
"Em, silahkan duluan, Ukhti." Lelaki itu mempersilahkan kami duluan memasuki gerbang.
"Ra, kamu mengenal kakak itu?" tanya Syifa penasaran.
"Lebih tepatnya bukan mengenal yah, tapi aku sering dengan tidak sengaja bertemu dengan kakak itu," jawabku sesuai dengan kenyataan.
"Kalau dari gosip yang aku dengar ya. Kakak itu tuh, sholeh orangnya, murotal Al Qur'an nya juga bagus, dia juga pernah juara lomba murotal se-Jawa Barat. Terus juga dia santri putra yang paling dekat dengan Abah layaknya seorang ayah dan anak."
"Masyaallah, lalu apakah kamu tau nama kakak itu?" tanyaku ingin tahu.
"Emm, sayangnya aku lupa siapa namanya," ucap Syifa memberitahu.
Tak terasa begitu asiknya mengobrol kami tak menyadari sudah ada di depan kamar.
"Ra, malam ini kamu mau ikut sama kakak, nggak?" ucap Kak Nisya membuat aku kaget.
"Eh, Kak Nisya buat aku kaget saja, mau kemana kak?" tanyaku ingin tahu.
"Mau ke rumah Abah, kamu bisa ikut kan, Ra?" tanya kak Nisya memastikan ku untuk ikut.
"Aku bisa kak," jawabku mengiyakan.
" Makasih, Ra. Kakak pergi dulu ya," ucap kak Nisya sambil berjalan keluar dari asrama.
"Ra, ko kamu bisa deket kaya gitu sama Kak Nisya? Aku aja yang udah 1 bulan lebih lama dari kamu ngga pernah tuh diajak ngobrol ataupun diajak pergi sama Kak Nisya."
"Yang bener kamu? Aku dari awal masuk pesantren ini sudah akrab dengan kak Nisya. Dia orangnya baik, asik juga."
"Kamu beruntung ya, Ra. Baru beberapa hari disini sudah punya teman untuk saling berbagi. Aku juga akhirnya beruntung punya teman seperti kamu."
"Sini peluk dulu," ajak ku kemudian memeluk Syifa.
"Jangan pernah bersedih lagi, wanita seperti kamu tidak pantas untuk meneteskan air mata. Janji sahabat"
Mulai saat ini, kami berdua berjanji untuk saling berbagi kisah baik itu senang ataupun sedih. Yah, aku di pesantren ini hanya dekat dengan Syifa dan Kak Nisya. Aku senang akhirnya mempunyai teman dan mulai bisa menyesuaikan diri di pesantren ini.
Malam harinya aku pergi ke rumah Abah bersama Kak Nisya. Rumah Abah masih berada di kawasan pesantren ini. Banyak sekali santiwan dan santriwati disini, tapi tak ada satupun dari mereka yang aku kenal kecuali lelaki itu.
"Kok kamu bingung gitu sih, Ra?" tanya kak Nisya.
"Hehe, aku bingung kak wajah-wajah mereka asing semua di mataku."
Kak Nisya mengerti apa yang aku katakan. Karena memang yang berkumpul di rumah Abah kebanyakan santriwan dan santriwati yang sudah lebih dari 2 tahun di pesantren ini. Entahlah mengapa aku bisa diajak untuk ikut ke rumah Abah.
Rasa penasaran berkecamuk dalam hatiku, ketika lelaki itu memanggil kak Nisya dan kemudian mengobrol bersama. Ada hubungan apa di antara mereka? Itulah yang selalu aku pikirkan.
"Hey, Ra jangan bengong ayo kita ke asrama, ini sudah larut malam," ajak kak Nisya.
"Hati-hati Nis," kata lelaki yang tak ku ketahui namanya sampai saat ini.
Sesampainya di asrama putri kami masuk ke kamar masing-masing. Terlihat dua wanita yang sudah tertidur dengan pulasnya. Sedangkan aku masih memikirkan kak Nisya dan lelaki itu.
Selang beberapa menit kemudian terdengar lagi suara seorang lelaki mengaji dengan merdunya. Suaranya kini menjadi candu tiap kali aku mendengarnya. Setiap pukul 10 malam, lelaki itu selalu mengaji. Itu yang ku pantau selama dua hari ini. Sejujurnya aku penasaran siapa lelaki yang berada di balik dinding ini. Ingin rasanya aku hancurkan dinding ini. Namun, aku tak setega itu menghancurkan tempat dimana aku menimba ilmu.
****
Coba ditebak siapa laki-laki itu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Sani Srimulyani
wah jd tambah penasaran nih.
2022-12-15
0
✍️⃞⃟𝑹𝑨🤎ᴹᴿˢ᭄мαмι.Ɱυɳιαɾ HIAT
zam donk
2022-10-08
0
Tari Gan
si zam zam itu x yah
2022-10-08
0