Tahun ke tahun telah berlalu. Aku menghadapi lika liku hidup di pesantren ini. Aku sudah kenyang dengan sebuah ghibah dan fitnahan orang-orang terhadapku. Semua itu bak makananku di setiap harinya.
Tak terasa, kebersamaan ku bersama dengan Kak Nisya begitu indah. Kak Nisya sebentar lagi selesai masa pengabdian di pesantren. Walau awalnya dia ingin lebih lama di pesantren ini, tapi dia juga ingin mengenal dunia di luar pesantren.
"Tok tok tok." Bunyi suara pintu yang aku ketuk.
Aku ketuk pintu kamar Kak Nisya seraya mengucapkan salam.
"Assalamualaikum Kak, ini Ira."
"Waalaikumsalam, masuk aja Ra. Pintunya nggak kakak kunci kok." Aku langsung masuk ke kamar saat si pemiliknya mengizinkan.
"Aku mau tanya sama kakak, apa benar kakak udah mau lulus dari pesantren ini? Dulu pas Ira pertama kali kesini kakak bilang akan lebih lama disini? Kenapa sekarang jadi berubah pikiran Kak?" Aku bertanya dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Iya Ra, setengah tahun lagi kakak selesai masa pengabdian. Dengerin kakak ya, Ra. Setiap orang itu pasti akan berubah-ubah keputusan. Bimbang dalam memilih jalan untuk menata masa depannya. Perkataan kakak yang dulu, sekarang sudah berubah. Kakak ingin menggunakan ilmu yang kakak dapat disini untuk masyarakat di dekat kakak nantinya. Dan itu bukan disini. Kakak akan melanjutkan kehidupan kakak di daerah asal kakak," ucap Kak Nisya menjelaskan.
Aku sedih sekaligus bahagia. Sedih karena aku akan kehilangan sosok seorang kakak yang selalu ada bersamaku. Selalu memberikan nasihat padaku. Selalu menegurku disaat aku berbuat salah. Bahagia karena ia akan segera lulus dari pesantren dan melakukan apa yang dia inginkan.
"Yah, aku nggak ada lagi dong yang nasehati kak, sepi kalau nggak ada kakak," ucapku dengan raut wajah muram.
"Hey, kan masih ada Syifa yang menemani kamu. Kaya kakak kemana aja deh. Lagipula rumah kita kan hanya berbeda kecamatan saja. Kamu bisa main ke rumah kakak. Kalau kamu lagi liburan," ucap Kak Nisya mencoba menghibur ku.
Aku dengan Kak Nisya berasal dari satu kota yang sama. Hanya berbeda kecamatan saja. Kata Kak Nisya waktu tempuh rumahku dengan dia kurang lebih 2 jam. Karena dia pernah main ke rumahku.
"Tapi kan aku nggak tau rumah kakak dimana? Takutnya pas aku kesana, kakak tidak ada di rumah bagaimana?" tanyaku.
"Aduh, adikku yang satu ini! Katanya pintar! Kenapa hal seperti ini aja kamu tanyakan. Kan nanti kakak kasih tau dulu alamatnya ke kamu. Kalau mau main ya bilang dulu ke kakak, biar kakak kosongkan waktu untuk kamu," ucap Kak Nisya sambil geleng-geleng kepala.
"Eh, hehehe. Oh, iya yah. Nggak kepikiran Kak, saking sedihnya aku tuh, kakak sebentar lagi udah nggak disini," ucapku sambil cengengesan.
"Kamu ini! Jangan pernah sedih oke. Janji ya sama kakak! Apapun yang akan terjadi nantinya di pesantren ini, kamu jangan pernah sedih. Tetap semangat ya!" ucap Kak Nisya memberiku dukungan.
Aku lihat raut wajahnya dalam-dalam seperti ada yang disembunyikan.
"Siap kakak ku!" Aku memposisikan diri seperti orang yang hormat saat upacara.
"Kak, kenapa raut wajah kakak berubah muram seperti itu?" tanyaku pelan-pelan.
"Entahlah kakak juga tidak tau, Ra. Tapi, firasat kakak mengatakan akan ada hal buruk terjadi dalam waktu dekat ini. Sudahlah tak perlu kamu pikirkan ucapan kakak tadi yah," ucap Kak Nisya.
"Eum, baiklah kak," ucapku.
"Kamu mau tau siapa sepupu kakak?" Ucapan Kak Nisya ini membuat rasa keingintahuanku muncul seketika.
"Siapa kak?" ucapku antusias.
"Namanya ...." Ucapan Kak Nisya membuat aku tambah penasaran.
"Sebentar lagi kamu juga akan tahu siapa dia, Ra, hehe," ucap Kak Nisya usil. Padahal aku benar-benar menantikan ucapan itu.
"Ih, kakak nih, kasih tau sekarang aja sih! Aku penasaran tau kak. Aku juga nggak mau buat Helen sakit hati kak. Kan kalo aku tau siapa sepupunya kakak, aku akan berusaha menjauh dari dia. Ya, walaupun aku nggak pernah sih dekat dengan laki-laki di pesantren. Kan emang dilarang juga. Aneh tapi gimana ya? Tau ah, aku mendadak pusing."
"Jangan!" bantah Kak Nisya melarang.
"Kenapa Kak? Kan itu akan jauh lebih baik. Jika aku mengetahuinya."
"Kakak nggak bisa cerita ke kamu alasannya apa. Kakak udah janji sama sepupu kakak. Tapi, suatu saat nanti kakak akan kasih tau kamu jika waktunya sudah tepat."
"Baiklah kak, aku akan tunggu sampai kakak mau menceritakan semuanya."
"Mari kita habiskan hari ini di pasar! Ajak Syifa sekalian ya, Ra."
"Siap kak, aku ajak Syifa dulu yah, Kak."
Aku keluar dari kamar Kak Nisya. Kemudian masuk ke kamarku untuk mencari Syifa.
"Syifa, kamu dimana?" teriak ku pada Syifa.
Tiba-tiba ada seorang wanita masuk ke kamar ku, dan dia adalah Syifa.
"Ngapain kamu teriak-teriak, Ra. Kalo kedengaran santri putra nanti kamu yang malu lho! Ada apa cari aku?"
"Kak Nisya ngajak ke pasar bareng. Kamu abis dari mana sih?"
"Aku abis berjumpa dengan kekasih impian ku," ucap Syifa dengan mata yang berbinar-binar.
"Nyebut Syifa nyebut. Jaga pandangan."
"Is! Apaan sih kamu, Ra. Aku tadi cuma ngelihat dia dari kejauhan Ra. Dia lagi latihan silat di halaman. Sama santri putra yang lainnya."
Mendengar kata silat, aku jadi teringat pertemuan pertama ku dengan Kak Izam. Tapi, sekarang aku tak pernah lagi melihat nya di sekitar pesantren sejak kejadian di perbatasan waktu itu. Apakah Kak Izam sudah tidak berada di pesantren ini lagi?
"Hey, Ra. Kok melamun sih? Nanti kesambet loh!"
"Jangan doa-in gitu! Aku jadi takut nih."
"Hahahaha, iya deh nggak, Ra. Sebentar ya aku mau ganti baju dulu. Tadi abis bersih-bersih di dapur."
Setelah berkata barusan, Syifa mengambil baju kemudian berganti di kamar mandi.
"Aku tunggu di depan ya!"
Beberapa menit kemudian Syifa keluar dari kamarnya. Dengan wajar yang berseri-seri.
"Ayo kak, Ra! Katanya mau ke pasar. Aku udah siap nih," ucap Syifa sambil tersenyum.
"Ehem, kayanya bahagia banget nih?" ledek Kak Nisya ke Syifa.
"Hehe, iya dong Kak. Kan harus bahagia tiap hari, biar awet muda gitu!" ucap Syifa cengengesan.
"Ayo berangkat!" ajak ku pada Kak Nisya dan Syifa.
Kami berjalan melewati halaman. Terlihat banyak santri putra sedang latihan silat. Aku perhatikan satu persatu dari mereka. Tak ada Kak Izam disana. Mungkin dia lagi banyak kegiatan. Hanya ada Kak Riza.
Dari kejauhan, aku bisa melihat Kak Riza curi-curi pandang ke arahku. Seketika aku melirik ke arah Syifa. Tak ada lagi senyum yang dikembangkan oleh Syifa. Aku melihat raut wajah sedih yang Syifa berikan saat ini. Seolah-olah dia tahu arah pandang Kak Riza adalah aku.
Aku memegang tangan Syifa berusaha untuk menguatkan. Hanya senyum tipis yang Syifa berikan. Aku berharap saat di pasar nanti, suasana hati Syifa kembali seperti semula.
Kak Nisya menatap bingung ke arahku. Kemudian melirik Syifa. Kak Nisya merangkul Syifa. Seakan mengerti apa yang ia rasakan. Berbisik di telinga Syifa.
"Serahkan semuanya pada Allah, mintalah yang terbaik untuk mu. Jika dia memang jodohmu, suatu saat ia akan datang menemui kamu. Jangan biarkan laki-laki jadi perusak persahabatan kamu dengan Ira," Kak Nisya berbisik ke Syifa. Walaupun berbisik tapi aku masih bisa mendengar apa yang dikatakan Kak Nisya ke Syifa.
****
Gimana? Sampai bab ini udah mulai ketagihan sama ceritanya belum?😄
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
LENY
Kak NISYA BENER2 KAKAK YG BAIK BIJAKSANA 👍
2023-11-19
0
Ita
ketagihan dong masa nggak.. 😁😁
2023-02-12
3
Tari Gan
mulai thooor ketagihan yg banyak up nya
2022-10-15
0