Angin berhembus dengan kencangnya. Seperti hatiku yang tak karuan rasanya. Senyuman terus terpancar dari bibirku. Hingga saat aku berada di kamarku, ada seseorang yang keheranan dengan sikapku.
"Ra, kenapa kamu senyum-senyum gitu?" tanya Syifa keheranan.
"Aku tidak papa, hanya ingin memberikan sedekah," jawabku menjelaskan.
"Sedekah? Kok senyum-senyum nya sendiri aja sih?" Syifa kembali bertanya.
"Emang kalau senyum-senyum sendiri nggak boleh yah?" tanyaku pada Syifa.
"Bukannya nggak boleh, Ra. Tapi, takut dikira nggak waras," ucap Syifa sambil tertawa.
"Kamu mah gitu deh," ucapku dengan nada sedikit kesal.
"Dengerin aku Ra, ada sebuah hadist mengatakan bahwa, senyummu di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu. Jadi, yang kamu lakukan ini bukan sedekah kalo sedekah mah senyumnya ke orang bukan buat sendiri. Kamu lagi bahagia yah?" Syifa menjelaskan dan bertanya kembali.
"Hehe, iya juga yah. Berarti tadi bukan sedekah yah. Aku sebenernya lagi seneng aja sih." Ceritaku pada Syifa.
"Wahh, kayanya ada sesuatu nih? Aku jadi penasaran!?" Syifa lagi-lagi penasaran dengan jawabanku.
"Apaan sih? Nggak ada sesuatu kok. Aku cuma senang jilbab putih ini bisa di ambil, tadinya kan nyangkut di atap gedung. Aku sampe takut-takut kalau jilbab ini hilang," jawabku jujur, walupun ada satu hal lagi yang tidak bisa aku katakan pada Syifa.
"Emang itu jilbab dari siapa?" tanya Syifa penasaran.
"Dari bundaku. Udah ya aku mau mandi dulu." Aku langsung pergi ke kamar mandi meninggalkan Syifa yang dilanda penasaran.
***
Dua puluh menit pun berlalu, aku sudah keluar dari kamar mandi dengan bersih. Bersih pakaian, rohani dan jasmani. Aku melihat sekeliling kamar, tapi tak ada Syifa di kamar. Oh, mungkin dia lagi di dapur. Itu yang aku pikirkan. Walaupun tidak ada Syifa, masih ada Maryam di kamar.
"Maryam, kamu sedang apa?" tanyaku padanya.
"Aku sedang baca buku novel," ucap Maryam tanpa melihat ke arahku.
"Novel apa?" tanyaku lagi untuk membuka percakapan lebih lanjut.
"Novel Assalamualaikum Beijing," jawab Maryam dengan singkat.
"Karyanya Asma Nadia, kan?" tanyaku pada Maryam. Hanya di balas anggukan oleh Maryam. Sepertinya Maryam sedang ingin fokus membaca. Aku tak ingin mengganggunya lagi.
Aku keluar dari kamar, dan melihat dengan Kak Nisya sedang sibuk membawa tumpukan buku. Aku segera menghampirinya dan menawarkan bantuan pada Kak Nisya.
"Kak, apakah perlu bantuan? Sepertinya kakak keberatan membawa tumpukan buku sebanyak ini," ucapku ingin membantu.
"Boleh, Ra. Kakak minta tolong kamu bawain lima buku yang paling atas ya, Ra." Kak Nisya meminta tolong padaku.
Aku segera mengambil lima buku teratas dan mengikuti arah langkah Kak Nisya yang saat ini menuju ke perpustakaan.
"Assalamualaikum ukhti, saya kesini mau mengantarkan pinjaman buku selama seminggu kemarin," ucap kak Nisya sambil menaruh buku-buku ini di atas meja.
"Waalaikumsalam ukhti, baik akan saya cek dulu ya." Penjaga perpus pun mengecek buku-buku yang di pinjam oleh kak Nisya.
"Semuanya lengkap, silahkan tanda tangan di sebelah sini." Penjaga perpus menunjuk buku pengembalian pinjaman.
"Kalau boleh, saya mau meminjam lagi ukhti?" tanya kak Nisya.
"Boleh, asalkan tepat waktu ya," ucap sang penjaga. Kak Nisya pun mengangguk.
Kak Nisya langsung menarik pergelangan tanganku untuk memasuki perpustakaan. Aku bahkan baru pertama kali berada disini. Ruangan nya begitu luas. Banyak buku-buku dari segala jenis bidang yang ada.
"Ra, kakak mau cari buku sebelah sana dulu ya. Kamu kalau mau cari, cari aja. Siapa tau kamu jadi ketagihan baca." Setelah berbicara itu Kak Nisya pergi mencari buku.
Aku seketika bingung. Karena aku sama sekali tak suka membaca buku. Aku hanya suka jika aku diceritakan oleh orang yang telah membaca buku.
Tiba-tiba mataku tertuju pada sebuah novel dengan judul Assalamualaikum Beijing. Padahal tadi sebelum kesini aku sedang melihat buku itu di kamarku walaupun itu Maryam yang meminjamnya. Entah kenapa aku menjadi ingin tahu isi dari novel ini. Aku mengambil novel ini, dan mencari keberadaan Kak Nisya.
Lima menit sudah aku mencari, tapi Kak Nisya belum terlihat juga. Sepertinya aku duduk disini saja, sambil membaca novel ini. Entah sudah berapa halaman aku membaca novel ini. Tapi aku membacanya tidak berurutan melainkan acak. Makanya aku tahu endingnya seperti apa. Pasti kalian pernah melakukan hal yang sama seperti aku kan?
Aku jadi tertarik dengan kisah cinta Asma dan Zhongwen mereka dipertemukan di Beijing. Zhongwen adalah tour guide Asma selama di Beijing. Zhongwen yang awalnya bukan seorang muslim akhirnya menjadi mualaf dan menikah dengan Asma. Allah akan mempertemukan seseorang dengan jodohnya dengan cara yang berbeda-beda.
Senyuman pun muncul dari bibirku. Aku menjadi sangat senang membaca. Buku ini adalah buku novel pertama yang aku baca. Aku sangat suka dengan alur ceritanya. Dari arah kanan terdengar suara kak Nisya memanggil ku.
"Ra, kakak sudah menemukan buku yang kakak cari. Apakah kamu juga menemukan buku yang ingin kamu baca?" tanya kak Nisya.
"Sudah kak," jawabku.
Kami keluar dari perpustakaan. Di depan ternyata sudah ada laki-laki sedang mengembalikan buku juga.
"Assalamualaikum akhi, saya mau kembalikan buku ini," ucap laki-laki itu.
"Waalaikumsalam, baik akan saya cek dulu," jawab si penjaga perpus.
"Izam ..." ucap Kak Nisya memanggil nama lelaki itu.
Laki-laki tersebut menoleh dan tersenyum. Entah untuk siapa senyuman itu. Yang terpenting aku sudah mengetahui nama laki-laki itu. Izam namanya.
"Kamu tidak pernah berubah yah, selalu saja memanggilku dari jarak jauh seperti itu!" ucap laki-laki yang bernama Izam.
"Hehe, maaf Zam. Kemarin aku telponan sama bundaku, katanya dia nitip salam untuk kamu."
Kita memang diperbolehkan untuk menelpon orang tua, akan tetapi menggunakan ponsel milik pengasuh pondok.
Perkataan Kak Nisya seolah membuatku sakit. Kenapa mereka bisa sedekat itu. Sampai-sampai bundanya Kak Nisya menitipkan salam untuk Kak Izam. Pikiranku kini berkecamuk dengan perkataan yang aku dengar langsung. Sungguh dada ini terasa sakit.
Aku mencoba menetralkan rasa ini, agar tidak ada yang curiga dengan raut wajahku. "Salam balik ya, Nis. Aku mau ke asrama duluan."
Tunggu! Mengapa mereka berdua mengobrol seperti layaknya orang yang sudah kenal lama. Aku bahkan cemburu obrolan mereka menggunakan aku kamu. Karena ketika bersamaku menggunakan kata Saya.
Ada hubungan apa mereka berdua?
****
Hayo adakah yang penasaran?😄
Coba ditebak!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Herwy Kurniati
sepupu nisya itu.....
2023-05-06
1
Nartadi Yana
izam sepupu Nisa
2023-03-10
0
Queen's bee👸🐝🐝
aduh, izam seketika ingat sama abang tingkat yang diam ku kagumi dulu saat masih di pesantren. tapi entah di mana keberadaannya sekarang, semoga beliau sehat dimana pun berada. aamii
2022-10-20
0